28

810 68 8
                                    

Tiga puluh menit perjalanan yang biasanya di isi ocehan dan tawa keduanya, sekarang sunyi dan senyap. Arga turun duluan dari mobil, ia akan menjelaskan kepada kedua orang tua Anca karena tidak ingin kedua orang itu salah paham terhadap dirinya. Arga melirik Anca yang baru saja turun dari mobilnya. Mungkin, bisa di hitung menggunakan jari Anca berapa kali menyentuh gagang pintu mobil itu, biasanya Arga yang akan membukakannya. Arga menghembuskan nafas panjang, membuka pintu rumah itu dan langsung masuk tanpa menunggu Anca.

"Loh, Ga? Anca mana?"

"Di belakang, om."

"Kok gak bar-"

Yuda langsung berdiri saat melihat putrinya yang datang dengan air mata yang ada di pipinya. Arga langsung menyahut sebelum Yuda bertanya. "Om Yud, tante Dav, maaf, bukan Arga yang buat Anca nangis. Tante boleh tanya sama Anca sendiri kenapa Anca nangis. Yang pasti di sini Arga cuma mau bilang, Arga gak ada ngapa-ngapain, Anca. Arga sekalian cuma mau ngasih ini," Arga mengeluarkan pod itu dari saku celananya. "Ini punya Anca."

"Itu vape, kan?"

Arga menatap mami Anca yang menatap benda itu tidak percaya. Arga mengangguk. "Iya, tante. Jujur, Arga ngomong gini beneran tante, Arga gak ada ngajarin Anca untuk nyentuh barang kayak gini, tante. Arga memang dulu nge-vape, tapi Arga udah lama banget gak nyentuh vape lagi karena Anca sendiri yang ngelarang Arga. Arga gak ada sama sekali nyuruh Anca untuk nyentuh ataupun megang barang ini, tante."

"Anca Dirgantara...."

Arga memilih untuk berdiri, ia membungkuk sopan. "Tante, om, Arga pulang dulu. Arga cuma mau jelasin ini aja biar gak salah paham. Permisi."

-----------------------------

Hari ini mereka bertemu setelah semalem Anca merengek untuk menjelaskan semua.

"Jadi?"

"Gue nge-vape dari dua bulan yang lalu, Ar. Maaf."

Arga mengangguk. "Alasan lo?"

"Awalnya cuma nyoba, di suruh temen gue."

"Dan akhirnya keterusan, kan?"

"Iya."

Arga tersenyum sinis, ia mengangguk lagi. "Yang gue permasalahin bukan vape lo, Anca. Kalau lo nge-vape, lo pasti tau akibatnya apa karena dari dulu lo nyuruh gue untuk berhenti gunain itu. Jadi, gue gak bakalan bilangin lo bahayanya apa. Lo tau, gue berhenti total dua tahun, Anca, demi lo. Dan sekarang lo malah nyoba ini, kan? Otak gue tuh bingung, sebenernya apa masalah lo? Apa yang buat lo nge-vape?"

"Gak ada apa-apa, kemarin cuma iseng nyoba dan keterusan, Ar. Maaf ...."

"Gak ada masalah dan pure karena nyoba? Ok, fine. Lo vape dari dua bulan yang lalu, lo berbagi vape sejak itu juga?"

Anggukan Anca membuat Arga mendesah kasar. "Anca Dirgantara, sadar gak, itu liur ke liur! Itu cowok, Anca, secara gak langsung lo ciuman sama dia! Gue yang kecewa sama lo itu, bukan masalah vape nya. Gue ngejaga lo supaya lo gak di pandang rendah sama cowok, gue nyuruh lo biar gak ikat rambut supaya lo gak dipikirin negatif sama cowok. Gue gak mau tubuh lo jadi imajinasi cowok. Gue kurang apa sama lo? Kalau memang lo mau nyoba vape, lo mending sama gue. Lo berbagi vape sama gue seribu kali juga gak papa, tapi asal jangan sama cowok lain Kalau sama cewek, gue masih maklum, ini cowok, lo paham gak? Gue sakit hati, Ca."

Arga mengusap kasar wajahnya. "Gue ngasih kalau memang lo pengen nyoba. Setidaknya kalau sama gue, gue masih tau gimana keseharian lo, lo nge-vape kapan. Gila, Ca, lo tau, gue bingung semalaman. Gue tuh salah apa? Gue kurang apa? Gue kurang bebasin lo? Perasan gue enggak. Gue gak ada ngekang lo. Kalau memang lo mikir gue ngekang lo, maaf, tapi sumpah gue berusaha ngejaga lo."

ANCAARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang