Pada tahun 1989, seorang barista bernama Julian, yang secara tidak sengaja bertemu dengan putri duyung yang menawan saat mengagumi pantai yang diterangi cahaya bulan. Pertemuan supernatural ini memicu serangkaian kejadian misterius dan mendebarkan s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Matahari bersinar terang di luar, memancarkan cahaya hangat melalui jendela. Julian keluar dari kamarnya dan terkejut melihat kekacauan di dapur.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Ilustrasi dapur dirumah Julian.]
Sisa-sisa tepung dan kulit telur berserakan di area tersebut, dan tatapannya tertuju pada Marni, yang berdiri di dekat oven dengan sabar menunggu kuenya matang.
Julian berkedip, sesaat terpukau dengan pemandangan di hadapannya. "Ya ampun." serunya, "Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"
Marni berbalik dan tersenyum polos kepada Julian. Ada sedikit tepung di pipinya, menambah penampilannya yang ceria.
"Selamat pagi," katanya. "Aku sedang membuat kue. Kita hanya perlu menunggu beberapa menit lagi agar kuenya selesai dimasak."
Julian terkekeh hangat dan mendekatinya, sudut mulutnya melengkung membentuk senyum miring.
"Membuat kue, katamu? Dapur ini benar-benar berantakan. Dasar tukang bikin onar." Marni terkikik geli.
"Aku baru tahu kalau putri duyung sepertimu punya kemampuan membuat kue." Julian berkomentar sambil menyilangkan lengan di dada dan bersandar di meja.
Dia memperhatikan penampilan Marni yang berantakan dan penuh tepung, yang semakin menambah kecantikannya.
"Ah, ya," jawab Marni dengan sorot mata yang ceria. "Itu keterampilan yang kumiliki seiring berjalannya waktu." Marni mengalihkan perhatiannya kembali ke oven, memantau perkembangan kue.
Julian terkekeh, "Kau benar-benar tahu cara membuat kekacauan," godanya.
Marni tetap diam, fokusnya masih pada proses memanggang kue di dalam oven. Sementara itu, Julian dengan hati-hati membersihkan tepung dari pipinya, membuatnya menoleh dan menatapnya.
Tatapan mereka bertemu, dan Julian tidak bisa tidak memperhatikan betapa lembutnya pipi Marni saat disentuh, seolah-olah dia sedang menyentuh roti lembut.
