☠️14. He Saved Me

35 4 0
                                    

☠️☠️☠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☠️☠️☠️

"Lepasin gue, Anjeng!" Aku mendorong tubuh Jay yang menyeretku keluar dari club. Dengan keadaan sempoyongan dan kepala masih pusing. Pandangan pun berkunang-kunang.

"Ayolah, Jo. Kamu itu mabuk. Jangan banyak protes, masuk mobil cepet!" Jay mendorongku masuk ke mobil aku hanya bisa pasrah. Perlahan, semuanya jadi gelap. Pandanganku pun makin tidak jelas.

...

Aku meregangkan tubuhku yang terasa sangat kaku. Tulang-tulang rasanya seperti baru bekerja berat. Aku melihat ke langit-langit, tetapi sepertinya ini bukan kamarku?!

Dengan sigap aku langsung duduk. Benar saja, ini bukan kamarku! Dilihat dari ringlight yang berdiri tegak di sudut kamar, juga banyak sekali barang berantakan membuatku makin yakin kalau ini kamar Jay.

Sialan! Apa yang ia lakukan pada gadis suci sepertiku?

Aku membuka selimut yang menutupi tubuhku. Masih memakai dress hitam ketat di atas lutut. Aku mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Seingatku semalam aku ... ah, ya! Pergi bersama Rehan ke club dan meminum banyak sekali whisky.

Setelah itu ada pria tak dikenal datang dan membawaku ke sebuah kamar. Jangan-jangan ....

Mataku melotot seketika saat telah mengingat semuanya. Jangan sampai semalam Jay menyentuh tubuhku!

Aku mulai berlari menuruni anak tangga yang sangat banyak. Ternyata pria itu ada di bawah. Sedang memasak entah apa. "Heh!" Aku meneriakinya.

"Ya, ampun sudah bangun istriku." Jay terlihat santai memasak tanpa menoleh padaku. Sesantai itu, ya, dia yang entah telah berbuat apa padaku dalam keadaan mabuk berat.

"Lo ngapain gue semalem, hah?!" teriakku padanya.

Jay hanya tertawa seolah aku sedang bertanya sebuah lelucon padanya. "Mau aku ngapa-ngapain kamu juga nggak salah. Aku, kan, suami kamu." Jawaban singkat, padat, dan bangs*t! Apa itu artinya Jay betulan telah menyentuhku?! Kurang ajar!

"Anjing, lo!" Aku mendekat padanya dan mengangkat kerah baju bagian depannya. "Lo apain gue semalem, hah?!"

Jay menyentuh tanganku hingga aku menurunkan tangan dan melepaskan tarikan tadi. "Sabar, jangan marah-marah."

Manusia gila mana yang tetap sabar jika di situasi seperti ini? Awas saja, kalau dia benar-benar telah menyentuhku, akan kutembak habis dia pagi ini. "Kamu lihat itu?" tunjuknya ke sofa ruang tamu. Terlihat Rehan sedang berbaring dan tidur dengan pulas. Harusnya saya nggak, sih, yang nanya. Kamu ngapain sama Rehan ke club itu, hm?"

Aku bingung menjawab pertanyaannya. Alhasil, aku hanya diam. "Kamu kayaknya minum banyak air alkohol yang aku nggak tahu jenisnya itu. Sampai kamu nggak sadar kalau kamu dibawa sama laki-laki nggak dikenal ke kamar kosong. Untung aja aku dateng. Kalau enggak, mungkin sekarang kamu nangis-nangis dan menyesali perbuatan kamu," ucap Jay yang masih sibuk mengaduk sayuran yang ia masak.

Mana aku tahu kalau laki-laki itu berniat jahat? Lagi pula aku tidak sadar, karena berada di bawah pengaruh alkohol. Jadi, ya, aku mau-mau saja. "Terus kenapa lo bisa tahu kalau gue ada di sana?! Anak baik-baik kayak lo mainnya ke club juga? Udah berapa cewe yang nemenin lo?" tanyaku sembari tertawa. Dia tak sepolos yang ada di bayanganku ternyata.

"Aku nggak se-random itu macarin perempuan. Oma nyuruh aku nyari Rehan yang nggak pulang-pulang, padahal dia izin pamit ke pesta ulang tahun temennya. Dengan terpaksa aku tracking lokasinya. Titiknya berhenti di club malam. Aku nyari Rehan, tapi dia malah mengigau dan ngomong kalau kamu dibawa seseorang ke sebuah kamar. Aku langsung membuka semua kamar yang ada di sana. Dan, ya, untungnya aku enggak terlambat buat nyelametin kamu dari laki-laki hidung belang itu."

Penjelasan dari Jay membuatku menganga. Namun, kenapa ia malah menaruhku di kamarnya? Apa jangan-jangan dia memang sangaja berniat ingin macam-macam denganku?!

"Terus kenapa pas gue bangun, gue udah ada di kamar lo, hah?! Lo habis ngapain gue semalem?! Ngaku!"

"Ahahah, Joan, Joan ...." Lagi, ia tertawa untuk yang kesekian kali. Bisa ikutan gila aku lama-lama. "Kamu emangnya nggak inget, kalau kamu sendiri yang minta tidur di kamar aku. Aku nggak tega buat nggak nurutin maunya kamu. Ya, udah, deh, akhirnya aku masukin aja kamu ke kamar aku."

Jay mendekatkan wajahnya sedikit condong ke telingaku dan ia berbisik. "Malahan, tadi malem kamu itu kepanasan, sampe mau lepas baju, loh! Coba kalau aku nggak kuat iman, bisa habis kamu!"

Plakkk! Tanpa ragu sedikit pun aku menamparnya. Bisikan darinya itu membuatku merinding seketika. "Awh, sakit, Jo! Kamu udah ditolong bukannya terima kasih, malah nampar." Jay sibuk memegangi pipinya yang memerah, yang barusan aku tampar itu. "Tapi nggak apa-apa, aku anggap ini love language kamu ke aku." Jay kemudian nyengir tanpa merasa bersalah.

Aku segera lari ke kamar tanpa berbincang dengan Jay lagi. Sampai di kamar, aku mengunci pintu rapat-rapat. Berbaring di kasurku dan memegangi kepala yang masih sakit. Sekarang malah bertambah sakitnya. Bisa-bisanya aku mabuk dan hendak melepaskan bajuku di depan Jay?! Argh, ini memalukan, Jo!

Untungnya Jay benar-benar tidak melakukan apa-apa padaku. Syukurlah. Namun, tetap saja aku malu padanya. Kesannya aku terlalu menggodanya. Padahal, kan, aku terpengaruh oleh alkohol.

Ish, Joanna bodoh!

☠️☠️☠️

Midnight Shadow [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang