STH || 21

431 39 1
                                    

Yahsa mengambil ponsel Randika, membuka ponsel yang kebetulan tak berpola tersebut, lalu mengecek ke bagian aplikasi chatting

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yahsa mengambil ponsel Randika, membuka ponsel yang kebetulan tak berpola tersebut, lalu mengecek ke bagian aplikasi chatting. Benar seperti yang dirinya lihat, tidak ada satu pun chat dari Dita, saat bergulir ke bagian contacts, dirinya juga tak menemukan nomor Dita.

"Ini!" Ia mengangkat ponsel Randika, yang masih menyala, menampilkan wallpapers default yang memang tersedia, bawaan dari ponsel. "Lo bilang, kalau lo lagi chatting sama Dita, kan? Asal lo tahu, cuma layar biasa yang lo kasih lihat ke gue, bukan roomchat lo sama Dita."

Randika terdiam, malam ini, dirinya diserang beberapa fakta yang membuatnya bungkam. Jadi, Dita itu memang bukan manusia? Dan hal yang selalu dia lakukan (berbalas pesan dengan Dita) juga merupakan sebuah ilusi semata?

Pantas saja, jika dirinya hendak mengantarkan Dita ke area asrama khusus cewek, Dita selalu melarangnya dengan berbagai alasan.

Pernah juga satu kali, dirinya mendatangi asrama itu. Dan saat bertanya, dirinya malah mendapatkan tatapan bingung, sebab tak ada yang bernama Dita yang menempati kamar asrama khusus cewek yang letaknya disebelah barat itu.

Herlan mengambil ponsel di tangan Yahsa, dirinya mengecek aplikasi chatting di ponsel itu. Dan ya, memang tak ada riwayat pesan antara Randika dan Dita.

"Jadi, dia beneran bukan manusia?" tanya Herlan pelan pada Jovan dan Jibran.

"Kenyataannya gitu," jawab Jovan pelan setelah membaca isi surat untuk Randika.

"Pantesan, setiap kali gue mau nganterin dia ke asramanya, dia selalu nolak," ucap Randika sembari mengusap wajahnya beberapa kali, mencoba menghalau rasa sedih dan kecewa yang tiba-tiba saja hadir. Sedih karena ternyata Dita bukan manusia, kecewa sebab kebohongan yang tercipta.

"Sabar Ran," balas Herlan seraya mengelus bahu temannya itu. "Nanti, kita cari lagi cewek, yang bener-bener manusia. Lo tenang aja, kedepannya kita seleksi dulu bareng-bareng, jadi nggak bakalan zonk."

"Herlan!" desis Jibran memperingati.

"Temennya lagi sedih juga, malah diajak bercanda," ucap Yahsa pelan.

"Tahu tuh," sahut Jovan menatap Herlan tak habis pikir.

"Apasih kalian, gue kan cuma mau ngehibur Randika." Herlan menatap ketiga temannya sensi. "Lo terhibur kan Ran?" lanjutnya bertanya pada Randika yang kini sedang menatap padanya.

"Terhibur matamu," jawab Randika ngegas.

"Lah, lagi sedih juga ada aja sifat emak-emak tukang ngegasnya," celetuk Herlan sok polos.

"Lo bener-bener minta di hajar ya?" Randika menatap si gemini juni tajam. Yang membuat Herlan langsung memberikan cengiran andalannya. Saat dirinya akan menjauh, Randika lebih dulu menarik Herlan kencang, hingga membuat pemuda berambut hitam itu terjatuh.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang