STH || 15

424 44 4
                                    

“Jadi, kenapa ngajak ketemu?” Yahsa menatap lelaki yang duduk dihadapannya lekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jadi, kenapa ngajak ketemu?” Yahsa menatap lelaki yang duduk dihadapannya lekat. “Ada alasan apa, Papa?”

Lelaki paruh baya yang diketahui merupakan ayah kandung dari Yahsa itu menghela napas berat saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari putra semata wayangnya. “Memang harus ada alasan dulu kalau Papa mau ketemu sama anak sendiri?”

“Nggak, nggak ada,” jawab Yahsa sembari menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa yang tersedia di sebuah ruangan VIP yang tersedia di kafe tempat dirinya bertemu dengan sang ayah.

“Aneh aja, biasanya kan Papa nggak pernah ada waktu buat ketemu sama aku. Kan katanya SIBUK ngurusin perusahaan."

Papa Yahsa terdiam membisu, tak membalas ucapan Yahsa. Sebab, dia tahu apa kesalahannya. Kesalahan yang hingga saat ini membuatnya dihantui rasa bersalah.

“Papa mau pindah ke Jakarta mulai hari ini.”

“Oh.” Yahsa sempatkan meminum jus strawberry yang sempat dirinya pesan. “Ada masalah ya, sama perusahaan yang di Jakarta?”

“Enggak kok, perusahaan Papa yang disini baik-baik aja.”

“Loh, kirain ada masalah. Biasanya kan Papa pindah ke satu kota, karena ada masalah sama salah satu perusahaan kesayangan Papa,” ucap Yahsa disertai sebuah sindiran yang tersirat di dalamnya.

“Kali ini, Papa memutuskan untuk pindah ke Jakarta secara permanen. Dan untuk perusahaan Papa yang di Surabaya, biar orang kepercayaan Papa yang handle.”

“Oh, oke,” jawab Yahsa tak perduli. Ia membenarkan posisi duduknya ke posisi semula. Sungguh, dirinya malas sekali jika sudah berhadapan dengan pria paruh baya di depannya. Tidak sopan memang, namun selalu ada emosi yang melingkupi diri. Beruntungnya, dirinya bisa menahannya.

“Papa pindah ke Jakarta, supaya bisa mengunjungi makam Mama setiap bulannya.”

“Ah, sekarang udah sadar kalau punya istri?” tanya Yahsa menatap papanya remeh. “Dulu kemana, saat Mama masih hidup? Saat Mama masih bareng sama aku?”

“Sa, Papa min---"

“OH IYA, aku baru inget. Papa kan SIBUK sama perusahaannya, sibuk nyari uang supaya bisa bikin aku BAHAGIA.” Yahsa memotong ucapan sang papa yang hendak meminta maaf, untuk ke sekian kali.

Dan sungguh, saat ini Yahsa tak butuh maaf itu. Karena maafnya tak bisa mengembalikan sang ibu yang telah tiada.

"Sama sibuk mikirin perempuan lain yang di cintainya, kan?"

Bisa dibilang, lelaki dihadapannya ini ikut andil dalam kepergian sang ibu. Karena sifat egoisnya yang tak pernah mereda atau bahkan sudah terpaut lama dengan jiwa.

Lelaki dihadapannya adalah lelaki yang sama, yang membuat mamanya merasa tak dihargai, dan memilih pergi.

Yang Yahsa ketahui, keduanya menikah karena sebuah perjodohan. Dulu, tidak ada cinta di dalamnya. Dan hal tersebutlah yang melandasi sifat egois papa Yahsa kepada mamanya. Bahkan hingga beberapa tahun pernikahan terlalui, saat sang ibu sudah mulai menyimpan rasa, sifatnya tetap sama.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang