STH || 02

942 78 3
                                    

“Asal lo tahu, mereka bertiga juga bisa dibilang anak baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Asal lo tahu, mereka bertiga juga bisa dibilang anak baru. Jibran baru pindah tiga bulan yang lalu, sedangkan si Jovan sama Randika baru satu bulan yang lalu. Kalau gue sendiri, gue udah dari lama disini.” Herlan menjelaskan tentang kepindahan ketiga sahabatnya. Membuat Yahsa yang sedang bersandar pada sandaran kasur barunya mengangguk.

Niatnya sih, sesampainya di kamar asrama, ia akan langsung beristirahat, namun karena Herlan yang terus mengajaknya berbicara membuat niatnya harus terpending dahulu.

Berbicara mengenai tata letak kasur, kasurnya diletakkan berjajar lima, dengan menghadap pada lima meja belajar yang disediakan sekolah. Sedangkan untuk lemari pakaian berada di ujung dekat kamar mandi.

Untuk posisinya, Jovan berada di kasur pertama, Herlan kasur kedua, Jibran kasur ketiga, Randika keempat, Yahsa bagian paling ujung dekat lemari.

Saat ini, Herlan sedang ikut bergabung dengan Yahsa di kasurnya.

“Jadi, kalau ada apa-apa, lo harus kasih tahu gue duluan, bagaimanapun gue kan senior kalian di asrama ini,” lanjutnya dengan mimik wajah serius

Tuk!

Sebuah bolpoint melayang dan tepat mengenai kepala Herlan, membuat mimik wajah serius itu berubah menjadi sebuah ringisan pelan.

“Aduh!”

Ia pun segera menoleh pada pelaku pelemparan bolpoint, terpampanglah raut sinis Randika yang masih berdiam diri di kursi belajarnya, membuat Herlan mencebikkan bibirnya kesal.

“Sakit atuh, Ran!”

“Senior, senior! Kalau tidur masih suka dibangunin, jangan ngaku senior lo bocah kematian,” ucap Randika ngegas tak menghiraukan protesan Herlan.

“Bener kok gue senior, gue kan yang paling lama disini,” balas Herlan tak mau kalah.

“Gak ada hubungannya antara senior sama yang paling lama! Kalau nyatanya kita ada di satu angkatan yang sama!” tanya Randika mulai terpancing.

“Ad—” belum sempat Herlan menyelesaikan ucapannya, telapak tangan Jibran menghalangi mulutnya untuk berbicara. Membuat Herlan langsung memberontak meminta dilepaskan.

“Diem!” seru Jibran dingin seraya menarik Herlan untuk berdiri dan mendorongnya kearah kasur Herlan. Kalau tidak begitu, Jibran pastikan perdebatan unfaedah itu akan berkepanjangan.

“Tidur!” perintahnya yang entah kenapa membuat Herlan mau tak mau menuruti perintah Jibran.

Entah kenapa, Herlan rasa, aura Jibran itu dingin dan sedikit menyeramkan apalagi jika sedang kesal. Hih! Herlan langsung merinding jika mengingatnya.

“Nggak asik lo nyet,” ucap Herlan disertai umpatan seraya merebahkan tubuhnya membelakangi Jibran, Yahsa dan Randika yang sudah mulai beranjak dari meja belajarnya.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang