Percobaan Ketiga; Jalan Bareng

350 42 0
                                    

Hari ini Selena ditinggalkan sendiri di rumah, karena ayah dan ibunya pergi ke rumah sang nenek. Sedangkan Rio tentu saja pergi ke sekolah karena hari ini adalah hari Senin. Selena sendiri belum mendapatkan pekerjaan. Lagi pula, ini masih hari ketiga setelah ia datang ke Indonesia.

Gadis yang lahir pada bulan November itu mengguling-gulingkan tubuhnya di atas karpet berbulu, yang digelar di depan tv ruang keluarga. Ia merasa sangat bosan. Sekarang baru pukul 11 siang, sedangkan adiknya baru pulang pukul 3 sore nanti. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Harusnya ia setuju saja untuk ikut dengan ayah dan ibunya tadi, tidak masalah jika ia harus ikut merawat sang nenek yang sedang sakit.

"Le? Kamu ngapain cosplay jadi ulat bulu?"

Selena menghentikan pergerakannya dan mendudukkan tubuhnya saat mendengar suara seseorang yang ia kenali.

"Eh, Tante Hera..." Gadis itu merapikan karpet yang ia buat berantakan sembari terkekeh. "Tante dari kapan di sini?"

"Baru aja. Tadi Mama kamu telepon, katanya kamu sendirian di rumah. Makanya Tante ke sini," jelas Hera. Ia mendudukkan tubuhnya di sofa, berdampingan dengan Selena.

Selena memperhatikan Hera yang sedang membuka kotak makan berukuran tidak terlalu besar, yang wanita itu letakkan di atas meja.

"Tante bawain puding buat kamu."

"Makasih ya, Tan," ujar Selena.

"Sama-sama, sayang. Ayo cobain."

Selena mengangguk dan hendak menyuapkan sesendok puding ke dalam mulutnya, tapi harus terhenti karena tiba-tiba ada manusia lain yang masuk ke dalam rumahnya.

"Mi, mana pudingnya?" Jisan mendudukkan tubuhnya di samping sang ibu.

"Loh? Mami cuma bikin buat Lena," jawab Hera.

"Abang 'kan juga mau, Mi," rengek Jisan.

"Kamu udah sering makan."

Selena mengerutkan keningnya seraya terkekeh melihat Jisan berubah menjadi sangat manja saat bersama ibunya. Ia dengan sengaja melontarkan tatapan meledek ke arah Jisan, saat berhasil memakan sepotong puding buatan ibu dari pemuda itu.

Jisan tidak tersinggung sama sekali, tapi karena ingin meladeni gadis itu ia menunjukkan raut kesal seraya memutar bola matanya. Dan benar saja, setelahnya rungu pemuda Februari itu menangkap kekehan manis dari bibir mungil Selena. Ia berusaha keras menahan kedutan di bibirnya.

"Gimana Le rasanya setelah sekian lama nggak ketemu sama Jisan?" tanya Hera.

Selena meringis saat mendengar pertanyaan Hera. Kenapa semua orang bertanya perihal itu? Bahkan dengan pertanyaan yang sama. Apa mungkin hubungan dirinya dan Jisan terlalu meninggalkan kesan baik bagi mereka?

"Maksudnya gimana tuh... gimana, Tan?"

"Emangnya kamu nggak kangen?" tanya Hera lagi. Ibu dan anak itu sama-sama memandang ke arahnya dengan tatapan yang berbeda.

"Berharap apa sih, Mi? Waktu di bandara aja dia nggak inget sama Abang. Padahal dulu dia yang ngejar-ngejar Abang," ledek Jisan.

"Mana ada kayak gitu?!" sahut Selena, secara spontan.

Hera tertawa pelan sembari mengelus rambut panjang Selena. "Tapi bener loh, Le, dulu kamu nggak bisa lepas dari Jisan. Waktu awal-awal pindah ke Aussie aja kamu sampai sakit. Padahal Mama kamu ngiranya karena kamu nggak terbiasa jauh dari orang tua, eh, taunya karena kangen sama Jisan."

Selena membelalakkan kedua matanya dengan wajah yang memerah. Ia menatap sinis ke arah Jisan yang kini sudah terbahak-bahak.

"Masa sih, Tan?" cicit Selena.

SALAH PAHAM [JiChen Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang