20: Malam sebelum

50 34 0
                                    

***

Di saat acara ulang tahun kerajaan hanya tersisa dua hari lagi. Seorang perancang busana tiba di kediaman Alvonheim. Yang tidak lain untuk membuatkan Putri gaun seperti yang sudah Carlisle janjikan sebelumnya. Sebenarnya dua hari itu waktu yang sudah sangat telat untuk membuat gaun. Tapi berkat kekuatan dan uang yang Keluarga Alvonheim miliki, itu bukanlah hal yang mustahil.  

Kini, sang perancang gaun atau yang lebih dikenal dengan Madam Grace sedang mengukur tubuh Putri disudut kamarnya. Kenapa disudut? Karena laki-laki yang berstatus sebagai kepala keluarga itu menelantarkan tugasnya dan memilih mengawasi Putri. Setelah selesai mengukur, beberapa pekerja Madam Grace mulai mengeluarkan beberapa gaun buatannya yang dapat menjadi referensi.

"Dari beberapa gaun ini apakah ada yang sesuai dengan selera anda, Putri?" tanya Madam Grace lembut. Putri pun memperhatikan setiap gaun yang ia bawa.

"Aku ingin yang seperti ini." Putri menunjuk salah satu dari gaun itu. "Tapi buat dengan warna biru muda dan buatkan juga sarung tangan yang cocok ya."

"Baiklah, Putri."

Pekerjaan Madam Grace pun selesai. Ia dan beberapa pekerjanya pun mengemasi barang-barang mereka dan bersiap untuk pulang. Putri ingin mengantar mereka keluar tapi ditahan oleh Carlisle. Pria itu berkata bahwa dia sendiri yang akan mengantarnya keluar. Jadi Putri pun mengalah dan tetap diam di dalam kamar.

"Padahal anda tidak perlu repot-repot mengantarkan kami," ujar Madam Grace.

"Tidak, saya harus. Karena ada hal lain yang harus saya mintakan," balas Carlisle dengan wajah datarnya.

"Dan apakah itu?" tanya Madam Grace. Ia penasaran hal apa yang akan Tuan Alvonheim ini akan mintakan padanya dengan wajah seserius itu.

"Buatkan saya pakaian dengan warna yang senada dengan milik Putri."

"Oh ...."


Waktu berlalu dengan sangat cepat. Tanpa dirasa besok sudah hari H acara. Mungkin karena gugup, Putri tidak bisa tertidur dengan cepat malam itu. Jadi ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitaran kediaman. Tapi setelah beberapa menit berjalan, Putri menemui titik penyesalaj karena dirinya kembali merasakan takut dengan suasana gelap disana meski sudah membawa lilin bersamanya. Jadi dengan perasaan cemas Putri pun mencari-cari ruangan yang dapat ia masuki.

Setelah ia menemukan sebuah ruangan yang tak di kunci, tanpa pikir panjang Putri pun langsung masuk. Namun tiba-tiba saja sebuah bilah pedang menyambutnya. Putri yang kaget pun menjatuhkan lilin yang ia bawa. Pedang itu berada tepat di depan lehernya. Membuat Putri harus berdiri tegak tanpa bergerak sedikitpun jika tak ingin lehernya terputus.

"Siapa yang beraninya masuk ke kamarku ...?" 

Suara berat dan dingin itu datang dari dalam kegelapan ruangan. Pemiliknya kemudian maju hingga mata kedua orang itu dapat saling melihat wajah masing-masing meski dalam kegelapan. Dan disaat itulah orang itu menyadari siapa seseorang yang sedang ia todongkan pedang saat ini.

"Putri??"

Itu suara Carlisle.

Ruangan yang semulanya gelap kini terang setelah Carlisle menghidupkan setiap lilin disana. Putri duduk di sofa selagi menunggu Carlisle menghidupkan lilin yang terakhir. Setelah semuanya hidup, pria itu pun duduk di depan Putri seraya menyilangkan kakinya. 

Putri menatap canggung Carlisle yang saat ini hanya mengenakan kemeja putih yang tidak terkancing seluruhnya. Hingga memperlihatkan sedikit dari dada bidangnya itu. Membuat Putri bingung harus melihat ke wajah tampannya atau ABS yang terpampang jelas.

When The Genius Woman Went to Another World [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang