SM 25

436 24 4
                                    

"Yuk makan." Seru Rafa saat ia menyadari enam mata menatap ke arahnya lekat semenjak tadi. "Kenapa?" Bisiknya saat Hanin masih saja menatap tidak seperti Nur dan Junaedi.

"Siapa?"

"Heh?!"

"Siapa yang minta jemput?" Tanya Hanin dengan tatap tanpa kedip. Seolah ia tidak ingin melewatkan satu gerakan atau ekspresi yang muncul di wajah sang suami.

"Si Freya."

"Terus?"

"Udah aku pesenin taksi online." Jawab Rafa santai. "Udah ayo makan." Ujarnya kemudian. "Yang banyak." Tambahnya.

"Iya Hanin makan yang banyak." Timpal Nur.

"Sini daging ayamnya, aku potong-potongin." Ujar Rafa sembari menarik piring kecil berisi sepotong daging ayam yang menemani semangkuk soto Hanin. Entah bagaimana konsepnya, potongan daging ayam bagian dada itu dihidangkan secara utuh.

Hanin diam seribu bahasa yang ada ia menatap laki-laki itu lekat. Khawatir juga takut tiba-tiba merayap menghampiri dirinya.

"A..." Lirih Hanin menghentikan gerakan Rafa yang tengah mensuwir ayam untuk Hanin.

"Kenapa?" Rafa menoleh.

"Udah segitu dulu aja." Ujar Hanin.

"Cukup?" Tanya Rafa memastikan.

"Ya cukup." Angguk Hanin.

***

"Hanin gimana sekarang?"

"Diumpetin sama keluarga besan si Tedi." Trisna menjawab pertanyaan istrinya sembari menahan kesal.

"Diumpetin gimana?"

"Ya diumpetin, kita keluarganya nggak dikasih tahu keberadaan Hanin apalagi dikasih ketemu."

"Kok gitu, punya hak apa mereka atas Hanin?!" Sewot perempuan setengah abad itu.

"Harusnya dilaporin polisi biar tau rasa." Timpal Trisna.

"Iya laporin aja padahal, Pak." Dukung sang istri.

"Ehh Akmal nanya-nanya nggak ke Ibu?"

"Nggak, dia lagi sibuk mandorin  pembangunan rumah petak di kampung sebelah."

"Keren." Puji Trisna.

"Iya Hanin harusnya kemarin itu dinikahin sama Akmal aja biar nggak kayak gini."

"Iya, si Tedi nggak berpikir panjang."

"Lagian kok bisa?"

"Katanya mertua si Hanin itu temennya si Tedi."

"Temen?! Tapi sekarang sok berkuasa atas Hanin."

"Ya itu."

***

"Kok Hana nggak diajak?" Tanya Tika menyambut kedatangan Azam siang ini. Ya sepulang berolahraga bersama teman-temannya. Azam mampir ke rumah orangtuanya.

"Males, mumpung mau lepas juga." Jawab Azam asal.

Bukan tanpa alasan, dulu sebelum kecelakaan menimpa Hana, kemana pun Azam pergi Hana selalu turut serta. Akan tetapi setelah kecelakaan itu, Hana tidak melulu ikut ke mana Azam pergi.

"Ehh padahal Mama pengen ketemu dia." Ujar Tika yang tidak direspon Azam. Alih-alih merespon, Azam malah melontarkan pertanyaan

"Ma, kapan?"

"Apa yang kapan?" Tika balik bertanya.

"Mama sama Papa mau ngomong ke Ayah sama Ibu soal hubungan aku dan Hana." Azam memperjelas maksud pertanyaannya. "Aku pengen cerai, Ma." Ujarnya kemudian.

"Zam, apa mending kamu pikir-pikir dulu?" Tanya Tika kemudian, serius.

"Heh?!"

"Mama liat Hana anak baik kok."

"Mama...." Rajuk Azam.

"Udah nggak usah cerai lagian kalau kamu cerai, Hanin makin merasa di atas angin. Mama nggak mau itu terjadi." Pungkas Tika yang membuat Azam mengernyitkan kening dengan tegas.

***

"Kenapa? Diperhatiin dari tadi diem aja." Tanya Rafa setibanya mereka di unit. Kebetulan Junaedi dan Nur pamit ke unit yang mereka sewa untuk mereka tempati sepulang dari mall.

"Beneran dulu nggak ada apa-apa sama Freya?" Selidik Hanin.

"Ya." Jawab Rafa singkat.

"Kalau disuruh milih ada aku sama Freya, kamu pilih mana?" Tanya Hanin.

"Kamu." Rafa menjawab dengan cepat.

"Serius ihh.." Tuntut Hanin merajuk.

"Serius." Tegas Rafa.

"Kenapa pilih aku?" Tanya Hanin kemudian.

"Perasaan udah pernah kita bahas ya soal ini?" Seloroh Rafa. "Nggak nyaman sama tingkah si Freya hari ini?" Tanyanya sembari merapikan anak rambut Hanin. "Kan nggak aku ladenin lebih." Tekan Rafa.

"Takut boleh kan?!" Ujar Hanin pelan.

"Boleh, Neng. Cuma jangan kelewatan ya?!" Pinta Rafa. "Sesuatu yang kebangetan atau kelewatan rasanya nggak enak. Lagian kalau soal takut, aku deh yang lebih takut dari kamu."

"Kenapa?"

"Soalnya aku hadapannya sama restu ayah mertua. Bukan lagi orang selewat yang nggak pernah masuk dalam daftar keinginan aku sama sekali."

"Ihhh..." Hanin menimpuk paha suaminya pelan.

"Tau nggak rencana aku menambah usaha itu juga sebagai bentuk meyakinkan orangtua kamu, kalau aku di sini berjuang keras untuk bahagiain kamu." Tutur Rafa yang membuat Hanin berhambur memeluk dirinya. "Cuekin aja ya soal si Freya. Kalau kamu bereaksi nanti dia malah gede rasa." Ujar Rafa kemudian sembari balas memeluk Hanin.

"Tapi kamu jangan macem-macem." Timpal Hanin.

"Iya."

***

"Hanin susah dihubungi terus ya?!" Seloroh Hana pada kedua orangtuanya saat mereka tengah makan siang bersama.

"Kebangetan emang mereka sampai Hanin dibuat kayak gitu." Sewot Tedi.

"Kebangetan gimana, Yah?" Tanya Hana tidak mengerti.

"Iya Hanin sampai menjauh dari kita. Susah dihubungi sampai keberadaannya pun kita nggak tau di mana." Ujar Tedi penuh emosi.

"Hanin kan di Jakarta." Timpal Hana. Takut-takut orangtuanya tidak tahu.

"Iya di Jakarta tapi ayah minta alamat mereka nggak kasih." Sahut Tedi, keki.

Ada apa sih? Kok ayah sewot sama emosi. Apa ada sesuatu tapi aku nggak tau. Batin Hana.

"Ya mungkin Hanin butuh istirahat lebih. Yang penting Hanin baik-baik aja." Ane akhirnya buka suara.

"Baik-baik aja gimana? Orang kondisinya aja kita nggak tau." Sambar Tedi.

"Kemarin aku video call. Hanin sehat." Ujar Hana.

"Kakak video call Hanin?" Tanya Ane cepat.

"Iya."

"Kamu tanya di mana alamatnya?" Hana menggeleng menjawab pertanyaan Tedi. "Nanti kalau kamu video call atau telepon Hanin, sekalian tanyain alamat di di sana. Biar ayah susulin."

"I-ya."

Selera makan Tedi pun menguap begitu saja, ia kini memilih beranjak meninggalkan meja makan lebih dulu daripada Ane dan Hana.

"Bu, ada masalah?" Tanya Hana selepas Tedi pergi.

"Nggak ada." Jawab Ane yang tidak ingin masalah ini semakin rumit atau keruh dengan banyaknya orang yang tahu.

Mendengar jawaban Ane, kerutan halus di dahi Hana tercetak meski tidak jelas. Meski sudah dijawab ibunya tidak ada masalah tapi ia yakin kini tengah ada masalah yang terjadi.

Aku ke mana aja sampai nggak sadar di rumah kayaknya lagi ada masalah?! Batinnya sembari membantu Ane merapikan meja makan siang ini sebelum ia mengerjakan pesanan yang sudah masuk.

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang