Episode 23 (Baper)

163 2 1
                                    

Happy reading ...

***

Aira membulatkan matanya tatkala sadar apa yang telah ia lakukan. Segera Aira melepaskan diri. Ia menunduk.

Indra terkejut namun segera sadar. Ia mengusap air matanya seraya tersenyum.

"Kenapa, Ra?" tanya Indra lembut.

"Ma--maaf lancang meluk," cicit Aira.

Indra tak kuasa menahan senyumnya. Deretan giginya yang rapi sampai terlihat. Kenapa Aira menjadi lucu.

"Jadi gimana? Kamu udah maafin aku, kan?"

"Iya."

"Tinggal lagi sama aku, ya?"

Aira masih diam.

"Assalamu'alaikum." Seseorang mengucapkan salam. Kedua pasutri itu melihat ke sumber suara.

Aira melebarkan matanya. Ia tak menyangka siapa yang ia lihat sekarang.

"Bu--bunda?" ucap Aira lirih. Air matanya kembali keluar.

"Jawab dulu salam Bunda," ujar Aisyah--Bunda Aira.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Aira langsung berdiri dan menghambur ke pelukan sang Bunda.

"Bunda ... Aira ... kangen." Aira mengeratkan pelukannya. Aisyah membalas pelukan putrinya. Air matanya menetes. Tak dapat dipungkiri bahwa Aisyah juga begitu merindukan putri sulungnya ini.

"Menantu Bunda yang membawa Bunda kesini," kata Aisyah sebelum Aira bertanya.

Aira menatap Indra yang ternyata menatapnya sambil tersenyum.

Kemudian Aira menatap kedua mertuanya.

Anita tersenyum haru. Ia langsung memeluk Aira. Sudah lama tak bertemu dan menahan rindu.

"Apa kabar, Nak?"

"Alhamdulillah Aira sehat, Ma," jawab Aira.

Iqbal berdiri di ujung tangga dengan mata yang berkaca-kaca. Ia bahagia melihat semuanya kembali akur.

***

Keluarga itu tengah berkumpul di lantai atas kafe itu termasuk Iqbal. Bahkan Iqbal menutup kafe nya supaya kebersamaan mereka tidak ada yang mengganggu.

"Bunda sudah tahu semuanya, Ai. Nak Indra sudah menceritakan semuanya ketika menjemput Bunda," jelas Aisyah. Aira menatap Indra sekilas.

"Aira, Mama tahu Indra sudah kurang ajar. Tega-teganya dia mengusirmu dari rumah. Sampai sekarang, pun rasanya Mama nggak mau lihat wajahnya." Rupanya Anita masih kesal dengan putranya.

Indra menunduk. Jika ingat itu, bukan hanya Mamanya, rasanya ia juga ingin memukul dirinya sendiri.

Aira tersenyum tipis. Ia menatap Indra yang menunduk.

"Aira udah nggak papa. Aira cuma butuh waktu untuk sendiri. Terus kemarin juga Aira pikir Kak Indra udah nggak mau sama Aira karena tiga bulan itu," kata Aira berusaha untuk berani bicara.

Mendengar itu, Indra kembali menatap Aira.

"Aku minta maaf," ucap Indra.

Suasana hening. Para orang tua membiarkan anaknya untuk menyelesaikan masalahnya.

"Aku udah maafin Kakak."

Aira menunduk. Tangannya kembali berkeringat.

"Kamu mau tinggal lagi sama aku lagi?"

Indra AiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang