STH || 28

384 38 6
                                    

Yahsa benar-benar menepati ucapannya untuk mentraktir Herlan, tak hanya si gemini, ketiga teman yang lainnya juga dirinya traktir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yahsa benar-benar menepati ucapannya untuk mentraktir Herlan, tak hanya si gemini, ketiga teman yang lainnya juga dirinya traktir. Dan tentu saja keempat temannya itu dengan senang hati akan menerima traktiran dari dirinya.

Pukul tujuh malam, mereka berempat memilih pergi menggunakan angkutan umum yang di jam itu masih beroperasi.

Raut wajah Herlan terlihat begitu sumringah, layaknya anak kecil yang diberikan es krim oleh orang tuanya.

"Lo seseneng itu? Cuma karena di traktir doang?" tanya Yahsa seraya menaikkan satu alisnya.

"Dia emang gitu Sa, selama ada traktiran. Bibir bakalan terus senyum, bahkan kayaknya nggak bakalan peduli kalau sampai giginya kering sekalipun."

"Nggak gitu juga kali Jov," balas Herlan seraya menampar pipi pemuda yang identik dengan senyum bulan sabit disebelahnya.

"Ya, kan gue berbicara kenyataan. Lo kan emang gitu kalau masalah traktiran. Tanya aja sama yang lain kalau lo butuh validasi."

"Dan gue setuju sama apa yang diomongin Jovan," sahut Randika sedangkan Jibran mengangguk membenarkan.

"Yaudahlah," balas Herlan menerima kenyataan.

Karena entah kenapa, Herlan selalu senang jika mendapatkan traktiran. Lumayan kan uang kepunyaannya bisa dirinya simpan.

•••

"Gue mau itu, mau itu, mau itu, itu." Dengan penuh semangat Herlan menunjuk beberapa stand makanan yang hari ini cukup memadati taman kota, juga yang terlihat menggiurkan di sekelilingnya. "Tapi, lo yang beliin ya Sa?" Wajahnya sengaja di imut-imutkan supaya Yahsa mau membelikan apa yang dirinya mau.

"Sama lo sendiri aja Her," ucap Jibran akhirnya membuka suara, setelah tadi di perjalanan kebanyakan diam.

"Nggak mau." Herlan menggelengkan kepala. "Kan Yahsa yang punya uang, jadi harus dia yang belinya."

"Udahlah Jib, ngalah aja kalau sama bocah, takutnya nanti tantrum. Kan berabe," ucap Randika yang tak di hiraukan oleh Herlan yang lebih memilih mencari tempat yang agak sepi dan sejuk untuk dirinya duduk, yang dilapisi dengan rerumputan hijau yang tumbuh disekitar taman.

Pada akhirnya Yahsa membeli makanan yang sesuai dengan keinginan Herlan ditemani Randika, sedangkan Jovan dan Jibran memilih menemani Herlan.

"Ademnya," ucap Herlan seraya merebahkan tubuhnya dengan posisi telentang. Jovan mengambil duduk disisi kiri Herlan, dan Jibran mengambil di posisi kanan. Kini tubuh Herlan diapit dua tubuh titan. Tak lama Herlan menggeliat saat Jovan dengan isengnya ikut berbaring dan  memeluknya erat bak memeluk guling.

"Anjir, Jovan lo berat!" pekik Herlan dengan rusuh mencoba melepaskan tangan Jovan yang masih memeluknya erat, membelit tubuhnya selayaknya ular. "Lepasin!"

"Kasih gue pujian dulu, baru gue lepasin," balas Jovan  main-main.

"OGAH!"

"Yaudah, berarti nggak bakalan gue lep---"

"IYA, IYA." Herlan memotong ucapan Jovan.

"Jovan, yang ganteng, baik hati, pinter dan tidak sombong. Lepasin gue ya," lanjtnya dengan ekspresi memelas.

"Sekali lagi dong!" ucap Jovan menampilkan senyuman manisnya.

Herlan memutarkan bola matanya malas, temannya ini haus pujian sekali.

"Jovanjing, lepasin gue! Sebelum gue ngamuk. Lo mau ngelepasin secara sukarela atau gue paksa dengan cara yang nggak disangka-sangka." Herlan menatap Jovan tajam.

"Coba aja paksa," balas Jovan menantang, yang membuat Herlan berdecak kesal.

"Ini lo yang minta ya, jadi jangan marah!"

Cup

Cup

Cup

Tanpa disangka-sangka, secara bertubi-tubi Herlan mencium kedua pipi dan kening Jovan dengan kecupan basah. Sontak saja Jovan langsung melepaskan pelukan tersebut seraya menjauhi teman gemininya itu.

"Herlanjing, muka gue jadi bau jigong elo!" umpat Jovan mengusap bagian yang terkena ciuman dengan kasar, mencoba menghilangkan liur Herlan yang tertinggal di kedua pipi dan keningnya.

Herlan terbangun dari posisinya, dirinya tertawa terbahak-bahak tanpa merasa bersalah sudah membuat wajah Jovan berubah masam. Tangannya sesekali memukuli tubuh Jibran yang terkekeh melihat keduanya.

Herlan menghentikan pukulannya. "Rasain! Herlan ganteng di lawan!" ucapnya disela-sela tawanya yang masih mengudara.

"Eits, jangan marah!" peringatnya sembari menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri, saat melihat Jovan yang akan membalas perbuatannya.

"Ish, kesel banget gue." Tak mengindahkan peringatan Herlan, Jovan langsung memiting kepala Herlan. Dibawanya kepala itu ke bawah ketiaknya. "Tuh, rasain dan hirup parfume alami dari ketek gue."

Dan itu membuat Herlan menjerit-jerit dramatis. "HUAA, KETEK LO BAU. JIBRAN TOLONGIN GUE, KEPALA GANTENG GUE TERNODAI!"

"Enak aja, ketek gue wangi ya," ucap Jovan melepaskan pitingannya. Lalu kemudian, ia mencoba membaui keteknya sendiri secara bergantian.

"Wangi menyan," balas Herlan yang tentunya merupakan sebuah kebohongan. Karena kenyataannya, ketek Jovan itu tak bau sama sekali, yang ada malah wangi parfume.

•••

"Gara-gara kamu, aku harus tiada, semuanya salah kamu."

"Kamu harus mempertanggungjawabkan akibatnya."

"Kamu harus bertanggung jawab!"

"Kamu harus bertanggung jawab!"

"Hah,hah. Mimpi itu lagi," gumam seseorang yang tiba-tiba saja terbangun karena sebuah mimpi yang datang menghampiri.

Kedua tangannya mengusap-usap wajahnya yang dipenuhi keringat.

"Kenapa harus datang lagi?"

"Kenapa harus datang lagi?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[13/09/2024]

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang