"Alhamdulillah sampai." Ucap Junaedi sembari membuka seat belt yang ia kenakan. "Ayo pada turun." Ajaknya kemudian.
"Ayo Hanin." Nur menggandeng menantunya itu. Hanin tersenyum sembari mengangguk.
Sebenarnya rumah yang hendak ia masuki itu tidak asing bagi Hanin. Malah belakangan ini tepatnya semenjak Fardan tiada, ia sering bertamu untuk berbagi cerita dengan Nur. Tapi tidak seperti biasa, kali ini ada rasa canggung yang menyergap.
"Ehh..." Hanin baru menyadari kopernya tadi ia tinggal begitu saja di bagasi mobil, sehingga kini tengah dibawa masuk oleh Rafa.
"Nggak apa-apa." Ujar Rafa tanpa menyerahkan koper itu meski bahasa tubuh Hanin meminta kopernya pada Rafa. "Ke kamar atas?" Tanya Rafa kemudian pada kedua orangtuanya.
"Ya iya, emang kamar mana lagi?!" Sahut Junaedi.
"Aku di kamar tamu aja." Hanin buka suara.
"Heh?!" Baik Rafa, Junaedi dan Nur tiba-tiba mengernyitkan kening.
"Di atas aja, di kamar Rafa." Tutur Junaedi kemudian. "Udah boleh kok, Nin." Tambahnya sembari tersenyum lebar.
"A, ajakin Hanin istirahat." Titah Nur kemudian.
"Iya." Mendadak Rafa salah tingkah. "Yuk?!" Ajaknya kemudian.
"Ayo sana." Timpal Junaedi yang sepertinya sangat senang menggoda anak-anaknya saat ini.
"Iya." Angguk Hanin sedikit meringis.
Rumah Junaedi memang tidak terlalu besar. Rumah itu terdiri dari dua lantai. Lantai atas hanya ada ruang santai dan kamar Rafa. Sedang kamar Junaedi dan Nur ada di lantai dasar.
"Masuk." Rafa mempersilakan sembari membuka pintu kamarnya lebar-lebar.
"Iya."
"Kamu istirahat aja di sini. Kalau kamu nggak nyaman, nanti biar aku yang tidur di luar." Ujar Rafa yang cukup terganggu dengan ucapan Hanin tadi yang hendak beristirahat di kamar tamu.
"Jangan." Hanin menggeleng. Rafa sontak menatap Hanin. "Kamu di sini aja. Ini kan kamar kamu. Aku nyaman kok. Maaf ya jadi ngerepotin kamu."
"Ngerepotin apa? Nggak ada yang ngerepotin perasaan." Ujar Rafa sembari bersyukur tadi siang sempat rapi-rapi kamarnya sebelum berangkat ke rumah Tedi.
Bukan rajin, hanya sebagai pelampiasan atas perasaannya yang tidak karuan. Siapa sangka keadaan berbalik 180 derajat dalam waktu hitungan jam.
"Hmm... Lemari sebelah sini kosong. Bisa kamu isi." Ujar Rafa. Sekedar informasi lemari Rafa memang terbilang besar bagi Hanin. Terdiri dari empat pintu dengan konsep menempel pada dinding.
"I-ya." Angguk Hanin.
"Mau dibantuin?" Tanya Rafa kemudian.
"Besok aja kayaknya aku rapiin sendiri." Tolak Hanin tidak enak hati jika harus dibantu Rafa. Selain itu ia malu jika Rafa tahu isi kopernya secara keseluruhan.
"Ohh ya udah."
"Raf, itu kamar mandi?"
"Iya. Mau mandi?" Tanya Rafa kemudian yang langsung diangguki Hanin. Rafa pun beranjak ke arah yang ditunjuk Hanin tadi, membuka pintu setelah sebelumnya menekan saklar lampu. Hanin pun segera masuk.
Duuuh ini gimana? Rafa ngorbanin diri atau dipaksa buat gantiin Azam sih tadi? Terus aku harus gimana sekarang? Ada adegan dewasa nggak sih malam ini? Ehh.... Hanin mendadak ingat ancaman Azam. Seketika ia menelan saliva.
Saat Hanin keluar dari kamar mandi yang ada di sudut kamar tidur, ia mendapati kamar Rafa tersebut kini dalam keadaan kosong. Dahi Hanin seketika berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Muda
RomanceIstri lebih muda itu biasa. Suami lebih muda? Sekuel cerita, Iparku Mantanku... Happy Reading ❤️