STH || 12

319 38 5
                                    

“Siapa yang ngirim beginian ke asrama kita?” pertanyaan itu terlontar dari belah bibir Randika yang menjadi orang pertama yang melihat sebuah kotak berukuran sedang berwarna hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Siapa yang ngirim beginian ke asrama kita?” pertanyaan itu terlontar dari belah bibir Randika yang menjadi orang pertama yang melihat sebuah kotak berukuran sedang berwarna hitam.

Baik Jovan maupun Jibran lantas menggelengkan kepala, tanda tidak tahu.

“Lo ada pesen paket nggak?” pertanyaan kali ini mengudara dari Jovan setelah melihat kedatangan Yahsa, disusul oleh Herlan yang berjalan lambat di belakangnya.

Yang ditanyai mengernyitkan keningnya. “Nggak, semenjak tinggal di asrama ini, gue nggak pernah mesen paket apapun di online shop.” jelasnya kemudian.

“Terus, ini punya siapa?” tanya Randika seraya menatap satu persatu teman sekamarnya.

“Kenapa?” tanya Jibran pada Herlan saat menyadari sesuatu, pemuda gemini itu terlihat lesu, juga wajah yang pucat.

“Kenapa apanya?” Herlan malah balik bertanya, membuat Jibran menghela napas. Ditanyai, malah balik bertanya.

Telapak tangan Jibran, ia daratkan tepat di kening Herlan. Dahinya mengerut merasakan hawa panas bercampur dingin dari pemilik kening. “Lo demam,” lanjutnya mengundang atensi penuh dari ketiga temannya yang lain.

“Lho, iya. Muka lo pucet banget,” sahut Randika dengan nada khawatir yang tak di tutup-tutupi. “Pusing, nggak?”

“Nggak ah, gue baik-baik aja,” balas Herlan cepat. Matanya teralihkan pada kotak yang dipegang Randika. “Apaan tuh? Paket punya lo, Ran?” tanyanya penasaran.

“Bukan,” jawab Randika sembari menggelengkan kepala. “Gue lihat kotak ini di pintu kamar kita. Jovan sama Jibran juga lihat, kan?”

“Iya.”

“Hm.”

“Coba cek diluar kotaknya, siapa tahu ada nama pengirim sama nama penerimanya!” usulan Jovan langsung dilakukan Randika, Herlan dan Yahsa mendekat, ikut mencari sekiranya satu petunjuk yang bisa menghilangkan rasa penasaran yang melambung tinggi.

“Nama pengirimnya kosong, tapi penerimanya disini tertulis ‘untuk kamar nomor '105’” ucap Randika menjabarkan apa yang dirinya lihat di kertas kecil yang ditempeli lakban bening diatasnya.

“Berarti, itu buat kita dong!” seru Herlan. “Yaudah, mendingan kita buka aja yuk? Siapa tahu kan isinya hadiah buat kita,” lanjutnya penuh semangat. Dan hal tersebut mendapat dengusan dari temannya.

Tangan Herlan sudah akan membuka kotak hitam tersebut, sebelum tangan Jibran menghentikannya. “Jangan disini!” ucapnya

“Iya, jangan disini. Mendingan kita masuk kamar dulu, bukanya di dalem.” Jovan membuka knop pintu, dirinya masuk disusul yang lainnya.

Saat Randika meletakkan kotak tersebut diatas meja belajarnya, Herlan langsung mendekati. Tangannya ia arahkan untuk membuka kotak tersebut.

“1, 2, 3 … Kok, isinya kayak begini?”

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang