Bismillah
***
Indra berjalan gontai. Ia kembali ke apartemennya. Entah kemana Andra membawa Aira pergi.
"Maafin gue, Ra. Gue emang salah," lirih Indra. Ia menatap ponsel Aira yang berada di tangannya.
Ponsel itu tadi diberikan polisi sebelum membawa Acha dan Regan.
Acha dan Regan. Indra sudah tidak peduli. Dan Acha juga terlibat dalam penculikan itu. Itu artinya memang ada persengkokolan diantara mereka.
Ya, Indra belajar untuk tidak langsung mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan dan mencari tahu kebenarannya. Akibatnya seperti ini.
Hampa kembali dirasakannya. Selama Aira pergi, makannya kembali tak teratur. Indra lebih sering memesan makanan.
Detik-detik kelulusan, seharusnya ia lebih fokus. Tetapi malah tidak bisa.
"Pulang, Aira."
***
Aira tengah bersiap untuk kembali ke kostannya. Ia bersikeras untuk pergi. Lagipula ia juga tidak bisa melupakan bahwa dirinya masih kuliah.
"Kak Iqbal," panggil Aira.
"Iya?"
"Kakak marah sama Kak Indra?"
Iqbal diam.
"Kak Indra cuma salah paham. Kak Indra nggak pernah nyakitin Aira. Kemarin itu emang marah karena Kak Indra lihat foto-foto dan vidio itu. Siapa yang nggak marah coba?" kata Aira.
Iqbal berdiri tegak. Menatap Aira. "Katanya dia nggak cinta sama kamu. Kalau gitu, untuk apa dia marah?"
Aira diam sejenak.
"Karena aku masih berstatus istri. Emang aku juga salah," jawab Aira.
Iqbal menghela nafas. "Trus kamu mau balik sama dia kalau misalnya dia ngajak balikan?"
Aira terkekeh pelan. "Emang pacaran?"
"Misal, Ai. Maksudnya apa kamu bakal balik tinggal sama Indra?"
"Aku, kan nggak bahas itu. Aku cuma kasitau Kakak. Kakak perhatiin Kak Indra, ya. Kak Indra itu sahabat Kakak, kan? Dengar cerita Kakak tadi, Kak Indra pasti lagi sedih," kata Aira.
Iqbal geleng-geleng kepala. "Kakak tau kamu kecewa. Tapi gini-gini peduli juga."
Aira tersenyum simpul. Memang benar dirinya kecewa. Aira berani kembali ke kost karena ia tahu bahwa Indra tidak tahu lokasi dimana kostnya berada.
Lagipula dirinya kuliah malam.
"Pokoknya Kak Iqbal jangan kasitau Kak Indra kost aku dimana."
"Shap!"
***
Tiga hari berlalu, Indra sakit. Sejak mencari Aira, kesehatan Indra menurun. Tiga hari tetap kuliah, tetapi hanya itu kemudian setelah selesai langsung pulang.
"Istri macam apa. Suaminya pulang malah nggak ada," gerutu Indra. Ia bilang begitu karena rindu sebenarnya.
Tiba-tiba bel berbunyi.
"Ck! Siapa, sih!" Dengan rasa ngilu di persendiannya, Indra bangkit dari sofa menuju pintu utama.
Ia sedikit terkejut dengan kehadiran Iqbal.
Tiga hari ia juga tidak ke kafe dan bertemu sahabatnya.
Indra tersenyum tipis. "Masuk, Bro."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Nah, kan. Malah ingat Aira lagi.
Indra kembali berbaring di sofa.
"Kenapa, Ndra? Lo sakit?" tanya Iqbal berusaha biasa saja. Ia berusaha untuk tidak mengingat masalah itu.
"Iya. Sorry, ya. Kalau lo mau minum atau apa ambil aja di dapur."
Iqbal duduk. "Sejak kapan lo sakit?"
"Tiga hari yang lalu."
Iqbal manggut-manggut. Tak tega juga melihat kondisi sahabatnya ini.
Indra menatap Iqbal. "Gue nggak tahu lo mau jawab apa enggak. Tapi plis jawab, Bal. Aira dimana?" Tuh, kan. Pasti ditanyain.
Iqbal menghela nafas. "Mau ngapain, sih ketemu Aira?"
Indra berusaha bangun.
"Eh, rebahan aja!" Iqbal terkejut.
Indra tetap bangun. Ia bersandar dan menatap Iqbal.
"Gue mau minta maaf. Bal, gue dihantui rasa bersalah. Gue salah, Bal. Dan gue juga pengen tau keadaan Aira gimana sekarang." Indra malah bersemangat. Ia lupakan sakitnya.
Iqbal menatap Indra miris. "Kayak keliatan ngenes banget idup lo," batin Iqbal.
"Tapi kalau gue nggak mau ngasitau?"
"Iqbal, lo sahabat gue, kan? Jangan gini, kasitau dimana Aira. Gue janji nggak bakal nyakitin dia lagi."
Iqbal bersandar sembari melipat kedua tangannya. "Tapi kalau Aira yang nggak mau ketemu sama lo?"
Deg!
Seperti ada yang melempar batu. Indra tak percaya kalau Aira begitu.
"Lo bohong, kan?"
"Gak. Serius gue. Lo juga udah usir dia. Jadi dia ngapain ketemu sama lo lagi? Lo juga nggak mau, kan sebenarnya sama pernikahan kalian?"
"Aira minta gue untuk nggak pernah ngasitau keberadaan dia sama lo," lanjut Iqbal.
Indra menghela nafas. Ia kembali lemas. Entah apa yang ia rasakan. Tetapi fokusnya adalah ingin bertemu dengan Aira.
Temannya hanya Iqbal. Indra termasuk orang yang kurang peduli dengan pergaulan. Oleh karena itu disaat begini, ia bisa bercerita pada Iqbal.
"Aira benci sama gue?" tanya Indra.
"Kurang tahu. Tapi Aira nggak kayak gitu. Mungkin dia masih kecewa."
Indra diam dengan segala pikiran yang berkecamuk di kepala. Iqbal yang melihat kondisi sahabatnya itu merasa iba. Ditinggal Acha saja Indra tidak sampai seperti ini.
"Kalau lo mau ketemu Aira, dia masih kuliah, Ndra."
Indra menatap Iqbal. Benar, kuliah. Tidak masalah jika dirinya harus ke kampus malam hari.
Oke. Kembali berjuang brother.
Bersambung ...
Bismillah
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah bisa update, yaa. Makasih yang udah baca, kalian orang baik.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
![](https://img.wattpad.com/cover/365455141-288-k168033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Indra Aira
Romance"Saya terima nikah dan kawinnya Aira Humaira Azzahra binti Ahmad Hidayat dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" Pernikahan didasari dengan keterpaksaan. Kedua insan yang awalnya tak saling mengenal menyatu dalam ikatan suci. Indra Fadil Dirgantara...