STH || 26

342 38 0
                                    

"Lo kenapa nggak bilang kalau bapak lo itu yang punya sekolah?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo kenapa nggak bilang kalau bapak lo itu yang punya sekolah?"

Sebuah tanya Randika lontarkan pada Yahsa yang sedang menyeruput jus jeruk yang sempat dipesan dirinya di kantin.

Saat ini keduanya, beserta Herlan. Sedang berada di rooftop sekolah. Setelah bel istirahat berbunyi, mereka menyempatkan pergi ke kantin untuk membeli beberapa makanan. Dan memutuskan untuk memakannya di area rooftop.

Jibran dan Jovan sedang ada keperluan, membuat keduanya tidak bisa ikut bergabung dengan ketiga temannya yang lain.

"Lo nggak nanya, jadi ya ngapain gue ngasih tahu," jawab Yahsa seraya merebahkan tubuhnya diatas lantai dingin rooftop. Ia ingin tidur sejenak, ditemani semilir angin yang berhembus pelan.

"Lo juga Her? Kenapa nggak ngasih tahu gue?" lanjutnya seraya menatap teman sekamarnya yang sedang asyik memakan cilok yang dibelikan Yahsa. "Secara kan, lo yang paling lama disini, pasti tahu dong muka pemilik sekolah?"

"Gue cuma pernah ketemu sekali, itupun waktu dulu. Jadi gue lupa," jelas Herlan tanpa mengalihkan pandangannya.

Randika menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Matanya menatap Yahsa yang terkesan santai-santai saja setelah kejadian yang menghebohkan warga sekolah saat upacara tadi pagi.

Ia ingat betul saat kedatangan pria paruh baya yang pernah dirinya lihat di kafe saat itu (saat sedang mengejar Yahsa) muncul dihadapan para murid SMA Kebangsaan. Disambut dengan hormat oleh para guru, dan dengan sopan dipersilahkan oleh kepala sekolah untuk memperkenalkan diri.

Baru Randika ketahui bahwa pria paruh baya bernama lengkap Hartanto Adiwiyata itu merupakan pemilik sekolah sekaligus ayah dari teman sekamarnya, Putra Yahsa Adiwiyata.

Tadi, Hartanto tak hanya memperkenalkan dirinya sebagai pemilik sekolah, pria paruh baya itu juga dengan lantang memperkenalkan Yahsa di hadapan warga sekolah sebagai putranya, putra semata wayangnya.

Sontak saja hal tersebut membuat segelintir orang tercengang, bahkan beberapa guru yang tak mengetahui itupun ikut terkaget-kaget. Kecuali pak Jayden, pak Gatra, Jibran, Jovan, Herlan dan Randika yang memang sudah tahu.

Sebenernya, itu memang kemauan Yahsa dulu sebelum masuk di SMA Kebangsaan, yang memang tidak ingin dikenal sebagai anak pemilik sekolah, ia hanya ingin dikenal sebagai murid pindahan. Namun, sang papa malah dengan gamblang membeberkan tentangnya.

Mau marah pun, sudah terlanjur. Jadi, Yahsa terima sajalah, walaupun dalam hati sibuk menggerutu.

Ingatkan dia untuk mendatangi papanya di saat jam pulang nanti!

"Anjir, cepet banget abisnya," ucap Herlan setelah ciloknya habis. "Gue masih laper lagi," lanjutnya seraya mengambil satu roti rasa cokelat yang masih tersegel, untuk kemudian dirinya makan.

"Ambil nih cilok punya gue." Randika memberikan ciloknya yang tersisa banyak. "Gue udah kenyang."

"Wih, lo emang paling tahu gue banget ya Ran," ucap Herlan sumringah.

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang