17. KOTA BANDUNG

112 62 4
                                    

Hari akan terus berjalan, walau El sudah memohon untuk berlabuh sekejap, meminta berhenti, agar ia bisa melupakan sejenak semua kenangan yang terus berputar di benaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari akan terus berjalan, walau El sudah memohon untuk berlabuh sekejap, meminta berhenti, agar ia bisa melupakan sejenak semua kenangan yang terus berputar di benaknya. Ketidakhadiran sosok Rafa, sangat berpengaruh besar ke dalam hidupnya, hari yang biasa terasa berwarna-warni, kini terasa kelabu, El sungguh merindukan sosok Rafa. Sudah terhitung sejak satu tahun lalu hubungan mereka berakhir, tak ada hilal hubungan mereka dapat kembali rujuk, kali ini, Rafa benar-benar meninggalkannya.

El sudah tidak pernah lagi mendengar kabar soal Rafa, pasalnya, setelah menyelesaikan satu semester di tahun ke duanya, El pindah ke kota lain. Ya, ia memutuskan untuk menata kembali hidupnya dari awal, mereset semuanya, untuk memulai kehidupan yang lebih baik. Kini dirinya sudah menduduki tahun terakhirnya di jenjang SMA, saat ini, ia semakin menyibukkan dirinya dengan banyak kegiatan, mulai dari Osis dan Pasco di sekolah, kemudian Dance dan Tari di luar sekolah, hingga mengikuti bimbingan belajar untuk mengisi waktu luangnya. Tentu saja, El tidak lagi mengikuti eskul PMR, bisa-bisa, ia semakin terjerat akan kenangannya  dengan Rafa. Jarang sekali El bisa berada di kostan, kadang, ia bisa tidak pulang ke kost ketika membantu temannya mengurus sebuah pameran.

"Minggu free nggak, El?" Dewa bertanya seraya meneguk kopinya yang hampir habis.

For your information, Dewa ini adalah senior El di tempat bimbel. Mereka terpaut dua tahun. Saat ini, Dewa berada di bangku kuliah semester 5.

Tak menoleh, si gadis masih berkutik dengan laptopnya. "Kenapa?"

"Minggu depan, gw mau gelar pameran, di Dago." Netra si pemuda tak lepas dari gadis di depannya.

"Aman aja."

"Bisa, kan? " Dewa merasa tak yakin, sebab, El bahkan tak menoleh saat menanggapi ucapannya.

El menghela nafasnya sesaat, sebelum dirinya menatap balik, netra hitam milik si pemuda. "Bisa, Kak."

Sang empu menganggukan kepalanya perlahan, lalu menatap jam yang melingkar di lengannya. "Yaudah, kalau gitu, gw duluan, ya, El!" Dewa beranjak dari duduknya, berniat pulang, sebab hari hampir larut.

"Iya." Ah, atensi gadis itu bahkan sudah kembali ke layar laptop.

"Jangan malam-malam baliknya!" Ya, Dewa tau, anak ini jika didiamkan bisa sampai pagi di sini.

El mendengus kesal. "Iya, bawel!"

Dewa sudah menganggap El sebagai adik perempuannya sendiri, begitupun sebaliknya, El sudah menganggap Dewa, layaknya seorang kakak. Memang, selama berada di kota Bandung, Dewa sudah banyak membantu El, terutama saat uang kiriman dari orang tua El mulai menipis, El pasti akan segera meminta Dewa, untuk mencarikannya tempat kerja paruh waktu. Selama tinggal sendiri di kota Bandung, El sangat bergantung pada Dewa, syukurlah, Dewa maupun Bundanya, memperlakukan El dengan baik.

ELEVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang