SM 17

499 38 9
                                    

Rafa tiba-tiba menguncir rambut bagian depannya agar tidak mengganggu dirinya saat perfomance. Maklum ia belum sempat pangkas rambut. Tadinya ia hendak memakai topi tapi karena topinya diberikan pada Hanin, ia pun memilih tampil dengan rambut terkuncir.

Melihat penampilan lain dari Rafa semua mata tertuju ke atas panggung, termasuk Hanin juga Junaedi yang menghampiri Hanin kembali. Junaedi kembali untuk memastikan putranya tidak membawakan lagu-lagu yang aneh.

Rafa pun mulai bermain, sontak mengundang sorak histeris terutama dari kaum hawa yang rata-rata adik kelas Rafa dulu. Hanin meringis. Tampak jelas kepopuleran Rafa yang tidak main-main.

"I don't need your wings to fly..." Seru MC saat Rafa selesai tampil.

"Yes... Tapi aku butuh istriku untuk terbang." Sahut Rafa yang langsung disoraki kembali secara histeris.

"Uiih dalam. Thanks ya, Raf." Rafa mengangguk lalu turun dari atas panggung menghampiri Hanin juga Junaedi.

"Pa, kita pulang duluan ya?" Pamit Rafa.

"Acaranya kan belum beres?!" Ujar Junaedi menyahuti putranya itu.

"Kita percayakan ke Papa aja." Sahut Rafa asal.

"Ehh?!" Rafa nyengir sedang Hanin tersenyum melihat ekspresi Junaedi. "Ya udah sana. Hati-hati."

"Siap." Sahut Rafa yang langsung merangkul Hanin berlalu diikuti tatap Freya, Citra dan Fatih.

"Mau cerita dulu apa mau ke rumah ayah dulu?" Tanya Rafa saat mereka baru saja masuk ke dalam mobil.

"Ke rumah Ayahnya sama Aa?"

"Iya. Kalau sendiri, maaf aku nggak izinin kecuali nggak lagi hari libur gini." Jawab Rafa yang takut Hanin bertemu Azam di rumah mertuanya itu. Hanin menelan saliva lalu ia tampak berpikir sejenak.

"Aku mau cerita aja dulu." Putus Hanin.

"Boleh. Mau cerita di mana?"

"Di tempat yang sepi. Yang kira-kira  nggak bakal ada orang yang denger." Ujar Hanin menjawab pertanyaan Rafa. Rafa terdiam sejenak sebelum akhirnya ia menyalakan mesin lalu melajukan kendaraannya.

Mobil Rafa terus membelah jalanan kota Sukabumi sampai akhirnya tiba di perbatasan kota. Hanin mengerutkan kening.

"Ehh kita..."

"Katanya mau ngomong tanpa gangguan?" Potong Rafa.

"Iya." Angguk Hanin tanpa banyak protes lagi.

"Yuk, turun." Ajak Rafa saat mobil yang ia kendarai sampai di area parkir objek wisata di daerah Sukabumi Utara. Hanin mengangguk sekilas lalu membuka pintu mobil dan segera turun dari mobil suaminya. "Ada apa?" Tanya Rafa sembari mulai berjalan meninggalkan area parkir menuju sebuah gazebo yang terletak tidak jauh dari posisi mereka saat ini.

"Kayaknya ayah pengen kita pisah." Ujar Hanin pelan.

"Heh?! Alasannya?" Rafa tercekat. Hanin bergeming. "Neng?!"

"Hmmmm....." Hanin bingung menjawab.

"Karena aku lebih muda dari kamu?" Tembak Rafa. Hanin mengatur nafas sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Rafa.

"Kurang lebih." Jawab Hanin ragu.

"Terus?"

"Aku nggak tau karena waktu itu aku langsung pergi." Rafa menarik nafas panjang. "A...."

"Kita ke rumah ayah yuk?! Biar aku ngomong ke ayah langsung." Rafa yang baru duduk itu segera bangkit dan siap menarik Hanin pergi.

"A..." Hanin menggeleng.

"Neng, ini masalah serius."

"Nanti aku coba ngomong pelan-pelan ke Ayah kalau sikonnya udah agak dingin." Cegah Hanin. Rafa terdiam ia lalu kembali duduk di samping Hanin.

"Neng?!" Lirih Rafa setelah beberapa saat sembari melirik Hanin lalu menatapnya lekat.

"Iya."

"Kalau kamu disuruh milih, kamu bakal milih orangtua kamu atau aku?" Tanya Rafa serius.

"Heh?!" Hanin tercekat.

"Bukan nggak mungkin suatu saat kamu disodorkan pilihan itu kan sama orangtua kamu?" Tanya Rafa dengan nada suara memberat.

"A...."

"Kalau Ayah sama Ibu maksa kamu ninggalin aku, apa kamu bakal ikutin maunya mereka?" Cerca Rafa, Hanin terdiam.

***

"Gimana katanya, Pak?" Tanya Sri, istri Trisna.

"Nggak tau."

"Lho kok nggak tau?"

"Haninnya lagi sibuk jadi Tedi sama istrinya belum sempet ngomong lagi sama Hanin."

"Yaa padahal Akmal udah seneng tahu Hanin mau disuruh cerai."

"Kalau cerai mah pasti, tapi mungkin nggak cepet-cepet." Tekan Trisna.

"Iya dan abis itu kita langsung jodohin sama Akmal ya?! Lumayan, Pak. Kalau Hanin jadi sama Akmal, kita bakal kecipratan harta Akmal."

"Coba bilang dari awal, Bapak bantu ngomong ke Tedi." Timpal Trisna.

"Yaaa nggak pede katanya."

"Ahh nggak pede kenapa? Juragan tanah, apa yang bikin nggak pede."

"Yaa kondisi fisik mungkin yang bikin dia nggak pede deketin Hanin."

***

"Anak-anak lagi pada istirahat?" Tanya Junaedi sesampainya di rumah.

"Belum pada pulang."

"Lho?! Tadi pamit pulang duluan kok?!"

"Pada ke mana dulu ya? Main dulu kali." Ujar Nur.

"Iya kali ya." Sahut Junaedi.

"Atau mampir dulu ke warkop mereka."

"Ohh iya."

***

"A, pulang yuk?! Udah sore." Hanin menepuk lengan Rafa pelan. Rafa yang semenjak tadi berbaring di gazebo dengan wajah ditutupi lengannya itu bergeming. "A..." Hanin berusaha menarik lengan Rafa.

Hanin menelan saliva saat kini ia melihat mata Rafa memerah dan agak berembun. Rafa tidak menyahut tapi ia segera beranjak sembari memijat ujung hidungnya.

Dia nangis?! Batin Hanin.

Sepanjang perjalanan Rafa tampak diam. Fokus mengendarai kendaraan roda empat hadiah dari Junaedi saat dirinya dinyatakan lulus SMA. Hanin diam-diam melirik suaminya itu.

"A...."

"Hmm." Sahut Rafa tanpa menoleh seperti biasa. Kini tatapnya tetap lurus ke depan.

Cup. Hanin meraih lalu mengecup punggung telapak tangan kiri Rafa yang baru saja selesai memindahkan persneling. Rafa baru menoleh.

"Aku sayang kamu." Bisik Hanin.

"Apalagi aku, Neng." Timpal Rafa sembari mengelus sekilas puncak kepala Hanin. "Neng..." Panggil Rafa kemudian.

"Iya."

"Semoga ayah nggak serius buat misahin kita ya?!" Harap Rafa. Hanin terdiam. "Kalaupun Ayah serius, izinin aku mempertahankan kamu." Ujar Rafa pelan nyaris tak bersuara. Hanin kehilangan kata, ia hanya bisa mengangguk.

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang