•••••••••
°°°°°°°Angin berhembus, ranting-ranting pohon cemara menjatuhkan salju yang bertengger. Hanya ada suara gemuruh awan serta kabut remang-remang di depan sana.
Sambil bergurau di atas kereta seluncur, sesekali mereka bertujuh memperhatikan sekitar. Setelah kejadian kurang mengenakan satu jam yang lalu, ke-tujuhnya sedikit putus asa ketika melihat kereta seluncur yang sudah remuk. Akan tetapi, entah keberuntungan dari mana, kendaraan itu kembali berfungsi setelah dimaki dan diinjak-injak oleh Adel.
Alasannya sederhana, Adel marah hanya karena tidak bisa merasakan kesenangan lagi. Dan sekarang, mereka sedang dalam perjalanan ke tempat orang yang bisa menyembuhkan Chika, yaitu di gunung Selatara.
Ashel yang bertugas memegang peta, memberi arahan ke Gita saat akan melewati jalanan bercabang. Setelah berbelok ke kanan, gadis es itu sedikit menambah kecepatan kereta seluncur.
"Gantian dong, Shel. Daritadi kamu terus yang pegang peta, aku kan juga pengen," Ashel menoleh ke Adel yang memohon ke dirinya.
"Nggak." dengan tegas, dia menolak permintaan gadis itu.
Adel kembali duduk di kabin penumpang, memeluk Flora dan menggerutu tidak jelas.
"Apa kita masih jauh ke tempat dokter itu, kak?" Zee yang ada di belakang Gita, bertanya.
"Harusnya udah dekat, habis belokan tadi, kita masuk ke kawasan gunung Selatara," Gita menjawab, memindahkan gigi kereta seluncur, dan menginjak gasnya untuk menambah kecepatan lagi.
Wush
"Hah?!"Semuanya tercekat, setelah melaju sekitar tiga puluh menit, mereka dikejutkan dengan pemandangan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Hanya ada suara gesekan kereta seluncur dengan salju yang mereka dengar. Selebihnya, hampa.
Gemuruh awan dan angin yang saling bertabrakan tiba-tiba hilang entah kemana di saat mereka melewati kabut tebal. Gita memperlambat laju kereta seluncur, Zee berdiri waspada melihat sekitarnya.
"Apa kita udah sampai, kak?" tanpa melihat Gita, Zee bertanya.
"Iya, mungkin." Gita menjawab, sedikit ragu.
Beberapa lereng salju berdiri dengan gagah di depan mereka, tidak ada pohon cemara, tidak ada kabut, tidak ada tanda kehidupan di tempat tersebut. Hawa dingin mulai menusuk kulit mereka, Chika seketika pingsan di dekapan Christy.
"Kak Chika!" Christy berseru. Gita, Zee, dan Ashel, segera membuka jaketnya untuk menghangatkan gadis api itu.
Ashel melompat ke kabin penumpang, memeriksa kondisi Chika, dia mendesis pelan dan melihat Christy yang menatapnya, cemas.
Gita memberhentikan laju kereta seluncur, dan pindah ke kabin penumpang untuk melihat keadaan Chika.
"Jelasin kondisinya, tanpa kamu kurangi!" Gita sedikit menyentak Ashel, karena dia khawatir dengan keadaan Chika.
Ashel tersadar, mengatur napas. "Suhu badan kak Chika nggak stabil, kadang panas, kadang dingin, di bagian paru-paru dan jantung, kerasa hangat. Tapi, saluran udara dari paru-parunya agak ... agak ..." dia ragu.
"Bilang aja!" Christy membentak Ashel, manik gadis petir itu sudah dipenuhi oleh air mata.
"Agak tersumbat. Karena ada sesuatu yang masuk lewat hidungnya, semacam butiran salju yang perlahan membeku di bagian trakea sama bronkus buat jalur penghubung antara tenggorokan dan paru-paru," Ashel menjelaskan keraguannya tadi, dan mendapatkan reaksi terkejut tidak percaya dari teman-temannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/352627127-288-k801477.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Protector of Snaga
RandomPara remaja yang dipanggil ke dunia bernama Snaga, untuk mewarisi kekuatan sebagai pelindung tempat tersebut. Voting dan komen cerita ini kalau kalian suka atau penasaran. Diikuti juga boleh, jika kalian berkenan, hehe ... Sudahlah, itu saja. Tik...