STH || 16

406 44 2
                                    

“Ran!” panggil Dita setelah memastikan Jovan dan Herlan berjauhan dengan dirinya dan lelaki disampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ran!” panggil Dita setelah memastikan Jovan dan Herlan berjauhan dengan dirinya dan lelaki disampingnya.

“Kenapa?” tanya Randika.

“Gue mau,” jawab Dita yang membuat Randika menghentikan langkahnya, sebab dia tahu maksud dari jawaban itu.

“Beneran?” Randika memastikan seraya memegang bahu Dita.

Dita mengangguk pelan. “Iya, gue mau jadi pacar lo,” jawabnya malu-malu.

Sebuah senyuman lebar hadir dari bibir Randika. Demi apa, dirinya diterima? Huh, rasanya senang sekali.

“Jadi, mulai sekarang kita pacaran nih?” tanya Randika masih menampilkan senyuman lebarnya.

“Iya,” jawab Dita pelan seraya menunduk, mencoba menyembunyikan kedua pipinya yang terasa memanas, sebab salah tingkah yang menderanya.

Thanks, Ta,” ucap Randika sembari menarik tubuh mungil Dita dalam pelukan, memeluknya erat. Dita pun membalas pelukan tersebut. Keduanya sama-sama tersenyum, merasa senang.

“Kalau gitu, kita kepisah disini,” ucap Dita setelah melepaskan diri dari pelukan.

“Mau gue anterin?” Randika menawarkan diri.

“Nggak usah, di asrama cewek suka banyak yang kepo,” jawaban Dita menghadirkan sebuah tawa dari Randika, disusul dengan Dita.

“Yaudah, gue duluan! Sampai ketemu besok di sekolah!”

“Iya, sana! Keburu dipanggil temen-temen lo!”

Randika mengangguk, lalu berlari menyusul Herlan dan Jovan yang pasti sudah jauh dari tempatnya berdiri.

“Woy, tungguin!”

•••

Saat tiba di kamar asrama, Herlan, Jovan dan Randika mendapati Yahsa yang sedang tertidur dengan pulasnya.

“Gue baru pertama kali lihat dia emosi,” ucap Herlan saat mengingat kejadian di kafe, walaupun dirinya tidak tahu secara keseluruhan dengan apa yang terjadi antara Yahsa dan lelaki paruh baya yang mengejarnya. Namun, ketika melihat sisi emosional dari roomatenya. Dia tahu, telah terjadi perdebatan disana.

“Gue juga, begitupun dengan Randika.” Jovan meletakkan ponselnya di meja. “Tapi, kita nggak sepenuhnya tahu apa yang sebenarnya terjadi sama dia. Yang pasti tugas kita sebagai teman, harus saling support.”

“Gue setuju sama apa yang dibilang sama lo, kita cukup hibur dia kalau sekiranya dia lagi ada masalah. Tanpa perlu kita kepo atau ikut campur urusan dia, selama dia nggak mau ngasih tahu kita. Karena siapa tahu, itu privasi dia sama Papanya atau sama keluarganya yang lain,” timpal Randika yang tentu saja disetujui keduanya. Karena, ya, itu memang bukan ranah mereka.

“Kok, gue laper ya,” ucap Herlan seraya mengelus perutnya yang sempat berbunyi.

“Perasaan, baru dua jam yang lalu kita makan. Dan lo, udah ngerasa laper lagi?” Randika menatap si gemini Juni tak habis pikir, “bener-bener ya lo, dasar perut karet,” ledeknya.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang