SM 35

758 36 7
                                    

Tedi merenung, Hanin masih belum juga memberinya kabar apalagi meminta maaf dan kembali ke rumah. Padahal ia percaya diri sang putri bungsu akan melakukan itu. Karena bagi Tedi, Hanin dikenal anak yang penurut, manis dan mudah diatur.

Apa ini gara-gara dia nikah ya?! Batinnya. Nggak apa-apa sebenarnya dia nikah sama Rafa. Aku tahu bibit bebet bobotnya tapi masalahnya Rafa belum berpenghasilan. Gimana bisa dia bahagiain Hanin. Oke dia anak Junaedi, kepala sekolah. Tapi sampai kapan? Junaedi juga jelang masa pensiun, sedang Rafa baru berpenghasilan nanti setelah dia menyandang status dokter. Bukannya kuliah kedokteran panjang ya?! Banyak rangkaian sampai akhirnya dia bisa praktik.

Nggak muluk-muluk, minimal kayak Akmal deh. Walo bukan karyawan kantoran perusahan gede minimal ada usaha sana sini. Bagus-bagus udah mapan kayak Azam.

Tedi memang menaruh harapan pada Hanin, maklum tabungan masa tuanya sebagian terpakai Hanin kuliah. Sehingga ketika Hana dikabarkan meninggal dunia dan keluarga Azam mengajukan lamaran pada Hanin, ia tidak berpikir dua kali. Pikirnya setidaknya jika Hanin menikah dengan pria yang sudah mapan dan Hanin memilih tetap bekerja, hanin bisa memberikan sedikit sumbangsih pada dirinya dan Ane, istilahnya mengganti kembali tabungan masa tua mereka.

Tapi kalo gini, mana bisa? Keluhnya dalam hati.

***

Ketegaran Hana ternyata tidak bertahan lama karena kini ia tengah menangisi nasib rumah tangganya yang berada di ujung tanduk.

Azam malam ini pun mulai tidak pulang ke rumah Tedi. Ia kembali pulang ke rumah orangtuanya.

"Kamu nginep di sini?" Tanya Tika melihat Azam masih berada di rumah mereka selepas makan malam selesai. Bukan mengusir tapi takut Azam pulang kemalaman ke rumah mertuanya.

"Iya."

"Udah bilang ke Hana?" Kini Ari yang bertanya.

"Aku sama Hana mau pisah."

"Kok pisah? Kak...." Tika membulatkan mata.

"Ma, nggak bisa. Udah aku coba tapi nggak bisa. Bukan Hana mah tapi Hanin." Ujar Azam mendahului, takut-takut ibunya protes.

"Tapi kan..."

"Kalau bukan Hanin mending nggak usah. Aku nggak bisa." Pungkas Azam sembari beranjak masuk ke kamarnya.

***

"Kak, Azam dinas ke luar kota lagi?" Tanya Ane yang tidak mendapati sosok menantunya pagi ini ketika sarapan.

"Ayah, Ibu..." Cicit Hana sembari berusaha mengatur nafas. "Hana sama A Azam mau pisah."

"Pisah gimana?" Tedi membulatkan mata.

"Kita mau bercerai." Ujar Hana pelan sembari menunduk dalam.

"Ada apa ini? Kalian ada masalah apa?" Tanya Tedi bertubi-tubi. "Dengerin ayah, setiap hubungan apalagi rumah tangga, masalah itu pasti ada."

"Kalian udah bicara?" Sela Ane.

"Udah, Bu." Angguk Hana.

"Saran ayah jangan cepat ambil keputusan apalagi pas kalian lagi sama-sama panas. Pikir ulang, masa pernikahan baru seumur jagung udah mau pisah aja." Ujar Tedi.

"Bukan Hana yang A Azam mau, Yah. A Azam maunya Hanin." Lolos juga kalimat itu yang membuat kening Tedi mengernyit.

"Kamu ngomong apa? Nanti coba ayah ajak ngobrol Azam. Siapa tahu Ayah bisa memediasi kalian." Tutur Tedi mencoba menenangkan.

"Hana berangkat dulu." Hana berpamitan seolah tidak menghiraukan ucapan Tedi.

"Hati-hati, Kak." Sahut Ane.

"Iya, Bu." Hana mengangguk sekilas setelah ia menyalami kedua orangtunya itu.

"Azam dan Hanin pernah ada hubungan ketika mereka sama-sama kuliah di UnSu. Azam datang melamar putri kita maksudnya bukan Hana tapi Hanin. Hanin kekasih Azam saat itu." Terang Ane selepas Hana pergi.

"Kata siapa?" Sambar Tedi.

"Ibu memang pernah liat Azam mengantar Hanin pulang, dulu. Tapi Hanin tidak cerita, cerita yang pertama kali Ibu dengar tentang Azam malah dari Hana. Yang membuat kita mengira Azam datang untuk melamar Hana." Cerita Ane. "Hana juga sudah tau mengenai rencana pernikahan Azam dan Hanin saat dia dikabarkan meninggal. Dan ayah tau?! Demi rasa yang dirasakan Hana, ia ingin mempermalukan Hanin di hari itu. Karena ternyata selama ini dia nggak benar-benar menghilang, dia hanya tidak menampakkan diri di depan kita untuk memastikan berita yang dia dapatkan mengenai hubungan Azam dan Hanin. Sampai dia mendengar rencana pernikahan itu dan datang tepat di mana Azam siap melakukan ijab qabul untuk Hanin." Tedi membatu seketika mendengar penuturan istrinya itu. "Hana sendiri yang cerita." Tegas Ane seolah ingin Tedi tahu kenyataan yang terjadi sebenarnya.

***

Sibuk dengan masalah Hana dan Azam Tedi sampai lupa pada Hanin. Baginya masalah Hanin bisa ia tinggal sebentar. Ada sesuatu yang lebih penting, ia tidak mau Hana yang sudah dapat pasangan yang baik tiba-tiba harus kehilangan dan sendiri.

Sedang Hanin kini tengah berpamitan pada yang lain. Ya ini hari terakhirnya bekerja. Hanin banyak mendapat salam perpisahan. Sulit dan berat tapi kesempatan tidak mungkin ia sia-siakan terlebih ia merasa pergi dari Sukabumi beberapa waktu tengah ia butuhkan.

"Nggak pamit sama Ayah dan Ibu kamu?" Tanya Junaedi saat Hanin hendak berpamitan pada mertuanya itu.

"Pamit, Neng." Bisik Rafa sembari merangkul Hanin.

"Iya."

Rafa dan Hanin pun sebelum berangkat menyempatkan mampir ke rumah Tedi. Tapi sampai di sana, rumah orangtuanya Hanin itu dalam keadaan kosong.

"Kita langsung berangkat aja." Putus Hanin.

"Oke."

Ayah, Ibu... Maafin Hanin tapi Hanin memang nggak bisa ninggalin Rafa dan keluarga Pak Jun. Mereka baik ke Hanin, apa yang Hanin butuhin Hanin dapat dengan cuma-cuma. Tanpa harus takut kak Hana iri, nggak enak sama Kak Hana, atau takut ini dan itu. Maaf ya Yah, Bu.... Hanin udah relain Azam buat Kak Hana. Bolehkan sekarang apa yang udah Hanin dapatkan tetap jadi milik Hanin?! Hanin egois ya? Maaf tapi Hanin butuh itu. Butuh kasih sayang, perhatian dan lainnya tanpa rasa bersalah jika Hanin dapat lebih. Karena Rafa malah selalu ingin Hanin dapat itu secara lebih. Batin Hanin yang semenjak tadi menatap kosong tepat ke jalanan.

"Neng...." Rafa mengelus puncak kepala Hanin sekilas. Hanin menoleh lalu beringsut mendekat sebelum akhirnya mengecup pipi kiri Rafa mesra. "Ehh...." Rafa terkesiap.

"Love you." Bisik Hanin.

"Love you too." Balas Rafa dengan senyum yang merekah. "My wife." Sambung Rafa yang membuat senyum Hanin pun sama merekahnya seperti Rafa.

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang