21: Menggoda

42 33 0
                                    

***

Rembulan malam telah digantikan mentari pagi. Bertandakan bahwa hari yang ditunggu-tunggu ini telah tiba. Dan setiap pelayan di kediaman mulai disibukkan dengan persiapan yang dibutuhkan oleh majikannya untuk menghadiri pesta.

Begitu juga dengan seorang gadis twin tail yang kini sedang dalam perjalanannya menuju kamar sang majikan bersama beberapa pelayan lain. Dengan membawa gaun yang telah Putri pesan tempo hari bersama mereka. Kemudian ketika mereka membuka pintu kamar, mereka dikejutkan dengan pemandangan yang kosong. Tak ada tanda-tanda sedikitpun dari sosok wanita berambut hitam yang merupakan majikan mereka.

Meski dicari ke seluruh penjuru kamar. Wanita itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Akhirnya mereka pun gempar. Terutama gadis twin tail yang merupakan pelayan pribadi dari pemilik kamar itu. Kabar tentang hilangnya tamu mereka membuat keributan terjadi di kediaman.

Seorang pria berkacamata dengan rambut hijau tua kini sedang berlari sekuat tenaga menuju kamar sang kepala keluarga. Ia hendak mengabari tuannya itu akan berita hilangnya sang putri. Pria yang berstatus sebagai sekretaris itu membuka pintu kamar tuannya dengan paksa. Lalu ketika mulutnya hendak berteriak, ia justru mendapati pemandangan mencengangkan di sana.

Tampak pria berambut putih yang tak lain adalah sang pemilik kamar itu kini sedang berdiri di tengah-tengah ruangan. Tangan kirinya terlihat sedang memegangi tangan seorang wanita. Tapi wanita itu tampak sedang bertumpu dengan ketiga anggota tubuhnya dan napasnya tersengal-sengal ketika kepalanya tertunduk.

"Hanya segini kah stamina anda, putri?" ejek Carlisle dengan tersenyum miring.

"Si k*mpr*t! Kan kubilang nyoba sekali doang ini kenapa kita malah latian sampe pagi??!" bentak Putri tak terima.

 "Haahhh! Kenapa aku bisa jatuh cinta sama orang sekejam dia ...?" gerutu Putri.

"Jangan tanya saya." Carlisle menaikkan bahunya acuh membuat Putri semakin geram.

Putri membaringkan tubuhnya di lantai. Dibarengi dengan mulutnya yang melontarkan segudang umpatan. Namun hanya dibalas gelakan oleh pria yang berdiri di sampingnya itu. Disisi lain, Glenn sang sekretaris menatap tingkah keduanya dengan mata malas dari ambang pintu. Kemudian segera memberitahu para pelayan bahwa putri mereka telah ditemukan.

.

"Tolong jangan menghilang tiba-tiba seperti itu lagi, Putri!" omel Sandra selagi dirinya memasangkan gaun pada Putri.

"Sori, aku ada niatan buat nginfoin kamu tadi tapi si iblis ganteng itu gak ngasih aku waktu istirahat sama sekali!" dalih Putri seraya melontarkan umpatan pada Carlisle.

"haaah ... sebenarnya apa yang anda lakukan semalaman bersama tuan??" tanya Sandra dengan tatapan menyelidik.

"Belajar dansa."

"Kenapa baru sekarang??"

"Kan kemarin-kemarin aku sibuk nyembuhin diri. Kalo aku muter-muter pas luka diperutku belum sembuh nanti koyak lagi lah."

"Benar juga ...."

"Udahlah, yang penting kan aku gak papa, kita juga gak ngelakuin hal yang aneh-aneh kok. Kalo soal begadang kan aku dah biasa jadi aman lah," jelas Putri seraya menepuk halus bahu Sandra dan dibalas helaan napas panjang oleh gadis itu.

Persiapan Putri pun selesai. Kini ia sedang berjalan menuju aula depan bersama Sandra dan juga Kei di belakangnya. Putri berjalan menuruni tangga dengan begitu anggun seolah dirinya benar-benar seorang putri. Gaun biru muda tampak sangat indah dikenakan olehnya. Wajahnya kini dibalut riasan yang membuatnya terlihat jauh lebih menawan.

Dipertengahan anak tangga, mata Putri bertemu dengan manik merah permata milik pria berambut putih yang berdiri di dasar tangga. Mata pria itu tampak begitu terpaku pada wanita yang sedang berjalan mendekatinya tersebut. Mendapati pria itu yang tampak sangat terpesona dengan penampilannya, wanita itu menyunggingkan senyum miring. 

"Jangan terlalu fokus begitu, tuan. Anda bisa melubangi wajah saya," ucap Putri sebagai candaan seraya mengarahkan tangan kanannya pada Carlisle.

"Maaf, Putri. Anda telihat begitu bersinar hingga mata saya tidak bisa berpaling dari anda."

Carlisle sedikit membungkukkan tubuhnya, tangan kirinya menekuk dibelakang punggung dan tangan kanannya menyambut tangan Putri. Menarik tangan lentik wanita itu tuk memberinya kecupan kecil. Putri sedikit tersentak dengan Carlisle yang menanggapi serius candaanya. Terlebih Carlisle yang mencium telapak tangannya itu membuat wajah Putri seketika memerah. 

"Saya hanya membalikkan candaan anda, Putri. Kontrol ekspresi anda," bisik Carlisle tepat ditelinganya tuk kembali menjahili wanita itu.

"... ada baiknya anda berhenti sekarang atau saya meneriakkan lamaran saya disini saat ini juga ...," ancam Putri membuat Carlisle seketika bungkam.

Dengan cepat, keduanya menstabilkan ekspresi mereka. Kemudian berjalan keluar kediaman dengan Carlislenyang merangkul tangan Putri. Semua tatapan para pelayan tertuju pada kedua orang yang sudah seperti sepasang suami istri itu. Keduanya pun masuk kedalam kereta kuda, dan ketika semuanya sudah siap, pak kusir mulai memacu kudanya tuk berjalan menembus kota.

Di dalam, Putri memperhatikan interior kereta yang tampak sangat mewah itu. Sesekali matanya melihat keluar jendela tuk melihat situasi ricuh dari masyarakat yang melepas kepergian tuan kota mereka. Lalu fokusnya terhenti pada pria yang duduk di depannya. Rambut putihnya itu menari-menari ketika angin dari luar jendela menerpanya. Mata merah permata miliknya menatap lembut keluar sambil tersenyum tipis. Putri sungguh tidak bisa melepaskan pandangannya darinya.

"Anda akan menatap saya seperti itu hingga kita sampai di kastil kah, putri?" sindir Carlisle dengan tersenyum miring.

"T-tentu saja tidak!" sanggah Putri sedikit gagap seraya membuang muka.

"Ngomong-ngomong, bukannya pakaian kita terlihat sangat senada? Saya rasa bukan kebetulan," ucap Putri sedikit menggoda Carlisle.

"Tidak. Ini kebetulan," ketus Carlisle membuat Putri tak berani menggodanya lagi.

"Bercanda doang bah, serius amat jawabnya ...," batin Putri kecewa.

Mereka pun saling diam untuk sementara waktu. Putri lebih memilih menatap keluar jendela karena berpikir Carlisle akan terlalu serius untuk diajak bercanda. Disisi lain, Carlisle justru merasa gundah karena beranggapan bahwa balasannya tadi terlalu ketus. Hingga membuat Putri memilih untuk tidak berbicara padanya lagi. Jadi, ia pun mencari topik pembicaraan yang dapat mencairkan suasana.

"Bagaimana keadaan tubuh anda, putri?" tanya Carlisle. "Saya harap latihan tadi tidak berakhir membebani tubuh anda."

"Saya sudah terbiasa begadang jadi tidak apa-apa, terimakasih atas kekhawatiran anda," balas Putri acuh. 

Sepertinya suatu hal yang salah mengungkit soal itu padanya saat ini. Akhirnya mereka pun saling diam-diaman selama beberapa jam perjalanan. 

Setelah perjalanan yang cukup panjang dari wilayah kekuasaan Alvonheim ke ibu kota. Akhirnya mereka sampai di gerbang depan ibu kota kerajaan Perceval ini. Tembok batu yang mengelilingi dan juga bentuk gerbangnya berada di tingkatan yang sangat jauh dibanding kota wilayah Alvonheim. Ibu kota memang beda, itulah yang Putri pikirkan.

Setelah berhasil melewati gerbang depan, kereta kuda mereka mulai berjalan di tengah padatnya kota menuju bangunan kastil di pusat kota. Meski dari jarak yang sangat jauh, Putri dapat melihat kastil yang menjulang tinggi diantara bangunan kota. Saat Putri melihat bangunan kastil itulah ia kembali tersadar akan kenyataan bahwa....

"Aku benar-benar berada di dunia fantasi." 

.

.

.

Bersambung.

When The Genius Woman Went to Another World [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang