24. PASAR LAMA

85 55 4
                                    

Langit hari ini terlihat cerah, kala matahari bersinar terik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit hari ini terlihat cerah, kala matahari bersinar terik. El kini tengah bersiap, sebab tadi Jevian mengajaknya untuk pergi ke pasar lama. Ingin kulineran, katanya.

Tak butuh waktu yang lama untuk si gadis bersiap. Dalam waktu singkat, Jevian sudah pasti terperangah, kala mendapati gadis itu keluar, berjalan menghampiri dirinya.

Surai hitam panjangnya yang terurai, dipadukan dengan dress kuning selutut bermotif bunga, membuat gadisnya terlihat sangat memukau.

Mata Jevian berbinar, hingga tak mampu menyapa gadis yang sudah berada tepat di depannnya.

“Maaf, ya, Kak. Jadi nunggu lama." Jemari lentiknya sesekali membenahkan surai yang bergulir, sebab terkena terpaan angin semilir.

Jevian tak bergeming, senyumnya terus merekah sedari El tiba.

“Kak?“ Tepukan kecil, berhasil mendarat di pundak pemuda itu.

Lamunannya buyar seketika. “Eh, nggak, kok. Aku juga baru sampai.“ Si pemuda menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Kalau begitu, ayok, berangkat!" Si gadis terlihat ceria, kala senyum riang terlukis di wajah ayunya.

-

Sesampainya di sana, Jevian langsung membawa El untuk pergi makan lebih dulu. Jevian tau, karena ajakannya yang mendadak, pasti El-nya belum sempat makan.

Ia membawa El, ke sebuah warung bakso, yang berada tidak jauh dari parkiran. Lantas dirinya memesan 2 gelas es jeruk, serta 2 mangkuk bakso. Satu mangkuk baksonya, ia minta untuk tidak memakai mie kuning, dan bawang goreng, sebab El tak menyukainya.

Aroma bakso yang lezat, menyeruak ke indra penciuman si gadis, membuatnya tak sabar ingin segera menyantap bakso yang baru saja tiba di mejanya. Tanpa menunggu, dirinya segera melahap sepotong bakso itu ke dalam mulutnya.

Alhasil, membuatnya memekik setelah melahap baksonya, lidahnya terasa terbakar.

Jevian yang panik, reflek menyodorkan tangannya ke depan mulut El. “Lepeh.“ Titahnya.

Mata El membulat sempurna, ia terperangah, tak percaya akan sikap Jevian barusan.

Namun, tak lama, si gadis lekas sadar, ia mengambil beberapa lembar tisu di depannya, lantas melepehkan bakso yang membakar lidahnya tadi, pada tisu.

Kini reflek Jevian berganti, ia menyodorkan segelas es jeruk, untuk menetralkan rasa terbakar di lidah El-nya.

Dengan senang hati, si gadis menerimanya, lalu segera meminumnya dengan tergesa.

“Hati-hati, El. Pelan-pelan
aja.“ Tangannya terulur untuk mengikat surai El yang sebelumnya terurai.

Si gadis lagi-lagi dibuat terpaku, netranya menatap Jevian, yang kini juga tengah menatapnya.

ELEVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang