"GILAA!! GILAAA!! ABANG GANTENG GUEE!!," seru Amalia yang masih serius menonton.
Mendengarnya Fikri pun bergumam, "iya dek.. iya.. ini Abang ganteng ada di sebelah Lo!"
Tak lama setelah itu, terdengar suara nada dering dari ponsel Fikri. Fikri pun mengeluarkan ponselnya dari saku celananya, dan mendapati layar ponsel menunjukkan panggilan atas nama 'Devantat'.
Dengan malas Fikri mengangkat panggilan itu dan mulai menyapa, "Halo! Napa Van?"
Setelah mendapat tanggapan dari sebrang, Fikri berseru, "Hah? Balik ke sekolah? Ngapain??"
Sekilas pembicaraan itu membuat Amalia mengalihkan pandangannya dari layar TV sesaat. Namun karena tidak peduli, Amalia kembali memfokuskan tatapan matanya ke layar TV.
"Iya! Iya! Nih gue balik! Awas Lo cuma nge-prank!!" Seru Fikri yang langsung bangkit dan mematikan panggilan itu.
Melihat Fikri yang tengah memakai kembali jaketnya dan mengambil kunci motor yang tergeletak di atas meja, Mama yang baru keluar dari dapur pun bertanya, "Lah? Fikri! Kamu mau kemana? Kamu ngambek kah, Mama gak masakin rendang?"
"Enggak kok, Ma." Jawab Fikri, lalu menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu depan.
Amalia yang heran dengan pertanyaan Mama tentang rendang tadi pun bertanya, "Ngapain Fikri ngambek gara-gara rendang doang, Ma?"
"Ya, Mama kira.." jawab Mama dengan tampang polosnya.
...
Di sekolah, Fikri nampak menahan emosi sambil menatap datar Devano yang tadi menghubunginya. Di sebelah Devano ada Rizki, teman sekelas Fikri dan Devano yang nampak mengenakan baju basket sekolah.
"Jadi Lo nyuruh gue join club basket sekolah, Van?!" Tanya Fikri yang masih berusaha sabar.
"Bukan gue, Fik! Tadi gue abis dari rapat klub musik, terus ketemu si Rizki! Dia yang nyuruh gue nelpon elo!," ujar Devano yang terdengar seperti pembelaan diri.
"Ki! Ngada-ngada Lo!," seru Fikri kesal.
"Ya mau gimana lagi, Fik! Ini permintaan Alwi ternyata," kata Rizki sambil mengangkat kedua bahunya.
"Permintaan Alwi gimana?!" Tanya Fikri yang nampak tidak terima.
"Jadi Fik.. sebelumnya kan Alwi anggota klub basket sekolah.. terus dia pindah, kan?" Tanya Rizki memastikan dengan fakta yang ada.
Fikri dan Devano pun kompak mengangguk sambil mengiyakan pertanyaan itu.
"Ya, terus dia minta Fikri Elrazak buat gantiin dia di klub.. elu Fikri Elrazak, kan?" Ungkap Rizki menegaskan.
"Hah?! Gantiin?! Gue?!" Tanya Fikri masih tidak percaya.
Rizki menghela nafas pasrah dan berkata, "Iya, Fikri.."
Fikri terdiam, ia tak menyangka kalau Alwi bakal seenaknya menjadikannya kandidat penggantinya di klub basket. Waktu SMP Alwi memang melatihnya cukup keras untuk menguasai basket, tapi dia sudah menegaskan kalau dia sama sekali tidak berminat untuk ikut klub olahraga sekolah.
Dia saja sudah cukup kesulitan untuk ikut les matematika setiap sore sepulang sekolah bersama Sabella, kalau dia ikut klub sekolah, apalagi olahraga dia pasti akan sangat kesulitan membagi waktunya.
"Nah.. Fikri, ini seragam basket Lo," kata seorang lelaki dari belakang Fikri.
Mendengar suaranya membuat Fikri seketika merinding. Dengan cepat ia menoleh, dan benar saja, "Si Si*l*n!" Batinnya terkejut.
Bisa ditebak siapa itu. Yup, Saka. Sekedar info, nama lengkapnya Asaka Bimantara, dan dia merupakan penanggung jawab klub basket dari OSIS.
Saka pun menyodorkan kantong plastik berisi seragam basket baru kepada Fikri. Fikri tidak percaya pada apa yang dia lihat sekarang. Ia pun melirik Devano dan Rizki dengan ekspresi panik.
Devano hanya mengangkat bahunya pasrah, dan Rizki dengan santainya berkata, "Terima aja, Fik.."
Fikri terbatuk-batuk seolah tersedak, ya, ia tersedak oleh kenyataan. Kenyataan bahwa dia ikut klub yang diawasi langsung oleh Asaka, kakak kelas yang membuatnya stres lantaran memikirkan hubungan antara pria berkacamata itu dengan Amalia -adiknya-.
Kegiatan klub pun berakhir jam 4 sore. Setelah sholat ashar berjamaah di musholla sekolah, Fikri dan Devano melangkah bersama menuju lapangan parkir sekolah. Saat itu Devano masih di sana karena Fikri memaksanya untuk menunggu sampai kegiatan klub basket selesai. Devano pun terpaksa menunggu, bahkan dia menonton kegiatan mereka sampai akhir.
"Jago juga lu maen basket, Fik!" Kata Devano sambil melangkah santai di sebelah Fikri.
"Iya, Alwi udah ngelatih gue dari SMP," jawab Fikri malas.
"Berarti dia udah niat banget dong mau masukin Lo ke klub," tebak Devano.
"Gak juga.. gue udah bilang ke dia kalo gue gak mau ikut klub olahraga.. gue udah capek ikut les MTK!" Tutur Fikri kesal.
"Gitu doang capek Lo!," sindir Devano.
"Capek lah! Kayak lo kagak capek aja!"
"Kagak! Gua rutin ikut kegiatan klub musik! Gua juga bantuin nyokap gue nganterin pesenan katering tiap hari.."
"Songong lu! Elo kan kagak ada jadwal les!"
"Iya, dong! Jelas.."
"Tau dah, yang udah pinter dari orok mah Laen!! Tapi abis ini urusan les MTK gue gimana bj*r!"
"Emang wajib banget ya ikut les?"
"Wajib! Gue udah remed MTK pas UTS kemaren! Untung UTS bukan UAS!"
"Ya udah, Lo belajar Ama gue aja gimana? Kalo sama gue gak harus sore nih.."
"Beneran Lo? Terus usaha katering nyokap Lo gimana?"
"Gampang itu mah.."
"Beneran ya, Van! Lusa ada ujian harian MTK! Lo kudu ngajarin gue!"
"Sip! Tenang aja!"
Fikri terdiam skakmat. Harus dia jawab dengan apa lagi temannya yang sok tahu ini? Sedangkan Devano nampak tersenyum bangga pada dirinya sendiri.
Tepat saat Fikri telah bertengger di atas motornya, terdengar suara nada dering telepon dari saku jaketnya. Lagi-lagi dengan malas ia mengeluarkan ponselnya dan mendapati panggilan dari kontak atas nama 'Kacang Titipan '
Dengan mood yang mulai hilang, Fikri mengangkat panggilan itu dan bertanya, "Ngapa Cang?"
...
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAK ♡
أدب المراهقينKakak P*k*n Adek b*c*t Temen l*kn*t ♡ Everybody.. Cerita ini asli karangan, bukan bermaksud memprovokasi ataupun menyinggung pihak manapun. Semoga yang baca suka ya.. ~Fikri