☠️23. Cute Cookies

43 2 3
                                    

☠️☠️☠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☠️☠️☠️

Sialan! Kenapa badanku jadi panas dingin begini saat Jay menatapku dengan sangat serius? Terlebih lagi saat dia mendekat padaku seperti ini. Helaan napasnya saja sangat terdengar jelas. "Mikir apa kamu, hah?!" Jay tiba-tiba mencolek hidungku dengan tangannya yang tadi ia gunakan memegang tepung. Alhasil, ada bekas tepung di hidungku.

Jay kemudian mundur, lalu ia tertawa. Aku jadi bingung sendiri dengan sikap isengnya barusan. "Sialan, lo!" sinisku sembari mengelap hidungku yang kotor terkena tepung tadi tangan Jay.

"Kamu lucu, pipinya kenapa merah gitu?" tanya Jay yang sekarang malah memperhatikan wajahku. Hah? Merah?!

"Nggak ada pipi gue merah! Sembarangan aja!" gertakku lagi. Namun, kenapa tadi aku jadi panas dingin saat Jay menatapku seperti itu? Ah, mungkin aku hanya takut.

"Daripada ngomel, bantuin aku bikin kue, sini. Biar bisa buat cemilan temen kamu main catur itu." Jay kemudian fokus mencampurkan bahan-bahan yang entah apa saja. Sepertinya ia tadi menambahkan telur, gula, margarin, dan juga bubuk coklat.

"Mana sini, gue bantu apa?" Aku mendekat pada Jay. Ya, daripada aku diisengin oleh Revan dan Rehan yang sedang main catur, lebih baik aku membantu Jay membuat cemilan. Sukur-sukur cemilannya nanti enggak bantet kalau aku yang membuatnya.

"Ini. Tolong pecahin telur-telur ini, ya." Jay memberikan sisa telur yang belum ia pecahkan tadi padaku. Ah, kalau memecahkan telur saja gampang bagiku!

Tanpa banyak bicara aku mengambil sendok untuk memecahkan telur-telur itu. Sudah kubilang, ini terlalu mudah untuk Joanna. Tidak ada yang lebih sulit apa, ya?

"Astaga, Joan ...." Jay tiba-tiba saja datang dari belakang dan berdiri di sampingku. Aku tidak tahu apa salahku, tiba-tiba Jay berteriak sembari geleng-geleng kepala. Padahal sepertinya aku sudah melakukan perintah yang ia suruh dengan baik dan benar. Oh, atau ini salah, ya?

"Apa lagi? Gue salah lagi? Kan, lo sendiri yang minta buat pecahin telur, ya, ini lagi gue pecahin. Salahnya di mana?"

Jay mengambil cangkang telur yang aku masukkan ke dalam wadah berisi tepung itu. "Ini kenapa cangkangnya ikut masuk?" Dia bahkan mendekatkan cangkang telur tadi ke wajahku. Apa ia kira aku buta?!

"Y-ya ... pengen ikut nyemplung kali, lagian telur nggak boleh melupakan cangkang, nanti jadi kayak kacang!" ocehku membela diri.

"Nggak dimasukin juga, dong, cangkangnya. Ini salah, Joan." Jay kemudian membuang semua kulit telur yang masuk ke dalam wadah.

Aku menyilangkan tangan di dada. "Siapa suruh lo nggak bilang kalau telurnya aja, lo nggak nyuruh cangkangnya dibuang, kan? Nah, salah siapa sekarang?" tanyaku.

Jay sepertinya punya kesabaran setebal buku sejarah Indonesia dari awal penjajahan sampai detik ini. Dia menarik napas perlahan, seperti menahan amarah. "Iya, aku yang salah. Lain kali kalau pecahin telur, tuh, kayak gini ...." Jay mengambil telur yang tersisa dan memecahkannya dengan cara yang ia anggap benar, lalu membuang cangkangnya ke kotak sampah.

Midnight Shadow [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang