Pamit

415 46 4
                                    

Sebelum lanjut, aku mau ngingetin lagi ya kalau buku ini berisi konten dewasa. Bukan cuma menyangkut sexualitas, tapi juga kata kasar dan sebagainya. Jadi, buat yang merasa nggak sesuai nih sama kalian. Bisa stop di sini, okay?

Happy reading!

•••••

Jisan kembali mengamati penampilannya di cermin seraya merapikan dasi di lehernya. Hari ini ia akan pergi ke Bandung dan menetap di sana selama kurang lebih tiga Minggu karena urusan pekerjaan, sesuai dengan yang ayahnya katakan waktu itu. Ia meraih ponselnya, kembali membuka ruang obrolan yang dua hari ini ia perhatikan. Kemudian ia menoleh ke arah balkon kamar tetangganya (re: kekasihnya) yang tertutup rapat.

Di saat orang lain yang baru saja berpacaran sedang dalam masa mesra-mesranya, mereka justru terlihat berjarak seperti ini. Karena sejak dua hari yang lalu Jisan dan Selena belum bertemu lagi. Sebenarnya, karena Noah juga yang melarang mereka untuk bertemu. Terlebih lagi Jisan akan pergi beberapa Minggu. Ia rindu gadisnya.

"Bang?"

Jisan menoleh ka arah pintu kamarnya. Dapat ia lihat sang ibu berjalan masuk ke dalam kamarnya.

"Udah siap?" tanya Hera.

"Udah, Mi."

"Nggak mau pamit sama Selena dulu?" Jisan menatap wajah sang ibu yang dibalas dengan senyuman. "Gih, sana. Pamitan dulu. Nanti kangen."

Jisan tersenyum mendengar godaan sang ibu. "Ya udah, Abang ke sebelah dulu ya Mi. Biar nggak kangen," kata Jisan, dengan kekehan di akhir kalimatnya.

"Dasar..."

Pemuda Februari itu meninggalkan sang ibu di kamarnya. Ia melangkahkan kakinya ke rumah yang berada di sebelah rumahnya. Senyumannya belum juga luntur saat kakinya masuk ke dalam bangunan tersebut.

"Pagi Om, Yo," sapa Jisan kepada Noah dan Rio yang sedang sarapan.

"Eh pagi, Bang. Tumben ke sini pagi-pagi," ujar Rio.

"Pagi, Ji. Udah mau berangkat?"

"Iya, Om," jawab Jisan.

"Kok Om? Baba dong. Udah sarapan belum kamu?" tanya Noah.

"Eh iya, Ba. Kebetulan udah sarapan."

"Apa nih? Kok manggilnya udah Baba aja?" Rio menatap Noah dan Jisan bergantian. "Rio ketinggalan berita nih ceritanya?" tanya remaja itu.

Noah hanya melanjutkan sarapannya seraya melirik Jisan dengan senyuman sok misteriusnya.

"Loh Jisan? Mau ketemu Lena?"

Beruntung Renata datang tepat waktu, sebelum ia semakin terpojokkan.

"Iya, Tan. Mau pamit sekalian," jawab Jisan.

"Emang lo mau ke mana Bang?" tanya Rio.

"Biasa, ke Bandung."

Rio hanya mengangguk seraya bergumam paham.

"Ya udah, Lenanya masih di kamar. Sekalian ya tolong anterin ini. Tadi tante mau kasih, tapi pintunya nggak mau dibuka. Siapa tau sama kamu mau," jelas Renata.

Wanita itu menyerahkan nampan berisi sepiring nasi goreng dan segelas susu ke arah Jisan, yang mana langsung diterima dengan baik oleh pemuda itu.

"Iya, Tan. Jisan ke atas dulu," pamit Jisan. Beruntung kali ini Noah tidak melarangnya.

Untuk keempat kalinya Jisan menghampiri kamar Selena. Terlihat pintu berwarna putih itu masih tertutup rapat. Ia mengetuk pintu itu beberapa kali dan langsung terdengar sahutan dari dalam kamar.

SALAH PAHAM [JiChen Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang