STH || 07

636 52 2
                                    

Sebelum baca, jangan lupa dengerin lagu yang saya sisipkan di mulmed ya ><

Tepat pukul tujuh pagi, Randika, Jibran, Jovan, Herlan dan Yahsa sudah berada di sekolah, kelimanya sedang berdiam di koridor dekat lapangan, sembari menunggu waktu upacara tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat pukul tujuh pagi, Randika, Jibran, Jovan, Herlan dan Yahsa sudah berada di sekolah, kelimanya sedang berdiam di koridor dekat lapangan, sembari menunggu waktu upacara tiba.

Sadika, seorang anggota OSIS sekaligus teman sekelas Jibran dan Jovan menghampiri kelimanya.

“Pagi guys!” sapanya.

“Pagi,” balas Randika, Jovan, Yahsa dan Herlan bebarengan, sedangkan Jibran hanya menganggukan kepalanya.

“Kita mulai baris yuk! Sebentar lagi upacara,” ajaknya yang langsung disetujui kelima pemuda dengan tahun lahir yang sama itu. Kini, keenam orang itu berjalan memasuki area lapangan yang sudah mulai ada beberapa yang berbaris sesuai dengan kelas mereka.

“Gue gabung sama anak OSIS yang lainnya ya!” pamit  Sadika seraya berjalan ke arah kumpulan OSIS yang sedang mengatur siswa yang belum berbaris.

“Iya,” balas Jibran mewakili teman-temannya.

“Yang nggak tinggi di depan,” ucap Herlan seraya mendorong Randika ke barisan paling depan.

Randika membalikkan tubuhnya menjadi menghadap Herlan, ia mendelik, netranya menatap tajam pada Herlan. “JADI MAKSUD LO GUE PENDEK, GITU?” tanyanya dengan suara pelan, namun penuh penekanan disetiap katanya.

“Gue nggak bilang lo pendek ya, gue cuma bilang ‘nggak tinggi’” jawab Herlan.

“Tapi itu artinya berarti sama aja pendek, anjing!” Randika menoyor kening Herlan penuh perasaan. Perasaan emosi yang melonjak maksudnya.

Herlan meringis sembari mengusap-usap keningnya seraya menggerutu, “KDRT terus lo sama gue,”

“KDRT pala lo kotak KDRT,” jawab Randika sebal.

“Awas ya Ran, gue laporin ke Kak Seto atas pencemaran nama baik,” ucapan Herlan semakin melantur kemana-mana.

“Tolol!” gumam Jibran pelan seraya memutarkan bola matanya malas saat mendengar ucapan Herlan. Ia dan Jovan  kebetulan mendapatkan barisan tepat di sebelah kanan kelas Herlan dan Randika. Begitupun dengan Yahsa yang berada di barisan sebelah kiri.

“Nggak ada kolerasinya antara ‘Kak Seto’ sama ‘pencemaran nama baik’ Her,” ucap Yahsa.

“Tahu nih, emang bego banget ini orang,” timpal Randika seraya membalikkan tubuhnya ke posisi semula saat mendengar pemberitahuan tentang upacara yang akan segera dimulai.

“Tega kalian, ngatain gue tolol lah, bego lah.” Herlan menatap bergantian pada  Yahsa, Jibran dan Randika dengan sinis, “padahal kan gue sering dapet peringkat 2 setiap kenaikan kelas,” lanjutnya.

“Peringkat 2 dari belakang.” Oke, celetukan tambahan dari Jovan berhasil menimbulkan sebuah tawa mengejek dari Randika dan Yahsa, sedangkan Jibran hanya tersenyum kecil.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang