10. MARAH

119 75 11
                                    

Hari terlihat begitu cerah saat ini, kala sepasang kekasih, tengah bercerita, sesekali tergelak, sebab gurauan singkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari terlihat begitu cerah saat ini, kala sepasang kekasih, tengah bercerita, sesekali tergelak, sebab gurauan singkat. Jam pelajaran kali ini sedang kosong, karena ada rapat mendadak, maka dari itu, tak ada satupun perkara yang mampu, mengusik mereka. Tanpa  memerhatikan sekitar yang riuh, mereka terlihat begitu serasi, dengan canda tawa riang, menyelimuti mereka. Akan tetapi, tidak jauh dari mereka duduk, ada seorang pemuda yang sedari tadi terus memandang tak suka ke arah mereka, yang tengah asik bercerita.

Suara pecahan kaca terdengar dari depan meja El, sontak, El beranjak dari duduknya, dan mendapati bola kristal miliknya pecah berserakan. Ketika mendongakkan kepalanya, El mendapati Derren, yang mematung di depannya.

Sorot mata El, memandang Derren tajam, bak bisa mencincang dirinya hidup-hidup. "Satuin, lagi."

"Gila, lo? Udah pecah gitu, gimana nyatuinnya?!" Bukannya merasa bersalah, Derren malah meninggikan nada bicaranya.

"Gimana caranya, itu bukan urusan, gw! Satuin lagi!" Nafas El memburu, emosinya memuncak saat ini.

"Gw, ganti! Berapa sih, harganya?"

"Lo, ini, tolol, ya? Bukannya minta maaf, malah nyolot!"

"Lagian ngapain, lo bawa-bawa kayak gini ke sekolah? Mana, ditaruh atas meja, lagi!"

"Udah tau salah itu, minta maaf! Bukan malah cari pembenaran! Lagian, biasanya juga, gw bawa, fine-fine aja, tuh!"

"Ngalangin, gw lewat!" 

"Jalan lega, tolol! Emang harus banget, tangan lo, kena meja, gw?"

Suara kelas yang awalnya riuh, berangsur senyap. Kini, hanya terdengar suara perdebatan antara El dan Derren saja. Cika, Nica, serta Adel, yang melihat netra sohibnya mulai memerah, sebab, menahan rasa kesalnya, segera menarik El untuk kembali duduk ke kursinya. Begitu juga Seno, Haren, dan Marfin, yang menarik Derren pergi, keluar dari ruang kelas.

Sungguh, El betul-betul membenci Derren. Ia tidak mengerti, mengapa Derren, begitu membencinya. Padahal, selama ini, El tidak pernah mengusik hidupnya, bahkan, peduli pun, tidak.

"Tenangin diri, lo dulu, El." Cika mengusap pelan punggung karibnya, mencoba membantu, menetralkan emosinya.

"Nih, minum!" Nica menyodorkan sebotol air mineral miliknya, pada El. "Lo, minggir! Ngehalangin orang, lo diam di situ! Bukan bantu tenangin Cewek lo, malah diam!" Nica kesal, lantaran melihat Rafa, mematung di depan meja El.

Lamunan Rafa buyar seketika, El juga bingung, kenapa saat ia berdebat dengan Derren, Rafa hanya diam.

Tak menggubris ocehan Nica, Rafa bergerak ke luar kelas, melihat ke sekeliling, mencari keberadaan teman-temannya yang membawa Derren. Namun, ternyata Derren sudah dibawa pergi ke ruang BK, jadi Rafa memutuskan untuk, melangkahkan kakinya menuju toilet, berniat menetralkan emosinya. Sebetulnya, ia juga emosi, saat melihat kejadian tadi, rasanya, ia ingin menghajar Derren saat itu juga. Akan tetapi, perdebatan antara El dan Derren, malah memicu traumaticnya kembali, alhasil, dirinya hanya diam, tak melakukan apapun, pikirannya berkecamuk, mengingat hal yang telah lalu.

ELEVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang