☠️26. Jay Is Always There

45 3 0
                                    

☠️☠️☠️

Pada akhirnya, aku mengalah. Aku mengikuti ajakan Jay untuk berangkat kuliah bersama pagi ini. Sudah pukul sembilan, tetapi aku masih saja berat melangkahkan kaki untuk berangkat. "Jo, udah selesai?" Jay mengetuk pintu kamarku. Sedangkan aku masih memandangi diri di cermin.

"Bentar lagi. Lo tunggu di mobil aja, sana," teriakku membalas panggilannya barusan. Aku lanjut menyisir rambutku yang tadi sudah aku baluri menggunakan vitamin rambut.

"Oke! Aku panasin mobil dulu!" teriak Jay kemudian suaranya tidak terdengar lagi.

Aku bingung dengan diriku sendiri. Apa sebenarnya yang aku takutkan? Gunjingan para fans yang nantinya menyerangku karena aku tertangkap basah sedang bersama Jay, atau yang lebih mengerikannya lagi ... aku takut menaruh rasa pada Jay? Ah, apa-apaan pikiranku ini?! Hentikan, Jo! Kau datang ke sini untuk menjalankan misi, bukan untuk jatuh cinta pada targetmu!

Setelah selesai menyisir rambut, aku membuang jauh-jauh pikiranku yang tidak masuk akal itu. Aku mengambil tote bag yang isinya hanya selembar makalah tugas minggu lalu yang belum aku serahkan. Toh, nanti hanya masuk untuk meminta izin, kan? Pasti hanya sebentar.

Aku mengunci pintu paviliun dan memasukkan kuncinya ke dalam tote bag milikku. Sedangkan Jay sudah siap dengan mobilnya yang ada di hadapanku sekarang. Tumben ia tidak parkir di halaman rumah utama?

Bukan Jay yang membuatku kangen, tetapi saat aku ingin membuka pintu mobil, tangan Oma tiba-tiba menepis tanganku yang tadinya sudah memegang gagang pintu mobil. Aku tentu terkejut dengan tindakan yang barusan dia lakukan ini.

"Puas kamu sekarang?! Seluruh dunia udah tahu kalau kamu istri Jay! Ini, kan, yang kamu rencanakan dari awal?!" Oma memegang pergelangan tanganku dan meremasnya hingga tanganku memerah. Sakit!

"Lepasin! Saya nggak maksud kayak gitu, saya nggak tahu kalau foto itu bakalan kesebar!" Aku terus memberontak, tetapi cengkeraman Oma sangat kuat. Argh, nenek-nenek sialan!

"Oma!" Syukurlah Jay yang tadinya sudah masuk ke mobil, turun dengan tergesa-gesa dan menenangkan omanya itu. "Oma, udah, tadi malam aku yang ajak Joan makan malem. Kita nggak tahu kalau bakalan ada yang fotoin sampai dimasukin ke akun Instagram kampus," ucap Jay pada omanya. Mendengar itu dari cucu kesayangannya, membuat Oma Diana melepaskan tanganku.

"Denger, ya! Saya bakalan ngawasin kamu. Siap-siap aja kalau sampai kamu buat ulah lagi!" ancam Oma sampai-sampai menunjuk-nunjuk padaku.

Setelah kejadian itu terjadi begitu cepat, datang mamanya Jay yang tiba-tiba memelukku. Hah? Ada apa ini? "Nak, kamu nggak apa-apa?" tanya mama Jay sembari masih memeluk dan mengelus rambutku. Bukannya waktu itu dia juga menghujatku saat aku baru sampai di rumah ini? Kenapa sekarang dia malah jadi paling peduli? Oh, atau dia sedang berpura-pura?

"N-nggak apa-apa, Tante." Aku melihat ke Oma yang memasang wajah kesal, tanpa berkata-kata lagi, dia langsung pergi.

Ini aneh, kenapa mamanya Jay tiba-tiba khawatir padaku? "Udah, kalian berangkat kuliah aja. Maafin Oma, ya, Jo." Lagi, mamanya Jay malah mengelus tanganku yang memerah karena cengkeraman Oma tadi.

Jay mengangguk, dan kemudian membukakan pintu mobil untukku. Aku tersenyum pada mamanya Jay dan segera masuk ke mobil. Adegan serba dadakan barusan masih membuatku shock.

"Jo? Tangan kamu beneran nggak apa-apa?" tanya Jay. Aku jadi melihat ke pergelangan tanganku yang masih perih. Meski tidak ada luka serius, tetapi rasanya tulangku seperti patah.

"Nggak papa. Nggak usah lebay, deh," sinisku pada Jay yang masih menyetir mobil.

"Bukan lebay. Tapi aku peduli sama kamu. Kamu nggak perlu jadi wanita tegar kalau di depan aku, Jo. Kamu juga punya sisi lemah dan kamu boleh banget tunjukin sisi itu di depan aku." Aku masih belum menoleh. Terhanyut oleh ucapan Jay barusan. Dia benar, aku hanya mencoba tegar di hadapan orang-orang selama ini. Namun, mana mungkin aku jadi lemah di depan Jay? Mengingat ia adalah targetku.

Midnight Shadow [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang