16: Jalan-jalan

60 38 7
                                    

***

Suara sepatu bersahut-sahutan menggema di lorong kediaman. Pemiliknya adalah seorang pria berambut putih yang mengenakan setelan mewah berwarna biru gelap. Dan seorang wanita berambut hitam yang mengenakan gaun hijau tua berbalut hiasan permata. Mereka berjalan dengan pria itu yang memimpin jalan. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka telah sampai di tujuan. Yaitu ruang kerja pria berambut putih itu, Carlisle.   

Dia membuka pintu kayu mengkilap di depannya hingga mengeluarkan suara khas. Tanpa mempersilahkan wanita di belakangnya itu masuk, ia langsung berjalan menuju meja kerjanya di ujung ruangan. Tampak Carlisle yang membuka laci mejanya dan mengambil sebuah amplop dari dalam sana. Kemudian ia memberikan amplop itu pada Putri yang kini sudah berdiri tepat di sisi lain meja kerja.

"Apa ini?" tanya Putri bingung. Dia hanya diberitahu untuk mengikuti Carlisle saja ke ruangannya. Pria itu tidak mengatakan apapun tentang alasannya bahkan selama diperjalanan tadi.

"Itu surat undangan dari kerajaan. Minggu depan adalah ulang tahun kerajaan, jadi sudah sepatutnya untuk dirimu yang merupakan putri dari Kerajaan Elister untuk hadir," jelas Carlisle seraya duduk di kursi kerjanya, menyilangkan tangan di depan dada.

Putri yang mendengar itu seketika membulatkan matanya. "Berarti pernyataan saya waktu itu dipercaya??" tanya Putri dengan tersenyum lebar.

"Dunia ini luas. Bukan hal yang aneh jika suatu waktu muncul sebuah kerajaan seperti negaramu itu. Lagi pula meski negara itu terbukti tidak ada pun anda tetap harus hadir karena sudah turut andil dalam penangkapan sebuah sindikat perdagangan budak tempo hari," jelas Carlisle panjang tanpa menatap kearah Putri.

Sorot mata Putri seketika berbinar ketika mendengar penjelasan dari Carlisle. Ia mengambil amplop itu dan menatapnya dengan tersenyum lebar. Carlisle yang mendapati reaksi Putri itu seketika terdiam. Ia berpikir itu adalah reaksi yang cukup lucu untuk ditunjukkan oleh wanita bar-bar sepertinya.

"Apa yang akan anda lakukan setelah ini?" tanya Carlisle tiba-tiba membuat dirinya sendiri bahkan bingung kenapa menanyakan itu.

"Hari ini saya sudah berencana untuk pergi jalan-jalan di kota, dipandu dengan Tuan Muda Julian," jawab Putri kemudian tersenyum dengan menampakkan gigi putihnya yang berderet rapi. 

Ia sungguh tampak sangat menantikan sesi jalan-jalan itu. Membuat Carlisle tanpa sadar melukiskan senyum tipis pada wajah tampannya. Carlisle yang sadar akan perilaku yang tidak seperti dirinya itu kemudian dengan cepat menghilangkan senyum dari wajahnya.

"Ekhm! Berhati-hatilah selama di kota. Jalan lupa untuk membawa pengawal bersama kalian," ucap Carlisle seraya berusaha membuat suaranya senatural mungkin.

"Uhm! Terimakasih tuan." Putri mengiyakan ucapan Carlisle dengan tersenyum lembut. Membuat jantung pria di depannya itu berdegup cepat untuk sepersekian detik dan membuatnya keheranan sendiri.

"Kalau begitu saya permisi," pamit Putri seraya sedikit membungkukkan badannya.

Wanita itu kemudian berjalan menuju pintu keluar. Carlisle masih setia memandang punggungnya hanya untuk memastikan bahwa ia benar-benar pergi. Namun kemudian terlihat Putri yang menghentikan langkahnya ketika tangannya sudah menyentuh gagang pintu. Carlisle bertanya-tanya apakah masih ada yang ingin dikatakan olehnya.

Putri kemudian menolehkan kepalanya perlahan. Ia menatap pria di ujung ruangan itu dengan mata hitam pekatnya yang sedikit menyipit. Terlihat pipinya sedikit merona yang Carlisle bingung karena apa.

"Anda mungkin lupa tapi saya benar-benar suka dengan anda. Bukan suka sesaat yang hanya karena paras tampan anda, tapi suka yang sesungguhnya. Jadi saya tidak akan menyerah sampai anda menerima lamaran saya!" pekik Putri mengutarakan seluruh perasaannya kemudian pergi dengan membanting pintu. Meninggalkan Carlisle yang membeku di tempat. Dan tanpa sepengetahuan Putri, sudut pipi pria itu tampak sediki memerah.

When The Genius Woman Went to Another World [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang