STH || 03

836 70 5
                                    

“Ulah lila-lila di kantin!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ulah lila-lila di kantin!”

*jangan lama-lama

Tut!

Herlan mematikan sambungan teleponnya, lalu meletakkan ponselnya diatas lantai marmer yang sudah dilapisi karpet berbentuk persegi, yang bisa menampung hampir sepuluh orang.

“Gue masih heran deh sama lo Her, lo kan asli Jakarta ya? Tapi kok bisa bahasa Sunda? Dan bahasa Sunda lo lancar banget lagi?” tanya Yahsa setelah mendengar Herlan berbicara menggunakan bahasa Sunda disambungan telepon tersebut.

Saat ini, Herlan, Yahsa dan Randika sedang berada di rooftop sekolah, seraya menunggu Jovan dan Jibran yang sedang membeli cemilan dan minuman di kantin.

Yang Yahsa tahu, dari cerita Herlan. Rooftop merupakan tempat yang sering Herlan dkk kunjungi saat jam istirahat atau setelah pulang sekolah.

Tidak panas kah berdiam diri di rooftop? Tenang, rooftop yang Herlan dkk jadikan basecamp itu merupakan rooftop yang terletak disebelah barat, yang dimana rooftop tersebut menggunakan atap. Jadi, tidak panas, tidak seperti rooftop sebelah timur yang terbuka, membuat cahaya matahari langsung menyorot sepenuhnya kesana.

Herlan yang mendengar pertanyaan teman barunya itu langsung tersenyum sumringah. Lalu ia menjawab dengan nada senang dan sedikit pamer?

“Iya dong, bahasa Sunda gue kan emang lancar, bagus banget lagi,” jawabnya penuh percaya diri. “Gini ya Sa, dulu gue diajarin bahasa Sunda sama pacar gue yang kebetulan orang Bandung, karena kebiasaan, kadang-kadang gue gunain bahasa Sunda sebagai bahasa kedua gue setelah bahasa Indonesia,” lanjutnya masih menampilkan senyum sumringahnya, seraya membayangkan wajah cantik sang pujaan. Apalagi saat teringat wajah serius sang pacar saat sedang mengajarinya bahasa Sunda.

“Bohong!”

Mendengar celetukan Randika, raut wajah Herlan berubah muram, ia tahu akan kemana Randika berucap.

“Omongan yang keluar dari mulut si Herlan itu, semuanya omong kosong alias bullshit!”

Nahkan! Herlan sudah menduga.

“Kenapa sih Ran? Lo kayaknya nggak percaya banget sama omongan gue?” Herlan menatap Randika sebal.

“Emang,” jawab Randika malas. “Lagian lo juga pernah cerita tentang lo yang diajarin bahasa Sunda sama si ‘pacar’ lo itu, tapi lo nggak pernah tuh ngenalin ke gue, Jovan sama Jibran. Jadi, selama belum ada bukti valid, gue nggak akan percaya,” lanjutnya.

“Seenggaknya lo lihatin dulu lah fotonya ke kita kalau emang dia lagi nggak di Jakarta,” tambahnya.

“Harus banget ya kenalin dia ke kalian?” tanya Herlan yang diangguki Randika. “Gue takut,” lanjutnya.

“Takut kenapa?” tanya Yahsa yang sejak tadi menyimak pembicaraan kedua teman barunya.

“Takut dia direbut sama salah satu dari kalian, walaupun gue percaya sih dia nggak akan kepincut, soalnya gantengan gue dari pada kalian.” Herlan menyugar poninya yang sudah mulai memanjang ke belakang, tak lupa sedikit berpose keren.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang