Suatu sore yang cerah, Venesya berjalan pulang dari sekolah dengan perasaan puas setelah hari yang produktif. Namun, perhatiannya tertuju pada sebuah buku yang tergeletak di tepi jalan. Buku itu terlihat agak usang dan berdebu, tetapi judulnya menarik perhatian Venesya yaitu Buku Psikologi Kematian karya Komaruddin Hidayat.
Penasaran, Venesya mengambil buku tersebut dan membawanya pulang. Setelah membersihkannya, ia mulai membaca beberapa halaman. Buku ini membahas kematian dari perspektif psikologi dan bagaimana manusia menghadapinya. Venesya merasa topik ini sangat menarik dan memutuskan untuk membahasnya dengan teman-temannya.
Keesokan harinya di sekolah, Venesya menemui Syifa, Dista, dan Yasmin di ruang Pojok Berpikir. Mereka semua menyambut Venesya dengan antusias.
"Aku menemukan buku yang menarik di jalan kemarin," kata Venesya sambil menunjukkan buku itu kepada teman-temannya. "Judulnya 'Psikologi Kematian' karya Komaruddin Hidayat. Aku pikir ini topik yang menarik untuk kita bahas."
Syifa mengambil buku itu dan membolak-balik halamannya. "Ini kelihatannya sangat mendalam. Kematian adalah sesuatu yang kita semua akan hadapi suatu hari nanti, tapi kita jarang membicarakannya."
Dista, yang biasanya tenang, berkata, "Aku setuju. Dalam kedokteran, kita sering kali harus berurusan dengan kematian, tapi memahami psikologi di baliknya bisa sangat membantu."
Yasmin menambahkan, "Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd juga banyak membahas tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Mengetahui perspektif psikologis bisa memberikan wawasan baru."
Mereka semua sepakat untuk mendiskusikan topik ini lebih lanjut dengan arahan dari Pak Ahmad Averroes. Setelah jam sekolah selesai, mereka menuju ke ruang Pojok Berpikir dan menemui Pak Ahmad.
"Pak Ahmad, kami menemukan buku yang menarik tentang psikologi kematian. Kami ingin mendiskusikannya dengan Bapak," kata Venesya sambil menunjukkan buku itu.
Pak Ahmad tersenyum dan mengambil buku tersebut. "Komaruddin Hidayat adalah seorang pemikir yang brilian. Buku ini membahas bagaimana manusia menghadapi kematian dari berbagai perspektif psikologis dan filosofis. Apa yang ingin kalian ketahui tentang topik ini?"
Syifa menjawab, "Kami ingin memahami bagaimana kematian mempengaruhi cara kita hidup. Apakah memikirkan kematian bisa membantu kita hidup lebih bermakna?"
Pak Ahmad mengangguk. "Itu pertanyaan yang sangat bagus. Banyak filsuf dan psikolog percaya bahwa menyadari kematian bisa membuat kita lebih menghargai hidup. Ini disebut memento mori, yang berarti 'ingatlah akan kematian'. Dengan mengingat bahwa hidup kita terbatas, kita bisa lebih fokus pada apa yang benar-benar penting."
Dista menambahkan, "Dalam kedokteran, melihat kematian sebagai bagian alami dari kehidupan. Bagaimana kita bisa mengatasi ketakutan terhadap kematian?"
Pak Ahmad menjawab, "Mengatasi ketakutan terhadap kematian membutuhkan pemahaman dan penerimaan. Salah satu caranya adalah dengan memahami bahwa kematian adalah bagian dari siklus kehidupan. Setiap makhluk hidup akan mengalami kematian, dan itu adalah sesuatu yang alami. Berbicara tentang kematian dan berbagi perasaan kita dengan orang lain juga bisa membantu."
Yasmin, yang tertarik pada filsafat Ibnu Rusyd, bertanya, "Bagaimana pandangan filsafat Islam tentang kematian dan kehidupan setelahnya bisa membantu kita memahami kematian secara psikologis?"
Pak Ahmad menjelaskan, "Filsafat Islam mengajarkan bahwa kematian adalah awal dari kehidupan baru di alam baka. Ini bisa memberikan ketenangan dan pengharapan bagi banyak orang. Mengaitkan pandangan spiritual dengan psikologi kematian bisa membantu kita melihat kematian bukan sebagai akhir, tapi sebagai transisi ke tahap berikutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Philosopher : Next Generation
Teen FictionVenesya, seorang gadis remaja berusia 11 tahun, pindah dari kota romantis Venesia, Italia ke sebuah kota kecil di Indonesia karena pekerjaan ayahnya. Awalnya, Venesya merasa canggung dan kesulitan beradaptasi dengan budaya dan lingkungan barunya. Na...