☠️31. Just Second Lead

23 2 1
                                    

☠️☠️☠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☠️☠️☠️

Jay kemudian berkemas-kemas setelah mendengar kabar dari omanya. Dia seperti sangat terburu-buru. Padahal, waktu itu dia sendiri yang ingin berlibur semingguan di sini. Begitu mendengar Jessica ditemukan, Jay langsung bersemangat pulang ke sana.

Aku senang Jessica ditemukan. Dia gadis baik yang tidak akan pernah bisa aku benci. Begitu juga dengan Jay. Hal yang aku khawatirkan sekarang adalah ... bagaimana jika nanti aku diusir dari rumah Jay? Aku tidak akan bisa dengan mudah mencari benda itu dan yang paling penting ... aku akan berpisah dengan Jay.

Kesalahan fatal yang aku alami di sini adalah jatuh cinta. Lagipula siapa gadis bodoh yang akhirnya jatuh cinta pada targetnya sendiri? Aku-lah gadis itu. Cinta memang bisa menghancurkan segalanya, ya. Maka dari itu, mulai sekarang aku harus menghapus rasa cintaku pada Jay.

Berita ditemukannya Jessica juga sangat cepat menyebar di sosial media. Ada yang mengatakan jika Jessica disekap, juga ada yang mengatakan jika ia ditemukan di jurang dengan keadaan pingsan karena kelaparan. Entah mana yang benar, kita lihat saja nanti.

"Jo, nanti kita langsung ke rumah sakit. Nenek udah telepon sopir buat jemput kita. Kalau nunggu bus kayaknya kelamaan." Jay masih sibuk merapikan baju-bajunya ke dalam koper.

Kami berdua belum sarapan. Biasanya Jay membuatkan susu hangat dan juga bubur atau telur dadar, pagi ini tidak. Jay benar, belum berpisah saja aku sudah rindu dibuatkan sarapan olehnya.

Aku dan Jay sudah mandi, kami sekarang hanya tinggal menunggu sopir yang diperintahkan Oma untuk menjemput kami. Kurasa aku juga sedari tadi diam, tidak menjawab ketika Jay mengajakku mengobrol.

"Jo? Kamu diem aja dari tadi. Marah, ya?" Jay ikut duduk denganku di tepi ranjang.

Melihat itu membuat dudukku bergeser sedikit menjauhi Jay. "Jangan deket-deket! Nggak ada hak gue buat marah sama lo. Lo emang udah seharusnya nengokin Jessica, karena dia yang harusnya jadi istri lo, bukan gue," jawabku. Toh, benar, kan? Aku sudah merebut posisi Jessica.

"Apaan, sih? Kok, gitu ngomongnya? Hei, dengerin aku. Apa pun yang terjadi, kamu itu tetep istri aku."

Aku ingin menangis rasanya mendengar ketulusan Jay. Jay sudah salah mencintai orang. Dia harusnya tidak jatuh cinta padaku, karena akan sulit bagiku nantinya saat mengambil nyawanya. "Gue mau ke depan." Aku segera beranjak, berdiri dan berjalan ke ruang tamu. Tidak bisa aku terus-terusan duduk dan bersedih dengan Jay. Bisa-bisa nanti air mataku menetes.

Baru saja aku ingin membuka pintu depan, mobil milik keluarga Jay sudah datang dan men-klakson dengan keras. "Jay, mobilnya udah dateng!" Aku berteriak dengan suara lantang dan Jay pun langsung keluar. Dia menarik dua koper yang salah satunya adalah milikku.

Dibantu oleh sopir, Jay memasukkan dua koper itu ke dalam bagasi. Sedangkan aku memegang kunci dan Jay tadi menyuruhku untuk mengunci pintu vila.

Sebelum menaiki mobil, aku melihat lagi sekeliling vila ini. Banyak kenangan di sini meskipun hanya satu hari. Mulai dari Jay yang menemaniku berjalan-jalan di kebun teh, memetik strawberry, dan juga kami menikmati malam sembari menghitung jumlah bintang di langit. Semuanya sangat terekam jelas di memoriku.

Midnight Shadow [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang