STH || 23

445 44 6
                                    

Waktu berlalu begitu cepat, pagi telah kembali, cahaya matahari sedikit-sedikit mulai menampakkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu berlalu begitu cepat, pagi telah kembali, cahaya matahari sedikit-sedikit mulai menampakkan diri. Dan ini waktunya semua makhluk hidup beraktivitas.

Di asrama bernomor 105, kelima pemuda dengan usia yang sama itu sedang melangsungkan sarapan pagi mereka, ditemani keheningan. Karena si pemuda gemini, satu-satunya yang hiperaktif dan biasanya banyak bicara itu kini lebih banyak diam, mungkin masih kesal perihal semalam.

Hal tersebut, membuat keempat roomatenya saling berpandangan sambil sesekali menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut.

"Lan, lo masih ngambek karena kejadian semalem ya?" Randika yang selesai terlebih dahulu pada akhirnya angkat suara. Sumpah, dirinya tak biasa dengan keheningan ini.

Yang diberi pertanyaan tak menjawab, si empunya nama malah asik makan seolah tak mendengar suara sang teman.

"Her, jangan diem aja elah. Gue nggak biasa lihat lo jadi pendiem begini," ucap Yahsa yang merasakan hal yang sama dengan Randika. Dan sepertinya, Jibran dan Jovan pun merasa demikian.

"Iya Lan, kalau lo masih marah karena kejadian semalem, gue sama yang lainnya minta maaf yang sebesar-besarnya deh," sahut Jovan ikut menambahkan yang diangguki oleh ketiga temannya.

"Janji, kita nggak gitu lagi." Jibran yang biasanya kebanyakan menjadi pendengar pun turut bersuara. Karena bagaimanapun, semuanya berawal dari dirinya yang pertama mengatai teman sekamarnya itu.

Herlan menyimpan piringnya, lalu beralih pada keempat temannya dengan wajah datar, yang membuat keempatnya terdiam, mereka tak biasa dengan wajah datar yang ditampilkan.

"Apa yang bakal kalian kasih kalau semisal gue maafin kalian?" tanyanya seraya membuang muka, persis seperti seseorang yang sedang marah atau merajuk.

"Gue bakal traktir lo makan sepuasnya," celetuk Yahsa yang membuat Herlan tergiur saat mendengarnya, bahkan dirinya langsung menatap pada Yahsa sepenuhnya. "Gimana?"

"Beneran nggak nih?"

"Iya, beneran! Mau nggak?"

"Ya mau atuh," jawab Herlan cepat. "Yaudah deh, kalau demi sesuatu yang gratisan, terpaksa gue maafin kalian," lanjutnya seraya berdiri, beranjak meninggalkan keempatnya menuju dapur, berniat membasuh piring dan sendok bekas dirinya sarapan.

Jibran mengikuti Herlan dengan tangan kanan yang memegang empat piring, bekas dirinya, Yahsa, Randika dan Jovan makan.

"Yeee, soal traktiran aja. Dia langsung sumringah," ucap Randika pelan, tak mau sampai terdengar Herlan.

"Tapi beneran lo mau traktir Herlan? Emang nggak papa kalau duit lo terkuras? Herlan itu kalau udah di traktir suka lupa diri loh," celetuk Jovan yang ditunjukan kepada Yahsa.

"Nggak papa kali, bahkan kalau kalian mau minta traktir sekalian, gue kasih. Tenang aja, duit gue nggak bakalan habis kalau dipake buat traktir doang mah," jelas Yahsa sedikit menyombongkan diri.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang