"Nih tempat tidurnya model gini." Ujar Rafa sembari menunjukkan tempat tidur yang ada di kamar tersebut.
"Ohh..." Hanin geli sendiri, salah mengartikan maksud ucapan Rafa. Karena ketika masuk kamar, ia langsung dibuat salah tingkah oleh Rafa yang tiba-tiba membuka kaos sehingga ia tidak memperhatikan betul isi kamar tersebut. "Terserah, bebas."
"Ya udah kalau gitu kamu di atas aja. Biar aku yang di bawah." Putus Rafa sembari menarik bagian bawah tempat tidur sorong itu.
"Oke."
Keduanya pun beranjak naik ke atas tempat tidur. Mereka kini tengah asyik menatap langit-langit kamar. Hening hanya deru nafas mereka yang terdengar saling bersahutan, pelan.
Rafa baru saja hendak memejamkan mata saat ponsel Hanin yang belum disilent itu berdering. Tidak keras tapi cukup membuat Rafa tahu ada yang menghubungi istrinya itu selarut ini. Keningnya pun mengernyit.
Hanin langsung menelan saliva mengetahui siapa yang menghubunginya. Panggilan video dari nomor Tika. Diangkat tidak enak pada Rafa, karena ia berpikir Rafa sudah tidur dan takut mengganggu tidur suaminya itu. Tidak diangkat pun, ia tidak enak pada Tika.
"Siapa?" Tanya Rafa tiba-tiba membuat Hanin tersentak.
"Ehh..."
"Angkat siapa tau penting." Titah Rafa sembari bangun dari posisi tidurnya.
"I-ya." Angguk Hanin yang ikut duduk sila di atas tempat tidur. "Halo."
"Hanin maaf Papa ganggu kamu malam-malam." Tutur Ari yang berhasil membuat kening Rafa mengernyitkan. "Kamu bisa ke sini nggak? Ini Mama dari tadi ngigau nama kamu terus. Kangen kamu kayaknya."
"Ma-ma kenapa?" Gagap Hanin karena tatap Rafa mengintai.
"Mama sakit. Papa bawa aja ke rumah sakit. Kamu ke sini ya? Kasian Mama."
"Maaf, Pa. Hanin lagi nggak di Sukabumi."
"Kamu di mana?"
"Hanin lagi di luar kota."
"Pulang kapan?"
"Lusa kayaknya."
"Ohh iya maaf ya, Papa ganggu kamu malam-malam. Nanti kalau kamu udah di Sukabumi lagi, kalau ada waktu mampir ya ke rumah. Temuin Mama sebentar juga nggak apa-apa." Ujar Ari penuh harap.
"I-ya, Pa." Angguk Hanin terbata. Beruntung video call Ari tidak berlangsung lama.
Rafa yang sudah tidak nyaman semenjak tadi itu pun memutuskan beranjak turun dari tempat tidur dan langsung keluar kamar. Rafa memilih berbaring di sofa yang ada di unit apartemen tersebut. Baginya itu lebih baik daripada di kamar. Emosinya mendadak naik saat tahu Hanin sudah sedekat itu dengan keluarga Azam.
Papa... Mama.... Ckckckck, decak Rafa tidak suka.
Rafa mencoba memejamkan mata sembari memakai airpod. Tentu saja lantunan musik relaksasi diharapkan membuat hatinya sedikit tenang. Karena mata terpejam dan kedua telinga yang tertutup alat, Rafa tidak sadar Nur sempat keluar kamar untuk buang air kecil.
"Pa...." Ujar Nur sewot.
"Kenapa, Ma?"
"Rafa tidur di sofa." Lapor Nur sekembalinya ke kamar.
"Heh?!"
"Jangan-jangan kemarin juga makanya nggak gituan emang pisah ranjang. Bisa jadi Rafa tidur di ruang santai." Tuding Nur.
"Ya maklumi aja. Kalau boleh dibilang mereka itu kan ibaratnya dijodohkan. Dijodohkan sama kondisi. Awal aja gitu, ntar juga nggak." Tutur Junaedi mencoba bijak.
"Mama takut." Ujar Nur tiba-tiba.
"Takut apa?"
"Cinta Rafa bertepuk sebelah tangan." Nur menjawab. "Tau gini Mama nggak akan izinin Rafa nikah sama Hanin. Biar jelas."
"Ma...." Junaedi menggeleng.
Sedang Hanin semenjak tadi terus menatap ke arah pintu kamar. Sudah hampir setengah jam Rafa belum kembali juga.
Ke kamar mandi kok lama amat?! batinnya
Hanin memang mengira Rafa ke kamar mandi untuk buang air. Karena terlalu lama, Hanin lalu memutuskan beranjak turun untuk mengecek.
Saat pintu kamar terbuka Hanin langsung membulatkan mata mendapati Rafa tidur di sofa. Ia geleng-geleng kepala lalu menghampiri. Melihat Rafa terpejam dan telinga tertutup airpod, Hanin pun mencoba membangunkan Rafa dengan mengelus lengan laki-laki itu. Rafa terperanjat.
"Kok tidur di sini?" Tanya Hanin sesaat setelah Rafa membuka mata secara sempurna dan melepas airpod yang ia pakai. "Di kamar yuk?" Ajak Hanin.
"Aku di sini aja."
"Ihh di kamar, pegal-pegal nanti kalau di sini."
"Nggak apa-apa."
Hanin mengernyitkan kening. Ia merasa mood Rafa sedang tidak baik-baik aja
Dia kenapa? Perasaan tadi biasa aja.
"Ayo ahh..." Hanin menarik Rafa. Rafa menghela nafas kasar. Tapi diikuti juga maunya Hanin. Ia beranjak masuk ke kamar sembari terus dituntun Hanin.
Hanin membuka pintu lalu memberi kode agar Rafa yang menutup pintu. Rafa pun kini tengah mengunci pintu tersebut saat Hanin tiba-tiba melepaskan genggaman tangannya dan berhambur ke atas tempat tidur yang semula ditempati Rafa.
"Aku di sini. Kamu di atas." Ujar Hanin sembari menepuk tempat tidur yang tengah ia duduki.
"Heh?!" Kening Rafa mengernyit. "Udah kamu aja di atas kayak tadi." Ujar Rafa kemudian.
"Nggak mau. Kamu aja."
"Ehh.... Aku di sini. Kamu di atas." Ujar Rafa lagi sembari berbaring begitu saja.
"Nggak mau." Timpal Hanin yang ikut berbaring dan menyebabkan Rafa hampir jatuh saking sempitnya tempat tidur tersebut. Seketika Hanin meraih lengan Rafa, menahan agar suaminya itu tidak jatuh. Begitu pun Rafa, refleks dia mencengkram lengan Hanin. Kini keduanya tidur menyamping saling berhadapan dengan jarak sangat rapat.
Tatap mereka bertemu, nafas mereka pun saling sapa. Degup jantung mulai merangkak naik kecepatannya.
Diem Hanin. Diem. Kita liat apa yang bakal dia lakuin. Berani atau nggak? Batin Hanin yang seolah ingin menantang Rafa.
"Mau tidur berdua?" Tanya Rafa pelan.
"Nggak. Sempit. Kasian kamu." Jawab Hanin sama pelannya seperti Rafa. "Ya udah deh aku naik ke atas." Jawab Hanin mencoba mengalah dari perdebatan tempat tidur.
"Hanin.." Tahan Rafa.
"Iya?!" Hanin menoleh ke arah Rafa yang tengah berbaring itu.
"Dulu berapa lama sama dia?"
"Maksudnya?"
"Dulu hubungan berapa tahun sama si A Azam?" Rafa memperjelas pertanyaannya sembari merubah posisi dari berbaring menjadi duduk menghadap Hanin.
"Dari kuliah."
"Ohh pantes." Rafa manggut-manggut. "Udah deket banget kayaknya ya sama keluarga dia?!" Ujar Rafa begitu saja.
Ini.... Rafa bete gara-gara video call tadi?! Heh? Serius? Hanin merasa amazing sendiri. Lucu ya dulu Azam yang bete gara-gara keluarga Rafa ehh sekarang Rafa yang bete gara-gara keluarga Azam.
"Good night." Ucap Hanin sembari mengecup pipi kanan Rafa secara tiba-tiba, memutuskan untuk tidak merespon perkataan Rafa barusan.
Sontak apa yang Hanin lakukan membuat Rafa terkesiap. Meski sempat terkejut karena tidak menyangka akan mendapat kecupan dari Hanin, Rafa tetap spontan menahan lengan Hanin. Tidak ingin melewatkan begitu saja, ditariknya tengkuk Hanin lalu diarahkan ke arah wajahnya agar bibir mereka bisa bertemu. Sebuah kecupan mengawali sebuah ciuman lembut Rafa pada Hanin malam ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Muda
RomantizmIstri lebih muda itu biasa. Suami lebih muda? Sekuel cerita, Iparku Mantanku... Happy Reading ❤️