STH || 04

768 70 5
                                    

Jibran datang bertepatan dengan Herlan dan Yahsa yang selesai membeli es teh manis di kantin lantai satu sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jibran datang bertepatan dengan Herlan dan Yahsa yang selesai membeli es teh manis di kantin lantai satu sekolah. Saat ini ketiganya sedang berada di area taman belakang SMA Kebangsaan.

Taman yang jarang didatangi murid SMA Kebangsaan, sebab tempatnya yang lumayan jauh, juga diselimuti keheningan. Membuat suasana di taman belakang tersebut terlihat menyeramkan.

“Nah ini taman SMA Kebangsaan, sebenernya taman disini ada dua, satu si depan yang tadi kita lewatin, satunya dibelakang sini. Tapi, taman belakang jarang dikunjungi orang, makanya taman belakang agak sedikit beda dan suram auranya. Lo pasti ngerasain kan perbedaannya?”

Yahsa mengangguk membenarkan, lalu menambahkan, “Disini kerasa serem dan sedikit mencekam.”

Herlan menjentikkan jarinya. “Nah kan, lo pasti setuju dengan anggapan gue dan murid lainnya tentang ini taman.” Lalu matanya bergulir pada Jibran yang berdiri di sebelahnya. “Tapi, nggak sama dia yang katanya, ini tempat ‘biasa-biasa aja’”

“Lama-lama gue curiga, kalau lo itu bukan manusia sungguhan,” tambahnya menatap sang sahabat dengan pandangan menyelidik. Yang dibalas Jibran dengan sebuah dengusan pelan.

“Terus apa?” tanya Yahsa menimpali.

“Setan,” balas Herlan mendapatkan sebuah toyoran gratis di keningnya. Membuat Herlan meringis sejenak.

“Sembarangan,” balas Jibran dengan raut wajahnya yang tak berubah, tetap dingin.

Karena kesal, Herlan menarik plastik berisi es teh manis yang sedang Jibran pegang. “Ini punya gue, nggak usah minta-minta lagi. Kalau masih haus, beli sendiri sana!”

“Pelit,” ucap Jibran menatap Herlan tajam.

“Bodo amat,” balas Herlan seraya menyedot es tehnya hingga tandas.

“Lanjut dong Her, Jib! kita kan belum muterin semua tempat di sekolah,” ucap Yahsa setelah dirasa pembicaraan antara kedua teman sekamarnya selesai, membuat Herlan dan Jibran mengangguk. Ketiganya kembali melanjutkan langkahnya.

“Oh iya, ada satu hal lagi yang harus lo tahu tentang taman ini.” Tiba-tiba saja Herlan menghentikan langkahnya, membuat langkah Yahsa dan Jibran terpaksa berhenti.

“Apa?” tanya Yahsa dengan raut wajah penasaran yang kentara sekali. Berbeda dengan Jibran yang terlihat biasa-biasa saja, bahkan ia sempat memutarkan bola matanya malas, seolah mengetahui apa yang akan disampaikan roomatenya itu.

Herlan menoleh ke kanan dan kiri, lalu mendekati Yahsa, ia berucap dengan pelan, “Konon katanya, disini pernah ada siswa yang bunuh diri dengan cara gantung diri.”

“Serius lo?” Yahsa menatap Herlan dengan mata membelalak. “Kapan kejadiannya?” lanjutnya semakin penasaran.

Herlan mengangguk. “Dua rius malah,” jawabnya sembari menggaruk belakang kepalanya yang terasa gatal. “Udah lama, bertahun-tahun yang lalu. Kalau nggak percaya, tanya aja ke Jibran.”

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang