14

738 44 0
                                    

Anca menggosok telinganya, ini ia tidak salah dengar? Itu suara Arga dan berasal dari kamar mandi. Arga sedang col- emm tidak usah di jelaskan sepertinya kalian paham.

Anca meletakkan paper bag yang berisi hadiah untuk papa Arga ke sofa pemuda itu. Ia kemudian menggelengkan kepalanya sambil duduk di kursi meja belajar Arga. Menghidupkam PC Arga dan entah apa yang harus Anca katakan kepada kalian tentang apa yang ia temui. "Habis nonton." Hanya kata itu yang dapat Anca katakan. Anca memilih kembali untuk menonaktifkan PC Arga ke mode sleep.

Gerakan Anca yang akan mengambil ponselnya terhenti saat mendengarkan desahan Arga yang semakin keras. Anca meneguk ludahnya, ia melirik pintu dan memastikan pintunya tertutup rapat. Anca menyilangkan kakinya, ada yang salah dengan tubuhnya karena rasanya jantungnya berdebar kencang. Dan saat ia akan menyilangkan tangannya di dada, ia meringis saat merasakan ada yang aneh di dadanya. Anca melirik pintu kamar mandi dan belum ada tanda-tanda Arga akan keluar. Anca merengek sendiri, bukan waktu putingnya untuk mengeras saat ini.

Anca menggelengkan kepalanya, respon tubuhnya sudah tidak benar dan sepertinya ia harus keluar dari kamar Arga. Saat ia berdiri desahan panjang Arga membuat kaki Queen sedikit bergetar. Suara berat kekasihnya dan desahan yang terasa begitu nikmat membuat kaki Anca tidak ingin beranjak dari situ.

Anca memejamkan matanya dan menundukkan kepalanya saat tidak lama kemudian suara pintu kamar mandi Arga sudah terbuka.

"Caca!"

Teriakan kaget Arga membuat Anca meringis. "Iya, gue denger dan gue maklum, lo cowok normal, Ar."

Arga mengumpat pelan, "Shit!" Pemuda itu berjalan menghampiri Anca yang masih duduk di kursi belajarnya dan berjongkok di samping gadisnya. "Maaf. Lo udah lama dengernya?"

Anca menggeleng, ia memilih berbohong. "Belum."

Arga menghela nafas panjang, tangannya berada di paha Anca yang sedang duduk menyilang itu. "Kalau belum gak mungkin lo udah duduk kayak gini. Kenapa gak keluar?"

"Gak bisa, kaki gue gemeter," jujur nya.

Arga menangkup wajah Anca dengan tangan dinginnya. "Jujur banget sih."

Anca mengerucutkan bibirnya. "Kambing emang lo! Desahan lo gak usah keras gitu kenapa? Kalau ada yang denger dari luar gimana?"

"Gak mungkin, kamar gue kedap suara, cantik." Arga mengelus paha Queen. "Aneh ya respon tubuhnya?"

Oke, Anca harus berhati-hati karena mode cenayang nya Arga datang kembali. "Enggak." Mata Queen bergerak ke sembarang arah tapi mata nakalnya malah melirik ke bagian bawah tubuh Arga.

Arga terkekeh melihat lirikan gadis itu. Ia berdiri dan menepuk pelan lengan Anca. "Bangun."

"Kenapa?"

"Bangun dulu."

Anca menurutinya dan keningnya berkerut saat Atga malah duduk di kursi. "Ehh-ehh." Tubuhnya tersentak dan hanya bisa ikut saat Arga menariknya duduk di pangkuan pemuda itu.

"Ar ...."

Arga tersenyum, ia menenggelamkan wajahnya pada bahu Anca. "Gak usah ngelirik-lirik punya gue, sekarang dah lo dudukin kok."

"Siapa yang ngelirik!"

"Tuh bibir sekali lagi bohong gue gigitin sampe bengkak ya."

Anca bergerak tidak nyaman di pangkuan Arga. "Arga ... punya lo ganjel."

"Maaf ya, tadi dia baru keluar soalnya."

"Bukannya harusnya mengecil?"

Arga mengerutkan keningnya, ia malah menenggelamkan wajahnya di lipatan leher Anca. "Hmm? Apa, cantik?"

ANCAARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang