13 || Persimpangan takdir

45 30 2
                                    

Haii kembali lagi kita! Masih semangat? Masih penasaran sama kelanjutan dari cerita ini? Yuk ikutin terus ceritanya !

Come on, enjoy !

Come on, enjoy !

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Julian memasuki rumah dengan perasaan khawatir. "Marni! Marni!" Ia mencari di setiap ruangan, memanggil-manggil namanya, tetapi Marni tidak ditemukan di mana pun.

Hujan deras di luar semakin menambah kekhawatirannya, karena malam semakin larut dan Marni masih belum kembali. "Oh tidak..."

Tanpa ragu, ia segera mengambil payung dan melangkah keluar di tengah malam yang basah, bertekad untuk mencari Marni.

Marni tersandung dan jatuh ke tanah saat kakinya lemas karena kelelahan. Upayanya untuk menemukan jalan pulang terbukti sia-sia, membuatnya terdampar dan tersesat di hutan yang gelap dan menyeramkan.

Hujan telah membasahinya, menambah ketidaknyamanannya, dan Marni mendapati dirinya duduk di tanah, merasa tak berdaya dan ketakutan.

"Julian..." bisiknya, suaranya dipenuhi keputusasaan dan kerinduan.

Hati Marni terasa sakit karena penyesalan saat menyadari beratnya kesalahannya. "Seharusnya aku tidak keluar dari rumah..."

Kesendirian yang mendalam dan kehilangan arah semakin memperparah penyesalannya, saat ia mendapati dirinya sendirian dan rentan dalam pelukan gelap hutan yang tidak dikenalnya.

"Marni!!"

Marni mendengar suara Julian memecah keheningan, matanya terbelalak kaget. Ia mencoba berdiri, tetapi kakinya yang lelah menolak, mengirimkan gelombang rasa sakit yang baru mengalir melalui dirinya.

Ia mengumpulkan kekuatannya dan mencoba memanggilnya, tetapi suaranya menolak untuk bekerja sama, hanya menghasilkan suara yang nyaris tak terdengar. "Julian... Julian, aku di sini," ia berhasil bergumam, suaranya tegang dan rapuh.

"Marni!! Marni, kamu dimana?!"

Hati Marni terasa sakit saat mendengar nada putus asa dalam suara Julian. Ia bisa merasakan langkah kaki Julian yang panik dan sorotan senternya di kejauhan.

Air mata mengalir di matanya saat ia menyadari Julian masih belum menemukannya. "Julian.." bisiknya lagi, suaranya bergetar karena campuran kerinduan dan ketidakberdayaan.

Marni, yang pasrah dan lemah, duduk di tanah yang lembap sekali lagi, mengerahkan sedikit tenaga yang tersisa untuk mencoba memunculkan kekuatan secercah cahaya yang lemah.

MARNI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang