Hari itu, kira-kira enam hari sebelum Ulangan Akhir Semester dimulai, kelas Venesya diselimuti suasana yang berbeda dari biasanya. Mereka telah menempuh pelajaran yang berat seperti Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia selama beberapa minggu terakhir. Namun kali ini, Pak Faisal, guru kelas mereka, memutuskan untuk memberi angin segar di tengah kepadatan persiapan ujian dengan pelajaran yang lebih ringan dan kreatif: Seni Teater.
"Anak-anak, hari ini kita akan belajar sesuatu yang berbeda. Kita akan latihan teater," kata Pak Faisal dengan semangat. "Saya ingin kalian merasakan bagaimana rasanya bermain peran dan mengekspresikan diri melalui teater. Selain itu, ini bisa jadi penyegaran sebelum kalian menghadapi Ulangan Akhir Semester."
Ruang kelas yang awalnya tenang tiba-tiba menjadi riuh. Teman-teman Venesya terlihat antusias. Mereka jarang mendapatkan kesempatan untuk belajar seni teater secara langsung, dan kesempatan ini tentunya menjadi pengalaman yang menarik. Pak Faisal mengajak mereka untuk berkumpul di Ruang Seni, yang memang disiapkan untuk kegiatan seperti ini.
Setibanya di Ruang Seni, Pak Faisal menginstruksikan mereka untuk duduk melingkar. "Sebelum kita memulai, saya ingin kalian tahu bahwa teater bukan hanya tentang akting. Teater adalah tentang mengekspresikan diri, berkolaborasi dengan teman-teman, dan bercerita melalui gerakan dan dialog. Kalian akan bekerja dalam kelompok dan menciptakan sebuah adegan singkat yang akan kita tampilkan bersama."
Venesya yang sejak tadi diam-diam tertarik dengan teater, merasa bersemangat. Dia sering kali menyaksikan pertunjukan teater di televisi atau video di internet, tapi belum pernah mencobanya sendiri. Di sisi lain, Syifa, sahabatnya, tampak agak gugup.
"Aku nggak pandai akting, Ven," kata Syifa sambil memegang lengan Venesya.
"Kita akan baik-baik saja. Ini pasti seru. Yang penting kita nikmati saja prosesnya," jawab Venesya dengan senyuman, mencoba menenangkan Syifa.
Pak Faisal kemudian membagi mereka ke dalam beberapa kelompok kecil. Venesya dan Syifa berada dalam satu kelompok bersama Dista, Yasmin, dan Fazli. Setelah mereka dibagi, Pak Faisal memberikan mereka skenario singkat tentang kehidupan sehari-hari di sekolah. Setiap kelompok harus memilih satu situasi dari skenario tersebut dan memainkannya dengan versi mereka sendiri. Tema-tema yang diberikan berkisar pada persahabatan, kerja sama, dan belajar bersama.
Kelompok Venesya memilih skenario tentang seorang siswa baru yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri di sekolah. Venesya akan memainkan peran siswa baru, sementara Syifa dan Dista akan menjadi teman-teman yang membantu Venesya. Fazli, yang biasanya pemalu, dengan penuh keberanian mengambil peran sebagai guru yang membantu siswa baru tersebut.
"Bagaimana kalau aku yang pertama kali menyambut Venesya di adegan awal? Lalu kita ajak dia ke kantin dan memperkenalkan dia ke teman-teman lain," usul Dista.
"Bagus, itu bisa jadi awal yang kuat," jawab Syifa.
Mereka pun mulai berlatih. Meski awalnya canggung, terutama bagi mereka yang belum pernah mencoba akting, latihan mereka perlahan mulai berjalan lancar. Venesya mencoba menjiwai perannya sebagai anak baru yang gugup, sementara Syifa dan Dista dengan cekatan memainkan peran teman yang ramah dan peduli. Fazli, yang awalnya ragu-ragu, mulai menunjukkan sisi seriusnya dalam peran sebagai guru.
Pak Faisal berkeliling mengamati setiap kelompok. Ketika dia tiba di kelompok Venesya, dia tersenyum melihat bagaimana mereka bekerja sama dengan baik. "Bagus sekali, kalian tampaknya sudah mulai memahami inti dari cerita ini. Ingat, teater bukan tentang menjadi sempurna. Ini tentang bagaimana kalian menyampaikan pesan dan berkolaborasi dengan teman-teman," katanya memberi dorongan semangat.
Setelah satu jam berlatih, akhirnya tiba waktunya untuk setiap kelompok menampilkan hasil latihan mereka. Kelompok pertama tampil dengan cerita tentang siswa yang hilang di sekolah dan teman-temannya berusaha mencarinya. Meski ada beberapa momen canggung, seluruh kelas memberi tepuk tangan meriah atas usaha mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Philosopher : Next Generation
Teen FictionVenesya, seorang gadis remaja berusia 11 tahun, pindah dari kota romantis Venesia, Italia ke sebuah kota kecil di Indonesia karena pekerjaan ayahnya. Awalnya, Venesya merasa canggung dan kesulitan beradaptasi dengan budaya dan lingkungan barunya. Na...