22: Menunggu

55 33 12
                                    

***

Rombongan keluarga Alvonheim pun tiba di pekarangan istana. Rombongan yang terdiri dari tiga kereta kuda itu berhenti tepat di depan pintu utama. Kemudian turunlah keempat orang penting dari dalamnya. Yaitu Julian, Giselle, Carlisle dan juga Putri. Semua prajurit di sana tampak sangat terpaku pada Putri yang sedang berjalan dengan menggandeng tangan Carlisle. Mereka menduga-duga siapakah sebenarnya wanita berambut hitam itu. Akankah akhirnya pria tertampan di kerajaan yang terkenal sulit dipikat ini telah memiliki wanita sebagai pasangannya?

Sebuah rumor tentang Carlisle yang memiliki wanita sebagai kekasihnya memang sudar beredar diantara para bangsawan. Mereka juga menduga-duga dari keluarga manakah wanita itu berasal. Lalu akhirnya orang-orang itu tau bahwa wanita yang kini bersama Carlisle itu tidak berasal dari keluarga bangsawan manapun. Karena itu mereka mengira bahwa pria itu memilih wanita biasa sebagai kekasihnya. Jadi tidak pernah sedikitpun terpikir dibenak mereka kalau pasangan yang dirumorkan itu akan tiba di istana untuk menghadiri pesta ini.

Keempat orang dari Kediaman Alvonheim itu berjalan menaiki tangga dan disambut oleh pria berambut pirang dengan pakaian sangat mewah pada puncaknya. Pria itu berdiri disana seolah memang sudah menunggu kedatangan Alvonheim. Senyuman pun merekah ketika matanya kini bertemu dengan mata merah milik Carlisle.

"Carlisle~ aku sudah menunggumu," sapa Hendrix seraya merentangkan tangannya.

"Anda sungguh tidak perlu repot-repot menyambut kami seperti ini, yang mulia," ucap Carlisle seraya sedikit membungkukkan badan, begitu pula dengan semua orang di belakangnya. 

Mendapati reaksi itu, Hendrix menepuk lengan Carlisle. "Meskipun sekarang kau adalah Kepala Keluarga Alvonveim, itu tidak akan menghilangkan fakta bahwa kita sebelumnya berteman," ucapnya dengan tersenyum lebar.

Kemudian tanpa sengaja mata biru milik pria itu menangkap sosok asing yang berdiri di deretan para pelayan. Sosok asing itu adalah seorang pemuda dengan rambut berwarna hitam dan memiliki mata merah yang pernah Hendrix lihat sebelumnya. Ia begitu fokus menatap pemuda itu hingga dirinya tidak mendengar kata-kata sapaan yang nyonya dan tuan muda Alvonheim berikan. Bahkan ketika pemuda itu membalas tatapan tajam darinya, ia sama sekali tidak berniat untuk berpaling.

"Yang mulia!" panggil Carlisle sedikit meninggikan suaranya. Akhirnya Hendrix pun kembali ke kenyataan dan mengalihkan pandangannya dari pemuda itu.

"Apa yang anda lihat hingga begitu fokus?" tanya Carlisle bingung.

"Tidak, bukan apa-apa," jawab Hendrix dengan nada sedatar mungkin.

"Ayo, akanku tunjukkan jalan menuju kamar kalian." Setelah mengatakan itu, Hendrix pun berjalan memasuki istana dan disusul dengan Carlisle serta yang lainnya.

Saat ini waktu baru menunjukkan jam satu siang. Sedangkan acara baru akan dimulai saat menjelang malam. Karena itu para tamu undangan akan diminta untuk beristirahat di kamar yang telah disiapkan. Begitu juga dengan rombongan Alvonheim ini.

Setelah beberapa saat berjalan, mereka pun sampai di kamar yang disiapkan untuk mereka. Dan untuk mengisi waktu luang, Hendrix tetap tinggal disana untuk menemani mereka. Disaat mereka semua sedang asik berbincang, mata biru milik Hendrix lagi-lagi memperhatikan pemuda berambut hitam yang ia lihat sebelumnya. 

Ia sangat penasaran siapa pemuda itu sebenarnya. Fitur wajahnya mirip dengan salah seorang pelayan yang pernah ia lihat sebelumnya. Tapi mereka memiliki warna rambut yang berbeda jadi Hendrix tidak berpikir bahwa mereka orang yang sama. Jadi, ketika mereka sudah disibukkan dengan satu sama lain, ia memutuskan untuk bertanya langsung pada pemuda itu.

"Hei, siapa namamu?" tanya Hendrix blak-blakkan. Membuat pemuda yang ditanya itu tersentak.

"Saya ...?" 

"Iya, memangnya siapa lagi?" 

"Saya Keiandra, yang mulia," jawab pemuda itu membuat Hendrix seketika membelalakkan matanya.

"Kau Keiandra?? Bagaimana bisa?!" pekik Hendrix hingga suaranya mengalihkan fokus semua orang disana.

"Apa pelayan saya melakukan sesuatu, yang mulia?" Putri pun maju untuk bertanya. Sebelumnya ia memang sudah sadar bahwa Hendrix selalu curi-curi pandang pada Kei. Tapi ia tidak menyangka bahwa Hendrix akan berteriak seperti itu. Putri pun memberi tatapan tajam pada Kei yang berdiri di sisi yang lebih jauh.

"Putri, apa benar dia adalah pelayan anda, Keiandra??" tanya Hendrix tepat di depan wajah Putri.

"Ya, itu benar ...."

Jawaban itu membuat ruangan seketika hening. Tidak hanya Hendrix yang tampak terkejut melainkan semua orang disana tampak membulatkan matanya. Putri pun celingukan akibat merasa tak nyaman dengan situasi itu.

"Putri ... bagaimana mungkin Kei memiliki rambut berwarna hitam?" Julian berucap.

"Saya kira pemuda itu adalah pelayan baru anda ...," sambung Giselle.

"Bisa tolong jelaskan pada kami, putri?" tuntut Carlisle menunjukkan senyum dingin.

Putri yang mendapati tekanan itu pun mau tidak mau menjelaskan. Ia terdiam sebentar tuk mengambil napas panjang.

"Saya mengganti warna rambutnya," jelas Putri singkat.

"Putri, itu tidak menjelaskan apapun. Selain itu, apa mungkin untuk mengubah warna rambut manusia??" tanya Carlisle.

"Tentu saja bisa. Di negara saya mengubah warna rambut itu sudah menjadi sesuatu yang sangat biasa," jawab Putri santai. Membuat semua orang disana memikirkan hal yang sama.

"Lagi-lagi barang dari negaranya ...."

"Tapi kenapa anda tiba-tiba memutuskan untuk mengganti warna rambut Kei?" tanya Julian.

"Saya tidak bisa membuat Kei disalah pahami lagi seperti saat ia bersama yang mulia, karena itu saya menggantinya," jelas Putri. "Selain itu ada alasan lain kenapa Kei memiliki rambut putih, dan sekarang itu sudah tidak di butuhkan lagi."

Meski kalimat keduanya sedikit membingungkan tapi mereka mengangguk paham. Mata mereka kini menatap kearah pemuda yang menjadi topik pembicaraan mereka ini. Tak ada yang lain selain rasa kagum saat melihatnya. Semua yang berasal dari Putri selalu saja berada di luar akal pikiran mereka. 

Tanpa terasa, waktu terus berlalu hingga akhirnya waktu dimulainya acara pun tiba. Hendrix memang sudah pamit sejak lama karena dirinya harus melakukan beberapa persiapan sebelum pesta. Lalu Giselle dan Julian juga sudah pergi lebih dulu ke aula perjamuan. Menyisakan Putri dan Carlisle yang masih berada di kamar menunggu panggilan.

Kenapa begitu? Karena mereka berdua adalah tokoh utamanya pada pesta kali ini. Semuanya bermula dari Putri yang menangkap sekumpulan pedagang budak saat baru tiba di dunia ini. Dan Carlisle yang melanjutkan penyelidikan hingga akhirnya dapat menangkap induk dari perdagangan budak tersebut.

Bahkan ia juga mengungkap beberapa kejahatan para bangsawan yang juga ternyata ikut andil dapat perdagangan tersebut. Hingga membuat hari-hari yang sibuk bagi para pejabat disaat mereka juga seharusnya disibukkan dengan persiapan acara ulang tahun kerajaan. Tapi untungnya semua dapat terkendali dengan baik hingga acara dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Walau sebenarnya terjadi keributan kecil di wilayah Alvonheim.

Setelah beberapa lama menunggu. Akhirnya terdengar suara dua orang prajurit yang mengetok pintu kamar untuk memanggil Putri dan Carlisle. Mereka berempat pun berjalan menuju aula perjamuan dengan kedua prajurit itu yang memimpin jalan. Selang beberapa menit setelahnya, terlihatlah sebuah pintu putih berukiran emas setinggi lima meter berada di depan mereka.

Samar-samar, Putri mendengar sebuah teriakan yang berasal dari balik pintu megah itu. Teriakan itu berbunyi.

"Yang Mulia Carlisle Alvonheim dan Putri Ariana Cecilia Elister, memasuki ruangan!!"

Tepat setelahnya, pintu pun terbuka.

.

.

.

Bersambung.

When The Genius Woman Went to Another World [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang