Episode 23.1 : Waktu yang Ditunggu-Tunggu

1 0 0
                                    

Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Ulangan Akhir Semester (UAS) dimulai, dan seluruh siswa tampak mempersiapkan diri dengan semangat yang bercampur gugup. Ini adalah momen yang menjadi penentu apakah mereka benar-benar memahami semua materi yang telah diajarkan selama satu semester atau tidak. Di sepanjang lorong sekolah, siswa-siswi berdiskusi kecil, memegang buku catatan terakhir mereka, mengulang rumus dan poin-poin penting sebelum bel masuk berbunyi.

Di ruang kelas, suasana terasa berbeda dari hari biasanya. Tidak ada suara canda atau obrolan ringan. Semua siswa terlihat sibuk mempersiapkan perlengkapan mereka—pulpen, penghapus, dan pensil cadangan—sembari menunggu guru datang membawa soal ujian.

Venesya duduk di bangku tengah seperti biasa, tampak tenang dengan senyum kecil menghiasi wajahnya. Beberapa teman melirik ke arahnya dengan heran.

"Ven, kok santai banget? Aku masih bingung sama rumus Matematika!" bisik Syifa, yang duduk di depannya, sambil membuka catatan terakhirnya.

Venesya hanya tersenyum. "Sudah belajar dari kemarin, Syifa. Lagipula, hari ini kita cuma perlu tenang dan fokus."

Syifa menghela napas panjang. "Iya sih, tapi tetap aja rasanya gugup."

Bel berbunyi, menandakan dimulainya jadwal ulangan pertama: Pendidikan Agama Islam. Pak Ahmad Averroes memasuki kelas dengan membawa setumpuk soal ujian dan wajah penuh wibawa seperti biasa. Suasana kelas semakin sunyi, hanya terdengar suara langkahnya di lantai yang bergema.

Pak Ahmad membuka dengan doa, lalu membagikan lembar soal dan lembar jawaban. "Anak-anak, ini adalah waktu kalian untuk menunjukkan seberapa baik pemahaman kalian tentang pelajaran Agama. Baca soal dengan cermat, dan jangan terburu-buru menjawab. Semoga hasilnya memuaskan," katanya tegas namun hangat.

Soal-soal ujian terdiri dari 40 pilihan ganda dan lima soal esai. Materinya mencakup konsep-konsep dasar tentang rukun iman, rukun Islam, kisah para nabi, hingga penerapan nilai-nilai Asmaul Husna dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi Venesya, soal-soal ini terasa seperti teka-teki yang sudah lama ia pecahkan. Ia membaca setiap soal dengan cermat, namun jarang berhenti untuk berpikir panjang. Jawabannya mengalir begitu saja ke dalam lembar jawaban. Bahkan, untuk soal esai yang membutuhkan penjelasan mendalam, ia menulisnya dengan cepat dan penuh keyakinan.

Dalam waktu 30 menit, Venesya telah selesai mengerjakan seluruh soal. Ia memeriksa ulang jawabannya beberapa kali untuk memastikan semuanya benar. Ketika akhirnya ia mengangkat tangan untuk menyerahkan kertas ujiannya, teman-temannya tampak terkejut.

"Serius, Ven? Sudah selesai?" bisik Syifa, teman sebangkunya, yang masih berkutat di soal nomor 18.

Venesya mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Jangan lupa periksa jawabanmu juga, Syifa."

Setelah mengumpulkan lembar jawabannya, Venesya kembali ke tempat duduk dan menghabiskan sisa waktu dengan tenang, sementara yang lain masih sibuk berkutat dengan soal.

Setelah istirahat singkat, jadwal berikutnya adalah Matematika, salah satu mata pelajaran yang sering membuat siswa merasa tertekan. Pak Faisal, guru Matematika, memasuki kelas dengan ekspresi serius. Ia juga membawa soal ujian yang terlihat tebal—menambah kekhawatiran di wajah beberapa siswa.

"Anak-anak, hari ini adalah kesempatan kalian untuk membuktikan bahwa kalian telah berusaha keras sepanjang semester. Jangan khawatir, soalnya tidak sesulit yang kalian pikirkan, asalkan kalian sudah mempelajari semua yang kita bahas sebelumnya," ujar Pak Faisal sambil membagikan soal.

Begitu soal dibagikan, beberapa siswa mulai menggigit ujung pulpen mereka, tampak bingung menghadapi soal pertama. Namun, tidak dengan Venesya. Ia melihat soal itu seperti tantangan yang menyenangkan. Deret bilangan, persamaan kuadrat, hingga soal cerita tentang kecepatan dan jarak—semuanya ia selesaikan dengan lancar.

The Little Philosopher : Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang