Hari itu, suasana di sekolah tampak seperti biasa. Siswa-siswi lalu-lalang dengan tawa dan percakapan yang ceria, namun di balik keramaian itu, Dista menyembunyikan beban yang tidak diketahui oleh siapapun. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa di balik senyumnya yang ceria, Dista sedang menghadapi perjuangan besar dalam hidupnya.
Dista adalah seorang gadis yang cerdas dan selalu bersemangat. Di mata teman-temannya, ia adalah sosok yang penuh keceriaan dan selalu ada untuk membantu siapa saja. Venesya dan Syifa, yang paling dekat dengannya, menganggap Dista sebagai sahabat yang bisa diandalkan. Namun, mereka tidak pernah tahu bahwa ada sesuatu yang Dista sembunyikan dari mereka.
Sejak beberapa bulan terakhir, Dista mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Gejala-gejala yang awalnya dianggap sepele, seperti lelah yang berlebihan dan penurunan berat badan yang tiba-tiba, mulai menjadi lebih parah. Tetapi Dista memilih untuk tetap diam, tidak ingin membuat teman-temannya khawatir atau merusak keceriaan yang selalu mereka bagikan bersama.
Di rumah, Dista hidup dalam keluarga yang sederhana. Orang tuanya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan Dista tidak ingin menambah beban mereka dengan masalah kesehatannya. Setiap malam, setelah menyelesaikan pekerjaan rumah dan belajar, Dista menghabiskan waktu sendirian di kamarnya, merenungi keadaan yang ia hadapi.
Pernah suatu kali, Dista mendengar orang tuanya berbicara dengan nada cemas tentang biaya pengobatan yang sangat mahal. Ia sadar bahwa kondisinya tidak bisa diabaikan, tetapi ia juga tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya. Dalam diam, Dista memutuskan untuk berjuang sendirian, menahan rasa sakit yang semakin sering menyerangnya.
Di sekolah, Dista tetap berusaha untuk tampil seperti biasanya. Ia tertawa, bercanda, dan mengikuti kegiatan bersama teman-temannya, seolah-olah tidak ada yang salah. Venesya dan Syifa, yang sangat dekat dengannya, sesekali merasa ada yang aneh dengan Dista, tetapi mereka tidak pernah mengira bahwa sahabat mereka sedang menyembunyikan penyakit yang serius.
Namun, ada momen-momen di mana Dista hampir tidak bisa menahan air mata. Ketika sendirian di pojok kelas atau di perpustakaan, ia sering merenung dan bertanya-tanya mengapa semua ini terjadi padanya. Ia merasa kesepian, tetapi juga takut untuk membuka diri kepada teman-temannya. Dista tidak ingin belas kasihan, ia hanya ingin menjalani hidupnya seperti biasa, meskipun itu berarti harus menanggung beban ini sendirian.
Hari demi hari berlalu, dan kondisi Dista semakin memburuk. Ia tahu bahwa waktunya untuk terus menyembunyikan ini tidak akan lama lagi. Namun, ia tetap berusaha untuk kuat, terus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Di mata Venesya dan Syifa, Dista masihlah Dista yang ceria dan penuh semangat, meskipun sebenarnya ia sedang berjuang dengan seluruh tenaga yang tersisa.
Pada akhirnya, tubuh Dista tidak bisa lagi menutupi apa yang terjadi di dalamnya. Suatu hari, di tengah-tengah pelajaran, Dista merasa pusing dan pandangannya mulai kabur. Ia mencoba untuk tetap duduk dan mengikuti pelajaran, tetapi tubuhnya tidak mampu menahan lagi. Dista pingsan di tempat duduknya, membuat seluruh kelas terkejut dan panik.
Venesya dan Syifa langsung berlari ke sisinya, memanggil-manggil namanya dengan penuh kecemasan. Ketika Dista akhirnya dibawa ke ruang kesehatan, baru saat itulah teman-temannya mengetahui apa yang selama ini Dista sembunyikan. Kejadian itu membuka mata mereka bahwa di balik senyum dan tawa, Dista menyimpan rahasia yang begitu berat.
Setelah kejadian itu, Dista akhirnya dirawat di rumah sakit dan mendapatkan pengobatan yang lebih intensif. Venesya, Syifa, dan teman-teman lainnya sering datang menjenguk, membawa dukungan dan semangat. Mereka semua merasa bersalah karena tidak menyadari penderitaan yang dialami Dista, tetapi juga bertekad untuk selalu ada di sampingnya.
Dista, meskipun merasa lemah dan lelah, mulai merasa sedikit lega karena tidak lagi harus menyembunyikan segalanya sendirian. Ia mulai menerima bantuan dan cinta dari orang-orang di sekitarnya, termasuk dari Venesya dan Syifa. Meskipun perjalanan ke depan masih penuh tantangan, Dista tidak lagi merasa sendirian dalam perjuangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Philosopher : Next Generation
Fiksi RemajaVenesya, seorang gadis remaja berusia 11 tahun, pindah dari kota romantis Venesia, Italia ke sebuah kota kecil di Indonesia karena pekerjaan ayahnya. Awalnya, Venesya merasa canggung dan kesulitan beradaptasi dengan budaya dan lingkungan barunya. Na...