Hari kedua di sekolah baru dimulai dengan perasaan campur aduk bagi Venesya. Meskipun hari pertama berjalan cukup baik, ia masih merasa gugup menghadapi rutinitas yang belum familiar. Syifa, teman barunya, telah membantu membuatnya merasa lebih diterima, dan Venesya berharap hubungan ini bisa berkembang. Saat bel pertama berbunyi, Venesya memasuki ruang kelas dengan langkah ringan. Ia duduk di bangku yang sama seperti hari sebelumnya, berharap Syifa akan segera datang. Benar saja, tidak lama kemudian, Syifa muncul dengan senyum cerah.
"Hai, Venesya! Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Syifa sambil duduk di sebelahnya.
"Lebih baik. Terima kasih, Syifa. Aku senang kita bisa berteman," jawab Venesya dengan tulus.
Hari itu, pelajaran pertama adalah matematika. Meskipun Venesya suka angka, bahasa pengantar yang berbeda membuatnya sedikit kesulitan. Syifa yang memperhatikan hal ini, menawarkan bantuan. "Kamu butuh bantuan, Venesya? Aku bisa menjelaskan ulang kalau ada yang kurang jelas."
Venesya merasa lega. "Terima kasih, Syifa. Itu akan sangat membantu."
Setelah matematika, saat istirahat, Syifa mengajak Venesya ke kantin. Di sana, mereka bertemu dengan beberapa teman sekelas Syifa yang lain. "Ini Nisa dan Anisa," Syifa memperkenalkan teman-temannya. "Mereka sangat baik dan pasti akan menyukaimu."
Nisa dan Anisa menyapa Venesya dengan ramah. Mereka segera mulai berbicara tentang berbagai hal, dari pelajaran hingga hobi. Venesya bercerita tentang kehidupannya di Venesia dan kecintaannya pada filsafat. Nisa yang tertarik bertanya, "Apa itu filsafat, Venesya?"
"Filsafat adalah cara berpikir tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup, seperti 'Mengapa kita ada di sini?' atau 'Apa itu kebenaran?'," jawab Venesya dengan semangat. "Ini membantu kita melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda."
Anisa yang penasaran menambahkan, "Apakah itu seperti belajar tentang arti hidup?"
"Ya, benar sekali," kata Venesya. "Filsafat mengajarkan kita untuk berpikir kritis dan tidak menerima segala sesuatu begitu saja. Ini tentang mencari pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita dan dunia di sekitar kita."
Perbincangan mereka terganggu oleh bel yang menandakan waktu istirahat telah selesai. Namun, ketertarikan teman-teman baru Venesya pada filsafat membuatnya merasa lebih diterima dan dihargai.
Setelah sekolah, Syifa mengajak Venesya ke taman dekat sekolah. "Ada tempat favoritku di sini. Ayo, aku ingin menunjukkanmu."
Mereka berjalan menyusuri taman yang indah, penuh dengan bunga berwarna-warni dan pepohonan rindang. Syifa membawa Venesya ke sebuah bangku yang terletak di bawah pohon besar. "Di sini aku sering duduk dan berpikir. Tempat ini tenang dan membuatku merasa damai."
Venesya duduk di bangku dan menghirup udara segar. "Tempat ini benar-benar indah, Syifa. Terima kasih telah membawaku ke sini."
Syifa tersenyum. "Aku senang kamu menyukainya. Aku pikir, tempat ini cocok untuk kita berdiskusi tentang filsafat. Bagaimana kalau kita mulai dengan pertanyaan besar pertama?"
Venesya setuju dengan antusias. "Tentu! Apa pertanyaan besar yang ingin kamu diskusikan?"
Syifa merenung sejenak sebelum berkata, "Mengapa kita ada di sini? Apa tujuan hidup kita?"
Venesya tersenyum. "Itu pertanyaan yang bagus. Banyak filsuf besar telah mencoba menjawabnya, dan ada banyak pandangan yang berbeda. Bagiku, tujuan hidup adalah mencari kebahagiaan dan membuat dampak positif di dunia ini."
Diskusi mereka berlangsung lama, membahas berbagai pandangan dan pemikiran tentang tujuan hidup. Syifa sangat tertarik dengan pemikiran Venesya dan merasa diskusi ini membuka wawasan barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Philosopher : Next Generation
Novela JuvenilVenesya, seorang gadis remaja berusia 11 tahun, pindah dari kota romantis Venesia, Italia ke sebuah kota kecil di Indonesia karena pekerjaan ayahnya. Awalnya, Venesya merasa canggung dan kesulitan beradaptasi dengan budaya dan lingkungan barunya. Na...