***
"Jadi, apa alasan anda kemari?"
Saat ini Carlisle dan Hendrix sedang berjalan dilorong kediaman hendak menuju ruang tamu. Mereka berjalan beriringan. Carlisle bertanya akan alasan kedatangan Hendrix dengan mata malasnya menatap kearah pria berambut pirang disampingnya itu.
"Saya akan sangat kesal jika anda mengatakan bahwa alasannya hanya untuk melihat saya." Carlisle mengerutkan alisnya.
Hendrix terdiam. Mulutnya yang sudah terbuka untuk berbicara tadi membeku ditempat. Barulah setelahnya ia menutup mulutnya dan mengalihkan pandangannya ke depan.
"Haha, tentu saja tidak." Hendrix tertawa canggung lalu memalingkan kepalanya.
"Jadi benar ...." batin Carlisle.
Akhirnya mereka pun sampai di ruangan yang mereka tuju. Ruangan itu memiliki sepasang sofa berwarna maroon lengkap dengan meja kacanya. Beberapa tempat di lantai diberi karpet mewah dengan warna yang serasi. Terdapat beberapa etalase dengan berbagai macam koleksi barang antik di dalamnya. Dindingnya berwarna putih dan seakan dilukisi rangkaian bunga berwarna abu-abu.
Carlisle dan Hendrix duduk diberhadap-hadapan di sofa. Di sana juga telah disiapkan satu set lengkap teh Chamomile. Beserta beberapa tingkat kue yang cocok disantap bersamaan. Tepat setelah duduk, Charlisle pun langsung menyeruput tehnya. Membiarkan Hendix yang masih menatapnya dengan ragu.
"Bagaimana keadaan bibi?" tanya Hendrix demi mencairkan suasana.
"Beliau dalam keadaan baik, terimakasih atas perhatian anda," jawab Carlisle ketus. Membuat Hendrix semakin merasa canggung. Ia kemudian mengeluarkan sebuah amplop dari saku jasnya. Lalu meletakkannya di atas meja tepat di depan Carlisle.
"Aku berniat untuk mengantarkan surat undangan ini juga."
Carlisle menatap amplop yang Hendrix letakkan di depannya itu. Amplop itu direkatkan dengan lilin merah berstampel logo kerajaan. Serta tertulis juga nama lengkap Carlisle disudut bawah amplop itu. Yang menandakan bahwa itu adalah surat undangan yang ditujukan langsung oleh kerajaan untuknya.
"Bukannya kau tau sendiri bahwa minggu depan adalah hari ulang tahun kerajaan? Dan itu adalah surat undangan untuk Keluarga Alvonheim," jelas Hendrix.
"Baik. Terimakasih, yang mulia." Carlisle mengambil amplop itu dan memasukkannya ke dalam saku jas miliknya.
Setelah itu, keheningan kembali menghampiri mereka. Carlisle hanya menikmati teh hangannya sedangkan Hendrix menatap pria di depannya itu dengan canggung. Ia sungguh tidak terbiasa dengan keadaan di mana ketika sedang berkumpul namun tidak ada yang berbicara sama sekali. Persis seperti situasi mereka saat ini.
"Oh iya, Isle. Siapa sebenarnya tamumu itu?" tanya Hendrix memulai pembicaraan. Ia juga penasaran akan siapa tamu yang Carlisle miliki itu hingga dia memiliki seorang pelayan yang sangat mirip dengan Kepala Keluarga Alvonheim ini. Carlisle yang mendengar itu mendadak mendapat sebuah pertanyaan lain yang bisa ia tanyakan pada Hendrix.
"Sebelum itu saya ingin bertanya. Apa anda pernah mendengar tentang sebuah kerajaan bernama Elister sebelumnya?" ucap Carlisle kembali bertanya dengan raut wajah serius.
"Elister? Tidak, aku tidak pernah dengar. Kenapa memangnya?"
"Tamu yang saya miliki itu, dia adalah seorang putri dari Kerajaan Elister tersebut."
Hendrix membeku dengan mulutnya yang sedikit terbuka. Ia mengerjapkan matanya dan menatap kearah Carlisle dengan tatapan tak percaya.
"Kau yakin dia bukan orang yang berpura-pura untuk bisa mendekatimu ...?" Hendrix bertanya dengan ekspresi cemas dan suara lirih.
![](https://img.wattpad.com/cover/370765710-288-k663643.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Genius Woman Went to Another World [TERBIT]
FantasiaAriana Putri atau yang lebih dikenal sebagai Putri merupakan seorang ilmuan jenius. Seluruh barang ciptaannya membuat berbagai perubahan besar pada dunia. Lalu tanpa sepengetahuan siapa pun, Putri pun membuat sebuah alat yang dapat membuatnya pergi...