SM 19

481 27 4
                                    

SM 18 tayang di KK ya
Cek tautan link di profil aku paling atas.

Happy Reading ❤️

***

Tedi tidak banyak bicara. Entah kehilangan kata atau terlalu banyak kata namun ia tidak sanggup mengeluarkannya saat ini. Begitu juga Ane. Bahkan sampai mereka pamit pun tidak banyak kata yang keluar dari orangtua Hanin itu.

Lain halnya dengan Azam, ia merasa ingin menyeret Rafa saat itu juga. Akan tetapi semenjak tadi Hanin tidak bisa lepas dari laki-laki itu. Azam pun menggeram, ikut pulang dengan yang lain.

Rencana Azam gagal total. Bukan hanya agenda pertemuan orangtuanya dengan orangtua Hana saja, akan tetapi juga agenda lain yang melibatkan Hanin.

Kok bisa sih, Han?! Azam frustasi mengingat semua itu.

Sedang Tika semenjak tadi terus saja mengadakan aksi diam. Lidahnya kelu, ia bagai tersambar petir.

"Ma..." Ujar Ari pelan sesampainya mereka di rumah.

Tidak ada respon apalagi sahutan. Ari menggelengkan kepala sembari membiarkan istrinya itu beranjak istirahat malam ini.

***

"A..." Lirih Hanin.

"Iya. Kenapa?" Sahut Rafa sembari terus menggenggam tangan Hanin.

"Kapan ke Jakarta lagi?"

"Belum tau." Jawab Rafa apa adanya. Jelas ia belum memikirkan itu, pikirannya masih dipenuhi kecemasan tiada tara akan kondisi sang istri.

"Boleh nggak aku ikut ke Jakarta sementara waktu?" Tanya Hanin pelan.

"Heh?!" Rafa terperangah.

Jujur saja Rafa bukannya tidak senang Hanin minta ikut. Akan tetapi Rafa bingung hendak tinggal di mana Hanin nanti. Jelas di tempat kostnya itu tidak bisa menampung Hanin.

"Boleh." Ujar Junaedi menimpali.

"Ehh..."

"Nanti Papa sewa apartemen untuk kalian selama Hanin tinggal di Jakarta." Tutur laki-laki yang usianya sudah setengah abad itu. "Rafa jagain Hanin yang bener di sana." Pesan Junaedi pada sang putra.

"Siap, Pa." Sahut Rafa mantap. "Makasih, Pa." Ucapnya kemudian yang langsung diangguki Junaedi dengan senyum terulas di bibir.

"Iya. Makasih, Pa. Maaf Hanin jadi ngerepotin." Timpal Hanin tidak enak hati.

"Nggak, kamu nggak ngerepotin. Udah jadi tanggung jawab Papa mencukupi kebutuhan kamu selama Rafa juga masih jadi tanggungan Papa. Pinta Papa kamu cepet sembuh, cepet pulih, nggak boleh sedih, nggak boleh banyak pikiran. Ada apa-apa minta ke Rafa, Papa atau juga Mama."

"Iya." Hanin mendadak terharu.

"Dan kamu, tetap fokus belajar. Jangan bikin Hanin kecewa." Pesan Junaedi. "Hanin nunggu kamu berhasil, dia bahkan mau temenin kamu dari nol."

"Bukan dari nol ya, Neng?! Dari minus kayaknya." Sahut Rafa nyengir.

Hanin tersenyum tipis. Sebenarnya ia tidak enak hati dengan mengutarakan permintaannya tadi, akan tetapi ia benar-benar tidak ingin jauh dari Rafa saat ini.

***

"Pak, jadi ke Sukabumi sama Akmal?"

"Jadi. Sekalian pelan-pelan ajak Akmal dekat dengan Tedi dan keluarganya." Trisna menjawab pertanyaan istrinya itu sembari terus bersiap.

"Iya, biar nggak terlalu canggung ya nanti." Sahut Sri.

"Iya."

"Bapak mau telepon siapa?"

"Tedi, mastiin." Sri mengangguk paham saat mendengar jawaban Trisna. Ia pun tidak bersuara lagi melainkan menyimak.

"Iya, Kang." Sapa Tedi saat panggilan Trisna terhubung.

"Ted, hari ini sibuk nggak?"

"Ada apa, Kang?" Bukannya menjawab, Tedi malah balik bertanya.

"Nanti sore Akang mau ke rumah kamu sama Akmal."

"Akmal?" Ulang Tedi. Merasa asing dengan nama itu.

"Iya, putra almarhum Pak Mustafa, juragan tanah di kampung Akang. Kalau nggak salah kamu pernah ketemu sama almarhum beberapa kali." Tekan Trisna pada Tedi yang terus mencoba mengingat namun gagal. "Pengen tau kota Sukabumi di malam hari katanya. Jadi mau ajak Akang makan malam di restoran sana." Papar Trisna. "Ehh siapa tau kamu bisa ikut, ikut aja. Ajak juga Ane. Bagus-bagus Hanin bisa ikut, mumpung bukan hari libur. Jadi nggak ada si Rafa, bisa kita ajak ngomong deh Hanin." Tambah Trisna.

"Hanin di klinik, Kang."

"Hanin sakit?"

"Hanin keguguran."

"Hah?! Hanin keguguran? Hanin hamil anak siapa?" Trisna syok.

"Rafa." Jawab Tedi singkat.

"Tuh kan kata Akang juga apa, jangan terlalu santai. Laki-laki dikasih perempuan mana ada dianggurin. Terus gimana Hanin sekarang?"

"Masih lemes sih pas ditinggal pulang semalam mah."

"Tanda itu teh." Ujar Trisna. "Tanda semesta aja nggak merestui mereka. Makanya Hanin sekarang keguguran." Tekan Trisna.

"Iya." Sahut Tedi yang merasa ucapan Trisna ada benarnya. Panggilan pun berakhir setelah Trisna memastikan jam berapa dirinya dan Akmal sampai  di kota Sukabumi.

"Hanin keguguran?" Tanya Akmal yang ternyata semenjak tadi sudah datang dan tidak sengaja mendengar percakapan Trisna.

"Ehh Akmal." Trisna dan Sri sontak gelagapan.

"Iya katanya. Udah Bapak omongin jangan dibiarin lama-lama soalnya laki-laki mana ada anggurin gitu aja perempuan." Ujar Trisna. "Maaf ya Akmal, nggak sesuai obrolan kemarin jadinya."

"Nggak apa-apa. Ya kan nanti status Hanin janda, namanya janda ya pasti udah pernah lakuin itu. Semoga Hanin bisa terima saya juga apa adanya." Harap Akmal.

"Pasti." Sahut Trisna meyakinkan Akmal.

***

"Siang, Hanin."

"Siang, dok."

"Diperiksa dulu ya." Ujar dokter yang menangani Hanin. Hanin mengangguk.

"Gimana, dok?" Tanya Rafa cepat setelah dokter tersebut selesai memeriksa Hanin.

"Udah membaik."

"Kapan saya bisa pulang, dok?" Kini Hanin yang bertanya.

"Hari ini juga bisa kalau tidak ada keluhan. Kecuali masih ada yang kerasa terlebih pasca kuret ya tunggu besok atau lusa."

"Nggak sih, dok." Ujar Hanin sembari merasa-rasakan. "Jadi boleh kan saya pulang hari ini?" Tanya Hanin kemudian.

"Boleh." Angguk dokter setelah membuka rekam medis Hanin dan berbicara sebentar dengan suster.

"Terima kasih, dok." Ujar Hanin juga Rafa, berbinar.

"Sama-sama. Ya sudah saya tinggal dulu ya?" Pamit dokter. "Dan semoga cepat sembuh. Pokoknya banyakin istirahat dulu. Jangan dulu hubungan suami istri juga. Ideal biasanya dua minggu." Tutur dokter menambahkan.

"Iya, dok." Angguk Rafa yang mengundang senyum simpul di bibir sang dokter.

"Suaminya masih imut." Bisik dokter pada perawat yang menemaninya visite ketika mereka keluar dari ruang perawatan Hanin.

"Kecil-kecil cabe rawit ya, dok?!"

"Heh?"

"Iya, itu buktinya bisa hamilin istrinya." Sang perawat ikut berbisik.

"Kamuuu...." Dokter itu menggelengkan kepalanya sembari terus melangkah menuju ruang perawatan lainnya.

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang