02

1.1K 52 3
                                    

Anca menggeleng sudah tak heran melihat Arga yang melipat kedua tangannya dimeja dan menaruh muka diatasnya, Iya laki laki itu sedang tertidur disaat guru sedang menjelaskan materi didepan.

"Arga, Arga bangun, ayo bangun" ucap anca sambil menggoyang-goyangkan tubuh Arga

"apasi ca brisik tau ga gue ngantuk"

"Lo niat sekolah ga si tidur mulu, itu dengerin Bu Siti lagi jelasin"

Bu siti yang mendengar keributan dibelakang langsung menegur murid nya itu

"Argantara! Anca! Kalian memperhatikan ibu tidak?"

"Saya perhatiin bu, si Arga yang tidur."

"Anjir, jangan jujur setan!" gumam Alga memberi pelototan kepada gadis itu.

"Ganta! Gak habis-habis tingkah kamu di pelajaran saya! Keluar dari kelas saya sekarang!"

Arga menghela nafas panjang, ia menjitak pelan dahi Anca sebelum keluar dari kelas pelajaran seni budaya yang membosankan itu. "Dasar bocil."

Anca menjulurkan lidahnya. "Babay."

"Anca kamu juga keluar!"

Mata Anca membelalak, ia menunjuk dirinya sendiri. "Saya?"

"Yang namanya Anca cuma kamu."

"Kenapa saya jadi ikutan, bu?" tanya Anca heran.

"Karena tadi kamu yang berisik."

Anca mengerucutkan bibirnya, bisa-bisanya ia ikut terseret gara-gara kelakuan Arga. Ia dengan malas berdiri dan mengikuti Arga yang sudah keluar dari kelas. Baru saja menutup pintu kelas yang ada di Belakangnya, Anca semakin cemberut saat mendengar tawa mengesalkan Arga. "Kambing emang lo."

"Akhirnya gue punya temen keluar kelas. Mall yuk?"

Anca mencubit lengan Alga. "Gak usah gila! Ini jam sekolah, kita pakai seragam sekolah!"

"Terus?"

"Terus lo jatuh cinta sama gue." Anca menjambak rambut Alga. "Nanya pula! Terus kita dicegat security lah Arga kambing! Ketauan bolos nya."

Arga mengecup telinga anca. Dan benar jambakan di rambutnya langsung terlepas. Ia tertawa gemas karena wajah memerah Queen, begitu imut.

Anca menunduk, memang sepertinya Arga senang sekali mengecup telinganya, benar-benar hanya telinga bukan kesrempet ke pipi ataupun leher. Dan malah itu yang membuat Anca malu! "Lo main cium-cium aja, kambing! Kalau ada guru gimana?"

Arga terkekeh, ia merangkul pundak Anca, sepertinya ia akan membawa Anca ke rooftop sekolah saja. "Gue cuma cium telinga lo bukan pipi maupun bibir."

"Lo cium bibir gue, nih," Anca menunjukkan kepalan tangannya, "Nyampe ke muka lo."

Arga menunjukkan kepalan tangannya juga, ia bandingkan dengan milik Anca. "Sebelum itu ke muka gue, ini duluan yang bakalan nahan tangan lo."

"Gak bisa dong."

"Bisa." Arga menarik Anca dengan cepat ke samping tangga. Ia menarik kedua tangan Anca dan menahannya di atas kepala gadis itu. "See? Lo udah gak bisa gerak. Kalau gini gimana lo mukul gue coba?"

Anca meneguk ludahnya, tidakkah Alga berfikir bahwa ini posisi yang sedikit ambigu? Ia menatap wajah Arga dan yang ada di sana malah senyum miring pemuda itu. Wajah Arga tidak banyak berubah, kecuali rahang Alga yang semakin tegas dan bibir Arga yang terbentuk dengan sempurna.

Arga tersenyum geli saat melihat tatapan Anca ke bibirnya. Tangan kirinya menyentil dahi Anca pelan, kalau kuat bisa-bisa nyawanya juga disentil oleh om Yuda. "Mikirin apa lo liatin bibir gue segitunya?"

Anca menggeleng. "Lo tumbuh cepet banget."

Arga berdecak, ia menatap Anca dari atas sampai bawah. "Lo yang kalau tumbuh nampaknya cepet banget."

"Apa yang berubah dari gue? Sama aja perasaan."

Arga mengecup puncak kepala Anca. "Gak perlu gue kasih tau lo juga tau." Ia kemudian melepaskan tangan Anca dan berjalan duluan dari gadis itu naik ke tangga.

"Ih, Arga sekarang tempat nyiumnya dah bertambah."

***

ANCAARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang