SM 2

1K 31 0
                                    

"Ciee yang mau ketemu sang Arjuna." Goda Citra saat menelepon Freya.

"Apa sih?!"

"Deg-degan nggak?"

"Jujur atau bohong?"

"Jujurlah."

"Lumayan."

"Hahahaha..." Citra tergelak. "Salam ke si Rafa. Tolong tanyain ke dia, kata aku kapan bestie aku ini bakal dia tembak. Terus jangan jadian diem-diem ya kalian. Wajib bayar pajak jadian."

"Iyaaa..." Cengir Freya. "Ya udah ahh, aku mau berangkat dulu."

"Hati-hati."

"Oke, makasih bestie."

***

Rafa baru saja sampai di kampusnya. Beruntung ada tol Bocimi, membuat perjalanan terasa ringkas. Sepanjang perjalanan tadi hatinya pun berbunga-bunga. bagaimana tidak, pagi ini tiba-tiba ia mempunyai kesempatan mengecup perempuan yang berhasil mencuri hatinya semenjak beberapa tahun lalu, tepatnya saat kelulusan dan pelepasan Hanin waktu itu dari SMA Tunas muda. Di mana hari itu ia diminta mengantarkan obat Junaedi yang memang tengah kurang sehat.

Rafa waktu itu baru beranjak remaja. Ia mendadak jatuh hati pada sosok Hanin. Supel, itu yang Rafa nilai dari sosok Hanin. Dan tidak ada yang bisa mengalahkan Hanin di mata Rafa.

Pernah satu waktu Rafa mencoba mengubur rasanya terlebih tiba-tiba ia sering melihat Hanin bersama laki-laki yang tidak lain Azam. Seperti waktu itu, saat dirinya menghabiskan waktu santai di kafe tiba-tiba ia melihat Hanin dan Azam juga berada di kafe tersebut. Berbincang akrab bahkan Azam sampai merangkul Hanin mesra.

Tapi usaha Rafa tidak seratus persen berhasil. Buktinya meski sempat terkikis, toh rasa itu tumbuh lagi dan tumbuh lagi. Terlebih semenjak Azam sudah menikah, lalu Fardan tiada, ia merasa peluangnya terbuka lebar. Sayang undangan digital Hanin pada Junaedi dan Nur menyadarkan dirinya untuk tidak terlalu berharap.

Tapi ternyata semesta berusaha mewujudkan harapannya bersama Hanin. Karena jelang akad, tiba-tiba dirinya yang duduk di depan penghulu, bukan yang lain.

Rafa pun keluar dari mobil dengan penuh semangat. Semangat mengusahakan masa depan yang baik untuk dirinya, Hanin dan anak-anaknya nanti.

***

Hanin yang masih cuti itu pun kini tengah merapikan baju dari dalam koper ke lemari pakaian Rafa. Benar saja satu pintu memang kosong sehingga Hanin bisa leluasa menyimpan pakaiannya di sana.

"Hanin?!" Sapa Nur dari celah pintu kamar Rafa yang sedikit terbuka saat ini.

"Ehh Ibu."

"Boleh Mama masuk?" Tanya Nur yang kini memanggil dirinya dengan sebutan Mama bukan Ibu lagi.

"Bo-leh." Hanin mendadak tergagap mendengar Nur memakai panggilan Mama bukan Ibu seperti biasa.

"Lagi apa?" Tanya Nur sembari ikut duduk di atas karpet seperti Hanin.

"Beresin baju." Hani menjawab dengan tangan terus melipat pakaiannya. Tapi tatapnya ia arahkan pada ibu dari Rafa itu.

"Semoga kamu betah ya tinggal di sini." Harap Nur.

"Bu...." Cicit Hanin tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Maaf ya Hanin jadi repotin Ibu, Bapak terutama Rafa." Kening Nur mengernyit. "Hmmm...." Hanin kehilangan kata-kata. Bingung harus bicara apa dan mulai dari mana.

"Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Mama dan Papa senang kamu ada di sini, tinggal di sini, jadi anak mantu kami berdua. Rafa juga, dia pasti seneng banget." Tutur Nur. "Maunya dia malah." Tekan Nur.

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang