SM 9

681 38 3
                                    

"Hana sama Azam belum pulang kan?" Tanya Tedi memastikan.

"Belum biasanya nanti siangan." Sahut Ane.

"Ini Hanin mana ya?" Tedi tampak gelisah. Ia takut Hana dan Azam pulang sebelum waktunya. Maklum ia hanya ingin bicara enam mata saja. Dirinya, Ane dan Hanin.

"Ayah, Ibu." Sapa Hanin sembari menghampiri kedua orangtuanya dan langsung menyalami mereka berdua.

"Nah..." Cetus Ane, lega.

"Kenapa?" Tanya Hanin dengan kening mengernyit.

"Ayah udah nunggu dari tadi." Sahut Ane.

"Ohh..."

"Sini, Nin." Panggil Tedi.

"Ada apa nih? Kayak ada yang serius." Ucap Hanin sembari mendekat. Duduk di samping Tedi.

"Soal pernikahan kamu sama Rafa." Tedi to the point. Karena ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu.

"Heh?! Ke-napa?!" Hanin tersentak.

"Nin, maaf ya ayah terpaksa terima solusi dari Pak Junaedi waktu itu." Sesal Tedi. "Abis gimana, semua di luar kendali kita kan ya?" Tedi menatap sang putri. "Selama ini kita ngira kakak kamu udah nggak ada ehh tiba-tiba pas kamu sama Azam mau nikah, kakak kamu muncul. Alhamdulillah ternyata dia selamat."

"I-ya." Angguk Hanin terbata.

"Nah ayah mau menebus kesalahan itu." Timpal Tedi yang semakin membuat kerutan di dahi Hanin tampak nyata. "Ayah mau ngomong ke Pak Junaedi buat akhiri pernikahan kamu sama Rafa. Habis itu sementara waktu kamu tinggal di rumah Ua Trisna. Takutnya kamu canggung di sini, setidaknya kamu pernah ada rencana nikah sama Azam kan terakhir itu." Tutur Tedi.

"Nggak usah, Yah?!" Tolak Hanin.

"Nin, kok nggak usah?!" Kini kening Tedi yang mengernyit. "Ayah sayang sama kamu. Maaf Ayah salah nikahin kamu sama Rafa. Harusnya biar aja batal, kita terbuka ke Hana."

"Ayah nggak suka Rafa?" Tembak Hanin.

"Ayah suka sama Rafa tapi nikah itu nggak sesederhana itu. Orang yang seumuran bahkan yang cowoknya lebih tua aja rentan masalah apalagi ini, Rafa cocok jadi adik kamu, saudara kamu bukan suami kamu." Tekan Tedi.

"Ta...."

"Ehh ada Hanin?" Potong Hana pura-pura sumringah mendapati adiknya ada di rumah orangtuanya siang ini.

Hanin menelan saliva sesaat sebelum menoleh dan benar saja tatapnya langsung bertemu tatap Hana juga Azam.

"Dikirain siapa, ada mobil di depan." Sambung Hana.

"Ohh iya itu mobil Mama Nur."

"Kamu bawa mobil?" Tanya Ane menimpali.

"Nggak, Bu. Yang nyetir Mang Ujang, sopir Mama. Tadi Mama ngotot suruh dianterin Mang Ujang. Kebetulan Mama nggak akan kemana-mana katanya, jadi mobil plus sopirnya boleh aku pakai." Terang Hanin.

"Wuidih menantu kesayangan nih kayaknya adik kakak ini." Goda Hana sembari ikut duduk bergabung, diikuti Azam yang masih asyik menatap Hanin diam-diam. "Ehh suami kamu apa kabar?" Tanya Hana kemudian.

"Baik."

"Nggak ke sini atuh?"

"Kuliah, Kak."

"Nggak ambil libur?" Hanin menggeleng. "Ya proses kasih kakak keponakan terhambat dong?!" Hanin tersenyum simpul. Sedang yang lainnya menyimak dengan berbagai perasaan. "Dikirain teh honeymoon."

"Nggak, Rafa lagi sibuk-sibuknya."

"Ohh..."

***

"Pa...." Rengek Nur saat panggilan suaranya terhubung.

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang