18

745 54 1
                                    

Arga mengelus lembut rambut Anca yang tengah menyenderkan kepala di bahunya. "Sayang, kenapa?"

"Pusing."

Arga menarik dengan lembut kepala Anca, ia tidurkan di atas pangkuannya. Tangannya memijat kepala Anca. "Udah di bilang jangan makan es banyak-banyak semalem, gak percaya banget."

"Maunya di perhatiin bukan diomelin, Arga."

Arga mengecup kening Anca. "Makanya kalau dibilangin nurut jangan ngeyel. Udah mulai hangat badannya. Mau makan apa?"

"Gak mau, pahit."

Arga menghela nafas panjang, pasti besok Anca akan sakit kalau sudah seperti ini. "Makan, cantik. Mau apa?"

"Enggak mau, Arga."

Arga menatap kanan dan kiri ruang keluarga Anca dan tidak ada orang. Dengan berani ia melumat bibir Anca yang dibalas pelototan gadis itu. Arga melepaskan ciumannya dan menatap Anca dengan senang. "Mau makan apa?"

"Makan lo."

Arga memajukan wajahnya. "Nih, makan."

"Ketauan di sini habis gue sama papi mami, Ar."

Arga terkekeh. "Makanya mau mamam apa? Gue beliin nasi goreng seafood tempat biasa ya? Ektra pedas."

Mata Anca berbinar, ia mengangguk semangat. "Boleh!"

Arga menepuk pelan kening Anca. "Kenapa gak dari tadi bilang kalau mau itu sih? Gemes gue sama lo."

Anca malah menyembunyikan wajahnya di perut Alga, tangannya memeluk pinggang Arga erat. Tangan Anca menarik tangan Arga agar mengelus punggungnya.

"Jangan sakit, sebentar lagi masuk kuliah, sayang."

Anca semakin membenamkan wajahnya, ia menggesek hidungnya di sana. "Gue juga gak mau sakit."

Arga memijat kepala Anca. Pemuda itu sedikit menggerakkan kakinya agar posisi adiknya tidak terjepit dengan kepala Anca.

"Kenapa? Adik lo kena, ya?"

"Sedikit."

Anca mengangkat kepalanya dari paha Arga. Ia duduk di samping Arga dan kembali menyenderkan kepalanya di bahu Arga. "Gak enak, ada yang ngeganjel."

Arga terkekeh. "Ya gimana, masa mau gue pindahin dulu?"

"Pindahin ke hidung lo dulu aja."

Arga menatap horor Anca, bagaimana bentukannya apabila dipindah ke hidung? Anca otaknya kadang tidak jelas. Arga mengecup bibir Anca, gemas sekali kadang dengan otak gadisnya ini.

Anca menepuk dada Arga. "Arga! Ketauan papi gimana?"

"Dinikahin paling."

"Kak!"

Panggilan papi nya membuat Anca menoleh ke belakang. Ia mengerucutkan bibirnya saat papi nya sedang turun dari tangga dan menatapnya dengan bingung. "Kakak pusing, pi ...."

"Semalem makan es banyak, om, udah Arga bilangin gak percaya bocahnya."

Yuda menghela nafas panjang, putri kecilnya itu ada saja. Ia menghampiri dua remaja yang duduk di sofa dan bergabung di sana. Kepala Amca langsung bersandar di bahunya, bukan bahu Arga lagi.

"Mau makan apa?"

"Udah Arga pesenin tadi, pi."

Yuda melirik Arga dan pemuda itu menyengir sambil memperlihatkan pesanan yang sedang di antar kurir. "Tenang, om, aman."

"Masuk kuliah kapan, Ar?"

"Tiga hari lagi, om."

Yuda yang mendengar itu mengelus lengan Anca. "Tuh, denger, masa mau sakit?"

ANCAARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang