SM 20

856 42 6
                                    

"Hanin udah boleh pulang, Pa?" Tanya Nur sembari menyambut kepulangan Junaedi. Ya beberapa belas menit yang lalu, Junaedi menelepon dirinya dan mengabarkan menantu mereka diperbolehkan pulang hari ini.

"Kata Rafa sih gitu." Jawab Junaedi. "Ayo kita ke rumah sakit, urus administrasinya." Ujarnya kemudian.

"Iya, ayo." Angguk Nur. "Oya, Hanin jadi ikut Rafa?" Tanyanya kemudian.

"Iya, jadi." Jawab Junaedi. "Biarin, lagi pengen deket suami mungkin."

"Tapi nanti pas Rafa kuliah, dia sendiri dong?! Kan kalau di sini minimal ada Mama sama Siti yang nemenin."

"Beda ditemenin Mama sama Rafa mah. Udah Mama nemenin Papa aja ya?! Percayain Hanin sama Rafa."

"Iya deh iya. Ya udah ayo keburu siang banget, kasian anak-anak." Nur mengalah meski sebenarnya ia ingin Hanin di Sukabumi saja, biar dia yang memantau dan menjaga.

"Ayo."

Junaedi memang sengaja menjemput Nur ke rumah sebelum ke rumah sakit. Itu sebagai bentuk agar Hanin merasa disupport orang-orang terdekatnya.

"Administrasi udah beres. Kalian mau langsung ke Jakarta?" Tanya Junaedi sekembalinya dari kasir rawat inap.

"Hmmm..." Rafa bingung menjawab.

"Iya." Angguk Hanin pelan, sontak membuat Rafa melirik istrinya. Memastikan sesuatu.

"Ya boleh. Kebetulan apartemennya juga udah siap." Sahut Junaedi. "A, di tempat yang kemarin kita nginep tapi kali ini Papa sewa yang tipe studio." Junaedi menginfokan apartemen yang bisa ditinggali Rafa dan Hanin.

"Iya, Pa. Makasih banyak." Ucap Rafa juga Hanin.

"Sama-sama." Sahut Junaedi sembari menepuk pundak putranya. "Ya udah, ayo." Ajaknya kemudian.

Mereka berempat beranjak meninggalkan rumah sakit menuju rumah Junaedi. Di rumah, Hanin segera berkemas dibantu Rafa. Tidak banyak yang ia bawa hanya beberapa pakaian ganti dan skincare yang biasa ia gunakan.

"A, jaga Hanin." Pesan Nur.

"Siap, Ma."

"Hanin kalau ada apa-apa langsung ngomong. Mau ke Rafa boleh, ke Mama juga boleh." Kini Nur memberi pesan pada Hanin, menantunya.

"Iya, Ma." Angguk Hanin sembari mengulas senyum tipis.

"Kalau kesepian pas Rafa kuliah, telepon Mama aja." Ujar Nur. "Jangan dulu jalan-jalan sendiri ya, minta anter Rafa pokoknya kamu bedrest dulu." Sambungnya.

"Iya." Kembali Hanin mengangguk, tanda ia mengerti.

"Ini pegangan buat kamu." Junaedi menyerahkan amplop pada Hanin.

"Nggak usah, Pa." Sontak Hanin menolak pasalnya belum waktunya ia mendapat uang saku lagi dari mertuanya itu.

"Pegang aja. Sengaja Papa nggak transfer kayak kemarin biar kamu ada pegangan uang cash." Papar Junaedi. "Ayo ambil." Hanin serba salah. Tapi mendengar Rafa berbisik akhirnya ia menerima.

"Ambil aja. Papa lebih seneng kita terima daripada ditolak." Bisik Rafa. Hanin mengangguk sembari mengambil amplop itu dengan gerakan slow motion.

"Makasih, Pa." Ucap Hanin tidak enak hati.

"Sama-sama."

"Makasih, Pa." Timpal Rafa tidak mau kalah.

"Sama-sama. Ya udah sana. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut, pelan aja yang penting sampai dan selamat sampai tujuan." Junaedi memberi pesan panjang lebar pada keduanya.

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang