Gedoran pintu semakin nyaring terdengar. Membuat dua orangyang pingsan itu terusik. Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah ventilasi menyilaukan mata yang baru terbuka.
Seorang lelaki yang sudah berpenampilan acak-acakan terbangun. Ia memegang tengkuknya yang terasa sakit akibat pukulan kayu yang kuat. Untunglah dirinya tidak geger otak.
"Astaghfirullah'aladzim!" pekik seorang gadis. Lelaki itu yang tak lain adalah Indra sedikit terperanjat mendengar suara perempuan. Lantas ia menoleh dan terkejut mendapati seorang gadis berhijab yang juga terkejut.
Rupanya Aira yang baru saja tersadar tak lagi memikirkan rasa pusing yang mendera kepalanya karena pengaruh obat bius itu. Yang dipikirkannya saat ini, bagaimana bisa Indra dan dirinya bisa berada didalam ruangan ini.
"Woy! Buka!" Suara teriakan orang-orang yang masih menggedor pintu menyadarkan keduanya. Aira sangat bersyukur karena ia masih mengenakan pakaian lengkap. Kerudung lebarnya pun masih terpasang di kepalanya. Meskipun tadi rambutnya ada yang keluar, tetapi Aira berhasil merapikannya sebelum Indra melihat.
Indra segera berdiri. Ia abaikan rasa sakit dan berjalan menuju pintu.
Ketika Indra hendak membuka pintu, ternyata di kunci. Indra berusaha membuka tapi tak bisa. Percayalah, emosinya kali ini tak terkontrol. Apalagi mendengar teriakan orang diluar sana membuatnya geram.
Segera Indra menarik paksa pintu itu sampai engselnya rusak dan pintu terbuka. Aira sudah berdiri, ia sudah membayangkan yang tidak-tidak. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata.
Ketika pintu terbuka, menampilkan beberapa orang yang memasang wajah marah. Melihat itu, Indra mengernyit heran.
"Ngapain kalian didalam, hah!" bentak seorang pria yang memakai baju satpam.
Indra paham. Pasti mereka memikirkan yang tidak-tidak.
"Saya nggak melakukan apapun, Pak," jawab Indra berusaha tenang.
"Halah! Alasan! Mana ada, sih maling ngaku! Kalian pasti sudah melakukan perbuatan yang nggak senonoh, kan?" tuduh pria itu.
Indra membulatkan matanya. "Enggak, Pak!"
"Nggak usah bohong!"
"Anak muda zaman sekarang memang keterlaluan!"
"Ceweknya pake kerudung lebar gitu lagi!"
"Heh! Keluar kamu!"
Seorang ibu-ibu masuk kedalam dan menarik paksa Aira yang diam mematung. Aira hanya diam dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
Pakaian sudah kotor, kerudung yang berwarna krem juga kotor dan kusut. Penampilan keduanya yang acak-acakn menambah keyakinan warga bahwa mereka melakukan perbuatan tak terpuji di ruangan itu.
Ditambah kancing kemeja Indra yang tidak terpasang sempurna. Penjelasan Indra tentu tak didengarkan.
"Nggak mungkin kalian sudah menikah! Mana ada pasutri yang melakukannya ditempat seperti ini. Ngaku kalian!" bentak ibu yang menarik Aira tadi.
"Saya sama sekali tidak melakukannya, Bu! Malam tadi saya di begal, dihajar kemudian dipukul sampai tak sadarkan diri. Saya tidak melakukan apa-apa!" Indra yang sudah mulai panik mencoba membela diri. Ia melirik Aira yang terdiam. Air matanya luruh tapi ia tak histeris.
"Nggak usah banyak alasan!"
Semua orang disana terus mencaci tanpa mau mendengarkan penjelasan mereka. Sesekali Aira juga mencoba membela diri, namun tentu saja tak didengarkan oleh mereka.
"Maaf, Pak, Bu. Tolong dengarkan penjelasan kamu dulu. Kami sama sekali tidak seperti yang Bapak dan Ibu tuduhkan. Benar, malam tadi memang kami di begal," ujar Aira dengan suara bergetar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Indra Aira
Romansa"Saya terima nikah dan kawinnya Aira Humaira Azzahra binti Ahmad Hidayat dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" Pernikahan didasari dengan keterpaksaan. Kedua insan yang awalnya tak saling mengenal menyatu dalam ikatan suci. Indra Fadil Dirgantara...